Di Toko Ini, Karyawatinya Wajib Ngaji 1 Juz dan Sedekah Seribu Setiap Hari

  BERBISNIS tak hanya bicara keuntungan semata. Namun, juga bisa menjadi ladang dakwah. Inilah yang dimaknai Ika Puspita Yuda, owner Touko Parfum, Medan. Perempuan kelahiran Medan, 21 Okober 1987 ini menerapkan aturan yang tak biasa dalam menjalankan usahanya. Sejak dua … Continue reading

Predator Helmets Indonesia

Menjalankan usaha wajib berinovasi. Muhammad Idris Nasution mampu mempratekkan hal tersebut. Dari produk yang terkesan biasa saja sebagai pengaman bagian kepala pengendara sepeda motor menjadi barang wah. Sang pemakaipun menjadi garang layaknya tokoh dalam film yang dibintangi Arnold Schwarzenegger, Predator.

Sang owner usaha berlabel Salon Helm Fresh and Clean ini mengembangkan bisnis yang telah buka sejak 2010 dengan terobosan Predator Helmets Indonesia setahun terakhir. Siapapun pemakai helm ini langsung tampil beda, dengan helm bermotif wajah predator. Berawal dari rasa penasaran dengan produk helm asal Rusia, Idris tertantang membuat helm predator. Ya diakuinya, helm predator ini terinspirasi produk serupa buatan Rusia yang harganya 786 US$. Idris mengaku tertarik tidak hanya bentuk tapi juga harga yang mahal satu helmnya. “Saya tertantang melihat orang Rusia bisa membuat itu, saya yakin saya juga bisa. Saya buat satu lalu saya posting di facebook lalu banyak komentar,” kenangnya.

10801522_1052608704756584_5443467294341780086_n

Dari sekadar postingan di facebook tersebut, mahasiswa yang sedang menyusun skripsi ini malah mendapat respon luar biasa. Peminatnya bukan sembarang, dari Malaysia, Filipina hingga India. Saking banyaknya peminat, Idris memutuskan harus memiliki kaki tangan di luar negeri, terutama di negeri jiran. Dia pun memiliki agen di Sabah, Malaysia. “Usaha utama saya tetap salon helm, karena segala jenis layanan helm mulai cuci, bengkel helm bisa dibilang awal usaha ini berdiri. Tapi, belakangan saya harus berinovasi agar tidak terkesan monoton. Dan, saya enggak nyangka bisa diterima khususnya di Malaysia sebagaipasar terbesar luar negeri,” ujarnya.

Dari berbagai respon terutama dari luar negeri, Idris mengaku sempat kesulitan dengan bahasa Inggris. Dia terpaksa menggunakan google translate. “Ditambah lagi belajar mengirim barang ke luar negeri, order dari pelanggan luar negeri hingga akhirnya saya punya agen produk di Malaysia. Dan, sekarang enggak perlu lagi menggunakan google translate, lumayan sudah bisa bahasa Inggris,” ungkapnya.

Kendala lain adalah pasarnya yang masih terkotak-kotak. Karena, tak semua orang bersedia menggunakan helm ini di jalan raya, peminatnya hanyalah yang benar-benar suka tantangan. “Ya bentuknya ekstrim, belum semua mau pakai. Peminatnya para bikers di event-event tertentu. Tapi, kalau pakai helm ini bisa jadi pusat perhatian,” ucapnya.

Untuk proses pembuatan satu unit helm predator maupun alien membutuhkan waktu dua minggu, termasuk di dalamnya pilih desain, cat, airbrush, clear, finishing, packing lalu finishing. “Pesannya pre order, kita buat sesuai pesanan konsumen. Agar konsumen puas, kita jamin setelah jadi memang merasa puas senilai dan setimpal dengan harga yang harus dikeluarkan,” tegasnya.

Dalam satu bulan, rata-rata pihaknya mampu menyelesaikan 10 hingga 15 unit helm predator dan helm alien. Satu helm untuk harga domestic dijual dengan harga Rp1,8 juta ditambah lagi ongkos kirim ke daerah tujuan. Sementara, untuk pasar internasional dibanderol US$ 286 ditambah dengan ongkos kirim ke negara tujuan.

Pria kelahiran 12 Januari 1985 ini mengaku senang menjalani usaha berbasis service helm. “Usaha ini sangat menjanjikan karena bisnis ini sangat mentah, minim pemain (pengusaha), sementara helm yang bau, rusak, berjuta jumlahnya. Dan pasarnya masih sangat potensial. Walau sejujurnya masih sulit menyadarkan orang untuk peduli dengan helmnya. Untuk cuci helm saja, masih ada yang bilang lah helm kok dicuci,” ujar peraih penghargaan Finalis WMM 2011 Bank Mandiri ini. Sedangkan, untuk pasar helm predator targetnya mancanegara (nina)

Ofita

Keahlian membuat beragam kue tiap momen lebaran menjadi berkah tersendiri buat Indriyani Safitri. Perempuan 42 tahun ini tak lagi risau dengan statusnya sebagai single parent, karena dari kue-kue tersebutlah dia mampu men.ghidupi anak, keponakan serta orangtuanya. Ya, Indri-sapaan akrabnya, dalam tiga tahun terakhir menekuni bisnis kue dengan label nama Ofita.

Dari usaha rumahan ini, Indri meracik aneka kue juga keripik. Namun, dari semua variasi buatan tangannya, produk unggulannya adalah kue bawang abon. Kue bawang inilah yg membuatnya dikenal di Medan. Kue bawang ini bentuknya beda dari kebanyakkan yang biasanya persegi empat atau memanjang. Di tangan Indri, kue bawang ini dibentuk layaknya sawi kecil dan di bagian bawah diisi abon, baik itu abon ayam juga sapi.

Dia mengisahkan, dirinya berani mengambil keputusan menjadikan kebiasaan membuat kue menjadi peluang mendulang uang lantaran bosan hanya membuat tanpa nilai ekonomis yang diterimanya. Dia mengatakan hampir tiap tahun jelang hari raya Idul Fitri, dia harus berjibaku dengan tepung dan membuat kue berkilo-kilo dengan begitu banyak jenis. “Dan itu tidak pernah sedikit, rutin tiap lebaran selalu banyak. Karena almarhum ibu dan bapak saya anak sulung di keluarganya, jadi semua adik-adiknya kumpul di rumah. Makanya kue harus banyak. Tapi belakangan, saya mikirnya kok capek ya buat terus, kenapa nggak dijadikan bisnis, apalagi keluarga suka dengan apa yang saya buat,” bebernya.

Selangkah kemudian, dengan modal hanya puluhan ribu di awal Indri membuat kue di luar momen lebaran. Kini, tak hanya lagi keluarga yang mencicipi. Dia memberikan tester ke kawan-kawan, juga ke rekan kerja bapaknya di Angkasa Pura II, hasilnya positif. Pesanan mulai berdatangan, terutama untuk kue bawang abon yang tampil menonjol di antara kue lainnya. “Ternyata pesanannya enggak tahunan lagi tapi jadi rutinitas harian. Sejak tiga tahun terakhir saya produksi tiap hari. Dengan ini saya sangat terbantu, apalagi sekarang sendiri harus memenuhi segala kebutuhan,” jelasnya.

Setiap hari, produksi kue abon bawang sekira 30 hinga 50 kilo kadang berlebih ditambah kue jenis lain. Jumlah ini bisa naik tiga hingga lima kali lipat jelang lebaran mencapai 150 kilo. Dalam pemasarannya, selain menawarkan ke koleganya, Indri juga sering mengikuti pameran UKM juga memberdayakan reseller. Dia mengemas ukuran 200 gram dengan harga Rp12.500 untuk dijual ke reseller dan reseller yang menjajakan di toko kue 200 gram tersebut dihargai Rp15 ribu. “Bisa juga beli langsung, sekilo harganya fleksibel, tapi standarnya Rp65 ribu,” beber ibu satu anak ini.

Nina-Ofita (2)

Untuk memenuhi permintaan kue bawang abonnya, Indri dibantu oleh satu karyawan yang juga anggota keluargnya, yaitu keponakan. Sedangkan, jumlah pekerja bisa bertambah di momen jelang lebaran. Untuk adonan kue bawang abon, Indri mengatakan menggunakan resep biasa layaknya kue bawang biasanya, hanya saja tidak ditambahkan daun sop yang sejatinya cirri khas kue bawang. Tambahan abon, menurutnya sudah mengkuatkan harum kue bawang. “Jadi enggak pakai daun sop lagi, sedangkan untuk abon saya beli yang sudah jadi. Biasanya paling banyak pesanan kue bawang abon ayam, karena enggak semua bisa makan abon sapi,” ungkapnya. Kue bawang abon yang dikemas plastik cantik buatan Thailand tersebut bisa bertahan tiga sampai empat bulan.

Indri mengaku untuk mempertahankan usahanya tidak mudah, apalagi geliat usaha kuliner di Medan yang sama dengannya sangat banyak. Tak cukup hanya kue yang unik saja, tapi juga butuh rasa yang enak dan mutu terjaga. Pun demikian, Indri menambahkan yang memproduksi kue bawang masih langka di Medan. “Ini keuntungan buat saya, makanya rasa kedepankan rasa dan mutu. Pengalaman selama ini ikut pameran dan membantu memasarkan, dari sepuluh orang yang mencicipi dan ditawarkan delapan orang pasti membeli. Mereka (konsumen) melihat bentuknya lucu, rasanya enak alhamdulillah pasti beli,” jelasnya.

Hanya saja, satu kendala yang dihadapinya saat ini adalah. Acapkali, kue bawang abon isi abon tersebut dikira berisi kacang. “Ada sebagian yang bilang mirip kacang intip, kue yang diisi kacang. Tapi, sejauh ini Alhamdulillah lancar sejauh ini,” pungkasnya. (nina rialita)
Ofita
Owner : Indriyani Safitri
Alamat : Jalan Masjid Gang Soto No 36 G, Helvetia, Medan
Nomor HP : 085213301455/081265236624

Nina Rialita
Wahyu Hidayat
Dari Penghasilan Tetap Menjadi Tetap Berpenghasilan

Terjun di bisnis jasa pelatihan internet marketing bagi Wahyu Hidayat ibarat ketemu jodoh sejati. Dia terpaksa melepaskan impian kedua orangtuanya untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS) setelah gagal tujuh kali mencoba. Dia juga berani mengambil keputusan hengkang dari media online di Sumatera Utara demi menapaki karirnya satu persatu.

Pria kelahiran 14 Maret 1983 ini memulai jasa pelatihan marketing sejak 2013, setelah sebelumnya memantapkan diri bergelut dengan jasa online sejak 2012. Kini, dia berdiri sebagai narasumber dan pembicara untuk pelatihan berbasis online yang mencakup, sebagai guru SEO (belajar training/private SEO), internet marketing, social media marketing dan gadget marketing. Dalam menjalani usahanya, Wahyu menawarkan pelatihan kepada berbagai kalangan tentang pentingnya media onlie untuk pemasaran produk, promosi bisnis, optimasi untuk pemasaran online. Dia juga seringkali menjadi konsultan bisnis-small business enterprise. Dia acapkali menjadi pembicara social media preneur untuk menyentuh pasar pengguna social media pemula. Alumni sarja pertanian Universitas Islam Sumatera Utara ini menjadi tokoh kunci tunggal dalam usahanya. Sejatinya, selain menawarkan pelatihan, dia juga menawarkan jasa promosi online seperti, jasa twitter buzzer, jasa search engine optimization, jasa pembuatan website, jasa digital marketing.

Pria yang juga alumni Diploma Komputer Medicom Medan ini mengaku skill untuk melatih berbasis online bermula dari kegemaran terhadap dunia maya. “Sering online setiap hari, hingga menemukan keahlian yang tanpa disadari dibutuhkan banyak pihak. Otodidak dan awalnya juga ikut pelatihan-pelatihan optimasi online dikarenakan kebutuhan akan ilmu digital. Saya pikir tidak harus memiliki pendidikan formal untuk mendapatkan ilmu yang saya jalani sekarang ini,” ujarnya.

Konsumennya sangat merata, apalagi menurutnya saat ini kebutuhan masyarakat akan pemanfaatan dunia digital sangat besar. “Ya melihat kebutuhan pasar, maka melalui bisnis penyedia jasa pelatihan social media marketing inilah sebagai upaya membantu individu atau perusahaan dalam meningkatkan bisnis dan merek pribadi melalui pengoptimalan digital media,” jelasnya.

Pria yang akrab dengan panggilan Blahe ini mengurai dalam menjalankan usahanya menggunakan strategi yang efektif dalam meningkatkan dan mengelolah publikasi, pemasaran, reputasi sampai meningkatkan pengikut di akun social media (twitter, facebook, dan lain-lain). “Itu semua masuk dalam jasa yang ditawarkan kepada pihak yang membutuhkan. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan riset, menemukan pasar, membaca perilaku dan menjangkau pasar. Melalui jasa yang ditawarkan, mampu membangun kepercayaan konsumen, lalu membuat mereka membantu memasarkan apa yang saya bisa ke orang lain,” paparnya.

Untuk penentuan tarif jasanya, Blahe tak sembarang. Dia bahkan melakukan riset harga pasar. Blahe memastikan jasa yang ditawarkan termasuk kategori yang murah. Pelatihan dipatok di atas Rp2 juta per bulan. Pendapatannya jauh meningkat karena ditambah lagi dengan skill lainnya seperti jasa iklan di media online yang dihargai Rp2 juta. Jasa admin social media perusahaan harga publish bisa Rp3 juta per bulan, jasa admin per bulan Rp1 juta minimal tiga bulan kontraknya, jasa naikkan follower bisa Rp500 ribu hingga Rp5 juta. “Untuk pelatihan memang enggak setiap bulan rutin dapat. Kalau pelatihan tergantung materi, jika banyak dan sulit harga tentu lebih mahal. Kadang private saja bisa Rp3 juta per orang. Tergantug nego. Kadang juga Rp1,5 juta. Saat ini, pesanan belum teratur. Tapi tidak bermasalah dengan pendapatan, karena misalnya sepi pesanan masih tertutupi dengan penghasilan saat banyak di bulan sebelumnya untuk jasa lainnya seperti jasa iklan sebulan minimal Rp2 juta, terkadang satu klien bisa Rp5juta. Nah, PR saya sekarang adalah mendapatkan klien teratur bulanan dan ada terus,” bebernya.

Pelatihan, lanjutnya memakan waktu 12 jam per hari, yang rata-rata menghabiskan dua hari. “Biasanya lebih dari sehari, supaya maksimal 24 jam, dan itu dibagi perhari 12 jam. Kadang bisa lebih harinya. Bahkan ada juga ketemu peserta yang masih mau terus dilatih. Yang begini buat saya semangat,” timpalnya.

Terkadang, Blahe juga bermitra dengan rekan. Seperti pelatihan pada Desember 2013, dia tak sendiri, dia mengundang rekan dari Pulau Jawa. “Kami bertiga untuk melatih pelaku UKM di Medan, seperti pengusaha CCTV, penjual luwak kopi, jual camilan dan lainnya. Jadi upah pelatihan dibagi rata bertiga bersama rekan lainnya,” ungkapnya.

Beberapa campaign dari jasanya diberikan dari pihak Bank Mandiri, XL, Telkomsel, Samsung, Air Asia, Magnum, Pocari Sweat, Proman, My Tea, Asean International Hotel Medan, Polonia Hotel, Grand Aston, Most FM Medan, I-Radio Network, Galand, MarkPlus, Femina, Waspada Online, Net TV, Alliance Francaise, Amanda Brownies. “Saat ini pemasaran atau klien masih di Sumatera Utara, diharapkan bisa dari seluruh Indonesia bahkan negara tetangga,” timpalnya.

Blahe menegaskan ini adalah bisnis pilihan. Dia sudah memiliki skill, juga telah memiliki ranah untuk mendulang rupiah sendiri. Apalagi, mentransfer ilmu tentang dunia online bukanlah hal yang tabu baginya yang sudah digelutinya sebagai hobi ini semasa duduk di bangku perkuliahan. Blahe dulunya aktif di jejaring sosial Microsoft Internet Relay Chat (mIRC), dan sempat menjadi seleb chat dijejaring mIRC dengan memakai nick Why_Fly & bLahe dengan channel #Melayang yang dimiliki. Selain itu, dengan latar belakang pendidikan Diploma Komputer bisa dibilang dasar mengapa dia memiliki hobi bersosial media.

Nina-Wahyu Hidayat

Tepat tahun 2011, awal Blahe melejit dia mendirikan akun @ceritamedan digarap sebagai akun anonym. Akun ini awalnya digarap hanya sebatas media informasi seputar kota Medan dengan berlatar belakang sebagai jurnalis di sebuah media online ternama di Medan yang ditekuni sejak tahun 2009. Seiring berjalannya waktu ternyata hobinya berbagi informasi via twitter justru membuat akun @ceritamedan besar dan ini terlihat dari pertambahan follower yang ada.

Kemudian Blahe mendapat tawaran untuk jasa promosi ‘buzz’ di twitter dan mendapat pembayaran yang luar biasa menarik dari pihak Tupperware Indonesia. “Lalu tambah ke jenjang yang lebih baik lagi, yakni saya dipercaya memberikan seminar serta sharing jurnalistik dan ilmu ber-social media yang baik hingga mampu berpenghasilan di beberapa kampus di Medan dan sekolah-sekolah. Ini dapat menjadi pembelajaran bahwa belajar ilmu jurnalistik layaknya pemberitaan bisa dimulai dari ngetweet di twitter. Hal ini juga yang melatarbelakangi saya terus menggelugi bisnis digital ini. Bila dibandingkan harus kerja kantoran dengan sistem ‘office hour’, di usaha digital ini lebih memiliki kualitas waktu yang saya bisa atur sendiri. Hingga mengkaburkan konsep ‘berpenghasilan tetap’, namun jalani hidup dengan ‘tetap berpenghasilan’. Itu yang menjadikan Saya tetap berpenghasilan dari jasa digital yang ditekuni ini,” urainya.

Diapun yakin bisnis ini berjangka panjang dan layaknya usaha kuliner, jasa online baik untuk pelatihannya tidak akan pernah mati. Menurutnya, manajemen jejaring sosial yang baik dapat membuat usaha kecil terlihat besar dan usaha besar terlihat luar biasa. “Jejaring sosial dapat menekan biaya untuk memasarkan usaha. Dapat terhubung langsung dengan pelanggan. Jejaring sosial dapat membantu membangun jaringan bisnis baru dan memperkuat yang sudah ada. Pertumbuhan pengguna jejaring sosial yang sangat cepat. Hal tersebut yang sangat dibutuhkan banyak pihak di era digital sekarang ini dengan pertimbangan cost yang tidak memberatkan,” ucapnya.

Bahkan, usaha berbasis produkpun akan sangat terkait dengan bisnis jasa digital marketing tahun-tahun ke depannya. “Artinya, kebutuhan jasa digital marketing akan sangat dibutuhkan para pebisnis yang ingin memasarkan produknya dengan kekuatan marketing di dunia digital. Hingga akhirnya semua pebisnis akan menggunakan pemasaran digital bila dilihat dari perkembangan dunia sekarang. Persentasi tingkat penjualan produk yang secara offline akan berdampak modal besar dari segi pemasaran dibanding jualan dengan digital marketing,” pungkasnya. (nina rialita)
Nama : Wahyu Hidayat
Alamat : Jalan Perkutut 5 No. 281 Perumnas Mandala, Kelurahan Kenangan Baru, Kecamatan Percut Sei Tuan.
HP/BBM : 085261199133 / 287007B4

Smart Edu Tools

Smart Edu Tools (2)

Smart Edu Tools (3)
Berangkat dari rasa resah dengan kebiasaan para orangtua yang lebih bangga memberikan perangkat teknologi daripada mainan tepat guna, seorang Siti Aisyah membangun sebuah bisnis reseller bertajuk Smart Edu Tools. Perempuan berusia 27 tahun ini memulai usahanya sejak 2007 dengan menjual beragam produk bernilai edukasi untuk anak-anak dari usia dini. Sebut saja, mainan kayu, balok kayu, city clown, jam kayu, seluncur mobil, bowling, lego, e-book, buku bantal, abaca flash card, jari al-Quran, kalender Ramadhan dan lainnya. Ada juga mainan yang buatan tangannya sendiri yaitu mainan dari flannel seperti boneka jari, kubus, angka, huruf dan lainnya.

Ibu dua anak ini menjelaskan, pada awal membuka usaha hanyalah dropship barang lalu mengandalkan jualan dengan foto-foto produk yang disebar via facebook. Dengan antusias yang baik, Aisyah-sapaan akrabnya, lalu mulai menstok barang sekira 200 item, pembelian barang yang banyak dari produsen juga meringankan biaya karena sebagai reseller dia bisa membeli dengan diskon 15 persen. “Jadi ini merupakan semua mainan cerdas yang sangat bermanfaat untuk perkembangan anak. Dan, sangat membantu orangtua untuk memberi stimulasi yang tepat untuk ananda tercinta,” ujarnya, minggu kedua Juni 2014.

Dia mengaku tak bisa tenang, begitu mendapati fakta dalam kehidupan masa kini, di mana orangtua sangat jarang memberikan mainan yang tepat untuk stimulasi buah hati tercinta. “Saya sangat ingin memberikan stimulasi terbaik untuk masa emas anak-anak saya secara pribadi, lalu saya mendapati kenyataan bahwa saat ini orangtua lebih bangga memberikan gadget yang notabene malah merusak dan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu misi saya menjual mainan ini tidak sekadar mencari keuntungan, namun lebih kepada menyebarkan manfaat, serta mengedukasi orangtua,” paparnya.

Aisyah mengakui tak menemuik banyak kendala dalam pemasarannya. Selain memanfaatkan online marketing, Aisyah yang juga membuka bimbingan belajar secara langsung menjadi konselor bagi orangtua yang punya masalah anaknya dan menawarkan ke tempat pendidikan anak usia dini (PAUD). “Pemasaran via BB lebih profit. Dan untuk melebarkan pemasaran saya tawarkan ke PAUD/TK, teman-teman dan bazaar. Semua produk rata-rata disukai konsumen. Hanya kadang menimbang harganya, kesesuaian antara bahan baku dan harga. Tapi, saya biasanya mengatasinya dengan menerangkan manfaatnya, jadi mereka (orangtua) tidak hanya memberli bahannya, tetapi lebih pada manfaatnya,” ungkapnya.

Alumni Magister Psikologi ini mengurai konsumennya adalah orangtua yang memiliki anak usia tiga bulan hingga 12 tahun. Konsumen tak hanya dating dari Medan, juga Aceh, Depok, Makassar, Padang. Sedangkan stok barang resellernnya sebagian besar dari Jakarta, Bekasi dan Depok. Untuk boneka jari dibuat sendiri dari bahan flannel.

Dalam sebulan omsetnya rata-rata Rp3 juta hingga Rp5 jutaan. Dia mengatakan usahanya memang masih menapaki jalan sukses, namun seperti ditekankannya bahwa bukan keuntungan tujuan utamanya. Dia juga yakin meski banyak pesaing di usaha ini, cirri khasnya yang menyediakan layanan konsultasi gratis menjadi pembeda. Perempuan yang juga aktif sebagai relawan Kampung Dongeng ini juga menekankan pada bahan baku yang aman untuk anak-anak. “In Shaa Allah, bahan bakunya aman, karena saya cek terlebih dahulu secara detail setiap produk yang saya jual,” timpalnya.

Aisyah mengungkapkan, meski saat ini bimbingan belajar masih menjadi usaha utamanya, dia meyakinkan Smart Edu Tools akan menjadi sampingan yang utama. “Target ke depan, saya ingin mengembangkan usaha ini ke tingkat distributor tidak lagi sebatas reseller, bahkan saya ingin jadi produsennya jadi semua barang saya yang produksi. Karena saya ingin membuka lapangan pekerjaan buat yang lain. Saya juga ingin anak-anak tumbuh dengan baik yang dimulai dengan mainan yang edukatif,” ucap Aisyah yang mengandalkan dirinya sendiri dalam berbisnis. (nina rialita)

Smart Edu Tools
Owner : Siti Aisyah
Alamat : Jalan Bunga Cempaka Gang Kenanga No 9, Tanjung Sari Pasar 3, Medan Selayang.

Posted in 1

Amanah Cemilan Indonesia

Amanah Cemilan Indonesia

Jatuh bangun dalam usaha jangan dijadikan beban penghambat tumbuh kembang bisnis. Joko Sudarwanto, owner Amanah Cemilan Indonesia contoh tepat yang mampu menjadikan label pernah gagal sebagai cambuk untuk terus maju. Pilihannya menekuni bisnis kuliner memang penuh aral, sebelum akhirnya bisa menapaki kestabilan produksi camilan yang mayoritas diisi dengan beragam keripik singkong dan pisang.

Joko memulai usahanya tahun 2012 di wilayah Kecamatan Medan Selayang, Medan. Pilihan ke bisnis ini lantaran bahan baku yang mudah didapat dan pangsa pasarnya yang tidak pernah surut. Sebelum usaha ini, Joko pernah sangat sukses di usaha jus buah asli pada Maret 2011 di beberapa lokasi di pinggir jalan dengan merk J-Qoe. Usahanya cepat berkembang hingga mencapai 11 lokasi, namun sayang semakin terkenal semakin banyak juga tantangannya. “Saya setiap hari harus sibuk berurusan dengan Satpol PP dan preman pasar. Secara bisnis lumayan menjanjikan, tapi enggak tahan mental untuk ngurusi hal hal yang sulit dipahami secara akal saya. Saya yang capek kerja tapi kok oknum yang dengan mudahnya mendapatkan hasilnya,” kenangnya.

Joko harus mengambil keputusan berat dengan meninggalkan usaha yang sedang naik daun. Jus brand J-Qoe dijual dan mencoba beralih ke usaha lain yakni camilan. Pada awalnya, camilannya tidak diproduksi sendiri, melainkan beli jadi dari orang lain dalam jumlah banyak lalu dikemas dan dipasarkan ke toko dengan system konsinyasi. Inipun mendatangkan lampu hijau, dari yang laku rata-rata dua hingga tiga kilo perhari meningkat sampai sepuluh kiloan per hari.

Tapi halangan tak sampai di situ, Joko harus menerima kenyataan berhadapan dengan kendala baru, yaitu kualitas produk jadi yang dibeli dari pihak lain tidak stabil. “Hal ini menyebabkan banyak terjadi pengembalian dari toko sehingga saya mengalami kerugian besar dan sempat berhenti aktivitas jual beli,” timpalnya.

Desember 2011, Joko bangkit dan memilih dengan mengolah sendiri mulai dari nol masih pakai merk Amanah. Kualitas dibuat standard, varian rasa keripik ditambah, rasa gurih asin, balado, barbeque dan rasa jagung, termasuk menambah rasa keripik pisang dengan rasa keju bakar, coklat dan original.

Nina-Kuliner-Dua Cabe-Am (1) (1)

Usahanya tak sia-sia, dengan harga jual konsumen Rp5 ribu dan Rp10 ribu perbungkus, penjualannya meningkat hingga 50 kilo terjual perhari. Lalu dia mengembangkan keripik agar bisa dinikmati di masyarakat luas dengan memproduksi kemasan untuk warung dengan harga konsumen Rp500 dan Rp 1.000 perbungkus. Dengan ini, total penjualan terus naik dengan rata-rata perhari 150 kilo laku. Diapun menambah pekerja hingga 12 orang dari proses produksi hingga pemasaran dengan jumlah penyebaran ke outlet mencapai 1.200an. April 2012, Joko menahbiskan nama usahanya Amanah Cemilan Indonesia dan merk produk keripik singkong eceranRp 500 dengan merk keripik balado, eceran Rp 1.000,- merk Super 5, eceran Rp10 ribuan dan Rp20 ribuan merk Keripik Pedas Dua Cabe, sedangkan keripik pisang diberi merk Cripies (Keripik Pisang) dengan varian harga Rp1.000,- Rp10 ribuan dan Rp20 ribuan.

Sejatinya dengan meningkat penjualan ini, Joko bisa tenang. Namun, faktanya hambatan belum mau pergi. Karyawan mulai menuntut gaji minimal UMR senilai Rp1,8 juta. Joko mengatakan permintaan karyawannya tidak bisa dipenuhi, karena perhitungan omset belum bisa menutupi tuntutan karyawan, ditambah lagi ada kenaikan BBM di 2013 premium menjadi Rp6.500 per liter plus bahan bakupun ikut naik sehinga menurunkan margin keuntungan. “Pada Oktober 2013 saya memutuskan untuk mengurangi produksi produk yang margin keuntungannya kecil yaitu eceran Rp500 dan Rp1.000 dan karyawanpun dikurangi hingga 50 persen hingga tingggal enam orang saja,” jelasnya.

Penjualan saat ini difokuskan pada produk yang harga jualnya Rp6 ribu ke atas dan dijual di outlet retail modern yang efektifnya tinggal 100-an outlet yang mencakup ritel, koperasi, kantin sekolah dan toko roti. Sedangkan, outlet yang 1.200an adalah toko-toko tradisional yang menjual produk eceran Rp 500 dan Rp 1.000 sementara ini tidak dikunjungi lagi karena produksi yang dibatas. “Margin eceran ini tidak bisa nutupi biaya operasional,” tegasnya.

Joko pun lebih menekankan pada produk primadona konsumen yakni Keripik Pedas Dua Cabe yang warna merah disusul Dua Cabe yang warna hijau. “Keripik pisang-Cripies keju bakar trendnya juga naik termasuk yang rasa coklat dan original,” ujarnya.

Menurutnya, meski banyak camilan sejenis dia memastikan standarisasi yang digunakannya dalam proses produk membantu menjaga kualitas produknya. “Yang membedakan adalah kami berusaha membuat standarisasi di setiap proses mulai pemilihan bahan baku, proses produksi, penyimpanan dan pengiriman produk ke pelanggan dijaga semaksimal mungkin mengikuti standard GMP produk olahan. Sedari usaha masih kecil, kami berusaha menerapkan proses produksi standar tinggi, seperti minyak goreng yang dipakai tidak mau minyak curah meskipun lebih murah, kami pakai minyak bermerk dan berlabel Halal. Garampun kami pakai yang berlabel halal. Bumbu tabur baik pedas, keju, coklat dan yang lainnya langsung didatangkan dari produsen yang telah mempunya sertifikat Halal dan sertifikat GMP/HACCP,” bebernya. Joko sendiri masih punya impian, ke depan produk Amanah Cemilan Indonesia bisa menambah varian-varian baru dan bisa menembus pasar ekspor. (nina rialita)

Amanah Cemilan Indonesia
Owner : Joko Sudarwanto
Alamat : Jalan Speksi Sei Batuan, Lingkungan II, Kelurahan Asam Kumbang, Medan.
Pin BB : 213C3EF

Doctor Shoes

Perempuan dan gaya adalah dua hal yang sulit bisa dipisahkan. Untuk itu, perempuan acapkali melirik bisnis berbasis fashion. Satu di antaranya Sylvana Rianty. Gadis kelahiran Medan 22 Oktober 1992 ini membangun sebuah usaha sepatu handmade bertajuk Doctor Shoes dari nol. Produk buatan Sylvana bukanlah sepatu untuk kepentingan dunia kedokteran atau medis meski labelnya memakai kata Doctor. Sepatu Sylvana sangat trendi untuk perempuan modis. Koleksi buatanya juga mayoritas high heels yang sangat menawan.

Pentahbisan nama Doctor Shoes lantaran sang empunya adalah dokter muda yang sedang menjalani pendidikan untuk menjadi dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Djulham, Binjai, Sumatera Utara, bagian obgyn. Dia baru saja menamatkan kuliah di fakultas kedokteran Universitas Prima Indonesia, Medan, April 2014 sebagai dokter muda dengan gelar S.Ked (sarjana kedokteran).

Doctor Shoes.Owner (2)

Sylvana membuka usaha ini sejak 1 Februari 2013. “Saya sangat menyukai sepatu dan hobi mngoleksinya apalagi saya terobsesi sama brand sepatu ternama. Lalu saya bertekad punya usaha sepatu sendiri di mana saya rancang sesuka hati saya. Begitulah konsep usaha ini, usaha yang menyediakan pembuatan sepatu sesuai keinginan konsumen baik model, warna juga motifnya,” ujarnya.

Sejatinya memulai usaha ini tidak gampang. Dia terpaksa menjual jari-jari sepeda motornya senilai Rp600 ribu untuk dijadikan modal usaha. “Ini kendala di awal, saya berusaha mengumpulin modal sampai harus menjual jari-jari sepeda motor saat itu. Dari situlah jatuh bangunnya usaha ini sampai sekarang,” timpalnya.

Semangatnya yang besar membuat Sylvana bisa bangkit, walau sempat ditentang kedua orang tuanya yang tak ingin kuliah di kedokteran berantakan hanya gara-gara usaha sepatunya. “Sampai akhirnya saya berani ambil keputusan sendiri untuk lanjut usaha dan kuliah tetap jalan,” ucapnya. Duka lainnya di awal usaha adalah harus mengerjakan semua sendiri, termasuk harus menjadi kurir karena terbentur biaya untuk menggaji karyawan. Dia selalu mengantar orderan sepulang kuliah hingga larut malam pakai sambil menenteng semua sepatunya. “Jadi sudah enggak ada malunya lagi. Belum lagi ada konsumen yang komplain habis-habisan karena enggak sesuai pesanannya, padahal saya sudah bertanggung jawab untuk buat lagi, dia tetap enggak mau. Saya diolok-olok, terhina banget sampai nangis. Di sinilah saya sangat terpukul dan sempat berhenti seminggu,” kenangnya.

Beruntung, sang mama yang mulai luluh melihat perjuangan anaknya memberikan dorongan. Lewat semangat sang mama jugalah, Sylvana berhasil bangkit. “Beliau (mama) bilang, namanya usaha pasti ada rintangannya, lalu saya coba tenangin diri selama seminggu dan bisa kembali bangkit,” jelasnya.

Bisnis sepatu Doctor Shoes bisa dipesan secara online. Sylvana menggunakan semua layanan di media social, seperti twitter, whatsapp, BBM, line juga instagram, juga kadang ikut pameran di lokasi berbasis mahasiswi. Sepasang sepatu dibuat dengan memakan waktu satu hingga tiga minggu, dan bisa lebih cepat atau bahkan lebih lama tergantung jenis sepatu yang akan diproduksi dan tingkat kesulitannya.

Sepatu koleksi Sylvana dijual dengan harga ratusan ribu. Untuk flat Rp240 ribu, heels dan wedges Rp275 ribu hingga Rp310 ribu. Juga ada model angkle dan boots dengan harga Rp285 ribu hingga Rp350 ribu. “Waktu pembuatan dan harga bisa berubah tergantung permintaan jenis sepatunya,” bebernya.
Kini, konsumen Doctor Shoes tidak lagi anak gadis tapi juga ibu-ibu baik dari Medan, Aceh bahkan sudah ke Jakarta, Kepulauan Riau. “Kalau pesanan enggak selalu konsisten. Tapi dalam seminggu bisa tujuh pasang terjual,” katanya. Kini, Sylvana juga merambah menjadi reseller sepatu pria dan sepatu sport brand ternama, karena dia focus pembuatan sepatu wanita.

Warga Jalan Diski Telaga Sari No.12 KM.15 Medan 20351 ini menambahkan saat ini dia berusaha mempertahankan usahanya dengan pendekatan ke konsumen semakin dekat. Baik dari cara interaksi, hinga menjawab semua pertanyaan konsumen demi kesempurnaan pesanan. “Terus bernovasi dengan model, tapi interaksi ke konsumen terus dijaga karena konsumen enggak suka dengan owner yang sombong,” lanjutnya.

Lalu bagaimana kelangsungan karir di dunia medisnya? “Saya mau dua-duanya tetap jalan. Saya enggak mau juga dibilang Doctor Shoes sebagai usaha sampingan. Saya mau berjalan seiring dengan dokter, karena selain membangunnya juga di waktu bersamaan, tingkat kesulitannya mempertahankan keduanya waktu juga sama-sama susah payah,” pungkas Sylvana yang kini punya tiga pekerja. (nina rialita)

Nama : Sylvana Rianty
Alamat : Jl. Diski Telaga Sari No.12 KM.15 Medan 20351 (Wita Saloon/Doctor Shop)

Kagaya Sport

Momen Piala Dunia adalah rezeki yang turun bak durian runtuh bagi Hengki Ahmad, sang owner toko Kagaya Sport. Meski gelaran empat tahun sekali itu baru akan dimulai Juni 2014, toko ini sudah menyediakan berbagai kostum peserta event yang tahun ini dilaksanakan di Brasil tersebut, sejak awal tahun.

“Untuk merchandise seperti jersey peserta Piala Dunia sudah ada dan pangsa pasarnya lumayan. Terutama untuk tim-tim besar, seperti tuan rumah Brasil, Belanda, Italia, Spanyol,” ujar pria berusia 43 tahun ini kepada Majalah Inspirasi Usaha. Bahkan, lanjutnya, untuk jersey tim nasional Italia sudah restock, karena peminatnya cukup banyak.

TOSHIBA CAMCORDER

Di Kagaya sendiri, selain jersey tim nasional peserta Piala Dunia, replika bola yang akan dipakai di Brasil juga sudah dijajakan. Sedangkan, merchandise lainnya seperti syal, gantungan kunci, stiker, topi dan pernak pernik Piala Dunia lainnya akan menyusul mendekati hari H perhelatan akbar tersebut. “Karena momen Piala Dunia juga, pembeli kostum klub-klub Eropa ataupun klub lokal Liga Indonesia sudah mulai sepi kecuali untuk klub-klub yang lolos ke semifinal Liga Champions, seperti Chelsea, Bayern Munchen, Real Madrid yang terus masih bagus penjualannya,” ungkapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan stock merchandise Piala Dunia, Hengki mengaku menyediakan budget khusus yang lebih banyak dibanding hari biasa. Perputaran uangpun meningkat hingga 50 persen. Jika, rata-rata di hari biasa omset usahanya bisa Rp20 jutaan, maka di momen Piala Dunia ini bisa mencapai Rp30jutaan. “Tentu ada anggaran khusus yang ditambah dari hari biasa, karena prediksi saya mengingat momen Piala Dunia sebelumnya, omset bisa naik lima puluh persen. Dan penjualan akan menurun jika sebanyak pada saat persiapan hingga babak penyisihan menuju final. Pembeli akan mengerucut sesuai dengan tim-tim mana saja yang akan masuk semifinal serta final,” ucapnya.

Hengkipun yakin Piala Dunia 2014 bakal lebih meriah lantaran digelar di negri Samba-julukan Brasil, yang notabene adalah negara dengan talenta-talenta apik di lapangan hijau. “Euforianya pasti akan lebih besar. Terutama saat banyak agenda nonton bareng pertandingan piala dunia. Di sini orang akan mengenakan kostum negara yang didukungnya dan produk akan banyak terjual,” timpalnya. Untuk harga barang, di Kagaya Sport dibanderol dari yang termurah Rp35 ribu hingga ratusan ribu.

TOSHIBA CAMCORDER

Menurut pria pemilik klub Gumarang FC dan sekolah sepak bola (SSB) Gumarang ini, jersey adalah produk yang paling banyak lagi, sementara merchandise lainnya hanyalah barang penunjang penjualan. Untuk itu, jauh hari dia sudah berbelanja barang-barang dari ke Bandung, Jakarta serta suplier dari produk China. Saat ini, akunya produk China sudah mulai merambah dan memasuki pasar-pasar dan menyaingi produk Thailand yang terkenal dengan jersey KW grade original. “Kalau untuk barang dari Bandung dan Jakarta kebanyakkan kostum untuk anak-anak usia sepuluh tahun hingga anak remaja, lakunya juga sangat cepat. Hanya saja, yang biasanya kami ambil agen untuk barang Thailand saat ini sudah ada suplier untuk barang dari China. Harganya lebih murah, namun bagi yang sudah biasa memakai kostum bola pasti bisa tahu beda kualitasnya. Jadi kalau untuk barang lokal dari Medan sama sekali enggak ada,” jelasnya. Untuk jersey original, Kayaga tidak punya stok setiap saat, menurutnya stok akan dibeli sesuai pesanan konsumen.

Namun, diakuinya pemenuhan barang-barang untuk jersey 32 peserta Piala Dunia dari Benua Afrika dan Asia sulit didapat. Hanya beberapa tim saja yang punya stok banyak. “Ini pengalaman hampir setiap piala dunia. Sangat kesulitan dapat barang untuk tim Afrika, Asia, bahkan untuk benua Amerika. Hanya banyak itu tim nasional benua Eropa. Seperti Iran, Chile, Ekuador sangat susah sekali dapat stok jersey grade ori, kecuali untuk Korea Selatan di Asia dan Nigera di Afrika, mudah didapat. Dan ini terjadi setiap momen piala dunia. Padahal, terkadang konsumen ini ada saja yang ingin tampil beda dalam memakai dan memilih kostum negara Piala Dunia,” bebernya.

Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini menjelaskan bisnis di ranah yang menyentuh dunia olahraga, terkhusus sepak bola sangat dinikmatinya. Tidak hanya menyambut Piala Dunia, Seagames, Asian Games, Pekan Olahraga Nasional (PON) pun dia menyediakan stok lebih. Dia pun yakin akan usaha yang sudah dibangunnya selama 12 tahun ini. Apalagi, sepak bola ibarat sudah mendarah daging baginya.

Hengki menyukai si kulit bundar sejak masa mudanya. Dari hobinya tersebut, dia pun sempat menapaki karir sebagai pesepakbola di klub lokal Medan Bintang Utara. Namun, dia tidak melanjutkannya ke jenjang sepakbola profesional dan memilih meneruskan kuliah di fakultas hukum. Setamat kuliah dia menerima panggilan kerja di perusahaan asing di Jawa Barat. “Entah kenapa saya malah ditempatkan di Subang, kebetulan abang saya manajer di perusahaan asing tersebut. Saya bilang, ingin ditempatkan di Bandung. Lalu abang saya bilang kalau mau di Bandung harus menunggu tiga bulan lagi. Saya katakan oke. Abang saya sempat bilang lalu mau apa selama tiga bulan menunggu. Sayapun memilih menghabiskan waktu menjelajahi perusahaan-perusahaan konveksi di Jawa Barat, ternyata di situlah saya melihat peluangnya sangat bagus. Jawa Barat layaknya sentra untuk memenuhi permintaan provinsi lain,” ungkapnya.

Menangkap peluang, Hengkipun beranikan diri memulai usaha di Jawa Barat. Meski banyak pesaing dia menjadi suplier barang-barang olahraga di enam daerah di sana, seperti Bandung, Karawang, Subang dan lainnya. “Saat ditawari abang saya lagi untuk masuk ke perusahaan asing malah saya tolak, saya bilang mau serius saja di usaha ini. Kemudian saya balik ke Medan dan ikut menawarkan produk olahraga di Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) ternyata banyak yang suka. Akhirnya sudah dua belas tahun sampai sekarang. Untuk usaha suplier yang dirintis di Bandung dipegang oleh abang saya dan tetap jalan,” ungkapnya yang kini dibantu enam karyawan dan sudah bisa memiliki dua toko. (nina rialita)

Kagaya Sport
Owner : Hengki Ahmad
Alamat Toko : Jalan Gedung Arca No 43 D, Simpang Halat-Medan
Jalan A R Hakim/Bhakti No 173 A Medan
Nomor TLP : 061-77038249/08126406347

Afika Rattan Furniture

Bisnis furnitur sudah dilakoni Atikah Puspita bersama keluarganya turun temurun sejak 1989 dengan nama Afika Rattan Furniture. Produk yang dijual di usaha ini adalah berbahan baku rotan. Pada masa itu, perkembangan meubel rotan sangat pesat mengacu pada permintaan konsumen luar negeri yang menyebabkan aktivitas ekspor meningkat. Keluarga Tika-sapaan akrabnya, yang awalnya hanya sebagai karyawan swasta di suatu perusahaan rotan selama satu tahun memilih berhenti jadi pekerja dan memilih membangun usaha furnitur meubel rotan.

Berbekal ilmu di perusahaan rotan yang sudah sempat didalami, usaha ini dibangun. Sambutan positif di awal membuat semangat keluarga Tika semakin menjadi. Modal awal usaha didapatkan dari pinjaman. Sedangkan, bahan baku rotan didapatkan dari Aceh, Padangsidimpuan (Sumatera Utara), Kalimantan bahkan Padang. “Modal awalnya adalah kepercayaan diri, lalu modal dana dari pinjaman abang saudara,” ujarnya kepada Majalah Inspirasi Usaha.

Afika Rattan-Owner-Tika (1)

Dalam proses pembuatan produk, Tika dan keluarga merekrut tenaga ahli dari Pulau Jawa, mengingat Pulau Jawa masih dianggap sentra pembuatan furnitur ini. “Kami fokus pada bahan baku pilihan juga dibantu tenaga ahli yang skillnya juga mumpuni. Ini kami lakukan karena dari dahulu hingga kemarinya, persaingan usaha sejenis sangat pesat. Jadi kami meminimalisir kekhawatiran melihat sangingan dengan menciptakan produk berkualitas,” ucap alumni Sarjana Pendidikan di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini.

Setelah produk jadi, pemasaran produk dilakukan kali pertama dengan menawarkan ke toko-toko di sekitar Medan dan luar kota. Butuh waktu untuk bisa diterima, namun akhirnya dilirik konsumen luar negeri sampai sekarang. Malaysia menjadi konsumen tetap hingga saat ini. Afika Rattan Furniture membuat produk diantaranya kursi santai, kursi goyang, kursi teras, kursi tamu rotan, parsel dan lainnnya. Produk dihargai mulai dengan Rp300 ribu hingga Rp5 juta.

Perkembangan usaha lumayan stabil di awal mulai dari barang-barang rumah tangga hingga ke parcel rotan, namun tahun 1999 sebuah musibah terjadi. Permintaan parcel yang biasanya masif, berkurang drastis lantaran barang produksi mereka khususnya parcel tercemar biskit beracun. Mereka berusaha bangkit dan bisa.

Dalam seminggunya, dibantu dua kepala tukang untuk membuat rangka meubel rotan, delapan orang menganyam dan satu orang finishing, Afika Rattan Furniture bisa memproduksi sepuluh set produk. “Untuk tenaga pemasaran, kami cukup dengan yang ada di keluarga. Sepuluh set yang diproduksi tersebut terkadang habis terjual, ya kadang juga tidak. Ada momen-momen tertentu permintaan bisa meningkat, seperti menjelang lebaran atau tahun baru,” ungkapnya. Dan, dalam seminggunya omset jualan ke wilayah luar kota mencapat Rp15 juta, dan dalam toko sekira Rp10 juta, dan bisa naik tergantung permintaan.

Tika yang diberikan tanggung jawab mengelola toko sejak tahun 2009 ini mengatakan, sejatinya punya cita-cita lain, namun karena kedua orangtuanya sudah tua, Tikapun memutuskan mengemban permintaan orangtuanya. “Ya, kalau sekarang bisa dibilang saya lebih suka jadi pengusaha,” tuturnya.

Untuk itu, beragam cara terus dicobanya untuk mempertahankan usaha. Misalnya, menggunakan layanan online untuk menggaet konsumen. Melalui facebook juga BBM, Tika memudahkan konsumen untuk memilih satu set kursi untuk beragam jenis rumah, baik minimalis hingga moderen. “Ini salah satu cara menarik konsumen. Sebab, banyak juga konsumen yang bingung ketika beli mau yang mana yang pas untuk rumahnya. Kami akan merasa lebih puas ketika, konsumen merasa tidak salah memilih barang. Apalagi, saat ini persaingan terus berjalan. Banyak pengusaha atau pengrajin furniture yang memilih jemput bola dengan memasarkan langsung produknya dari pintu ke pintu dengan menggunakan mobil ke konsumenya,” ungkapnya.

Satu target Tika yang belum tercapai saat ini adalah membuka toko di cabang luar kota. “Agar jangkauan konsumennya bisa lebih luas. Termasuk terus membuka peluang untuk memasarkan produk ke luar negeri. Jika, saat ini masih Malaysia, kami punya keinginan negara lain bisa kenal produk kami,” pungkasnya. (nina rialita)

Afika Rattan Furniture
Nama Lengkap : Atikah Puspita, SPd
Nama akrab : Tika
Alamat Produksi : Jalan Gatot Subroto No. 325, Medan
Nomor HP : +6281260000447
Facebook/ Yahoo : afikarattan@yahoo.com.
Pin BB : 27F3DC97

Djohan Coffee Corp-Meracik Kopi dalam Garasi

Usaha bisa dilakukan di mana saja, bahkan di garasi sekalipun. Di tangan Salimin Djohan, di lokasi yang disediakan untuk parkir mobil pribadinya tersebut, dia mampu menciptakan produk kopi nikmat. Mengemban nama usaha Djohan Coffee Corp, pria kelahiran 27 Desember 1968 ini meracik kopi sendiri yang awalnya untuk memenuhi kebutuhan kedai kopinya yang dibukanya di tahun yang sama kini memiliki konsumen sendiri.

Sejak tahun 2009, pria yang akrab disapa Djohan ini memanfaatkan garasi yang berukuran 4 x 6 meter. Bapak satu anak ini mengaku terinspirasi dari Steve Jobs yang bersama temannya Steve Wozniak dikenal sebagai Founder Apple yang juga menggunakan garasi di awal merintis karir. Di garasi ini, Djohan adalah bos dan pekerja di mana dia harus langsung turun tangan melakukan segala hal. “Saya memulai gongseng kopi di garasi mobil saya, karena awalnya dari keinginan untuk memulai menjadi roaster kopi dengan modal sekecil-kecilnya. Tidak perlu sewa tempat dan pegawai juga cuma satu orang saya sendiri. Saya terinspirasi dari Steve Jobs,” ungkapnya kepada Majalah Inspirasi Usaha.

Langkah ini, lanjutnya paling ideal untuk memulai usaha, agar risiko minim dan bisa mencurahkan modal untuk peralatan yang dibutuhkan daripada anggaran habis untuk sewa tempat. “Saya kira itu juga yang dilakukan Steve Jobs dan enterprenuer lainnya,” timpalnya.

Djohan Coffee di Pabrik Garasi (1)

Untuk mendapatkan hasil yang terbaik, Djohan berburu biji kopi pilihan yang terkenal dengan kualitas kopi yahud. “Saya mendapatkan green bean (biji) kopi dari pengumpul kopi daerah Aceh Gayo, juga daerah Sidikalang dan daerah Lintongnihuta,” tegasnya.

Dalam prosesnya, Djohan mengurai jika dilakukan dengan tahapan grading (memilah kualitas biji kopi mentah), sizing (membuat ukuran yang sama), misalnya biji kopi antara 5-7 mm dan di atas 7 mm, sisanya tidak dipakai, serta penjemuran untukmendapatkan kadar air biji kopi sekitar 12 %, proses itu bisamemakan dua sampai tiga hari untuk hasil sekira 200 kg biji kopi bagus. “Dunia yang paling hebat ada di internet, saya pelajari soal kopi. Sehingga saya mengerti kopi yang bagus,” ujarnya soal pengetahuannya tentang kopi dan proses pembuatannya.

Karena pabrik kopi diakuinya masih berskala kecil, Djohan masih mengerjakan semua proses sendirian. “Saya melakukan semua proses testing dari green bean sampai siap seduh, karena pabrik masih kecil volume, jadi belum memakai tenaga ahli, hal lain yang membuat saya suka bergelut dari proses tersebut adalah belajar langsung dan berani untuk melakukan kesalahan. Yaitu mengambil risiko yang sudah diperhitungkan, tujuannya adalah untuk mendapatkan mana yang benar, kita perlu tahu mana yang salah,” tuturnya.

Hasil racikan kopi yang telah digongseng, disuplainya ke kedai kopinya bernama Kopi Tiam Ong serta Republik Kopi di Medan. Di samping itu, dia juga menjual kopi dalam bentuk biji dan bubuk ke publik. Untuk kopi bubuk dijualnya ukuran 100 gram dengan Rp25 ribu dan 200 gram dengan Rp50 ribu. Dalam sebulan sekira 1,500 kg laku terjual. “Umumnya yang membeli adalah konsumen yang memang penikmat kopi sewaktu di kantor, di rumah dan sebagian lagi konsumen dari luar kota untuk oleh-oleh dari Medan,” jelasnya.

Djohan memang harus berbagi waktu tidak hanya terjun langsung ke pabrik kopi di garasinya, juga mengontrol perkembangan kedai kopinya. Diakuinya, usaha kedai kopi masih menguntungkan. “Saya kira kedai kopi tetap menarik dan menguntungkan, karena merupakan gaya hidup orang perkotaan. Jadi saya tetap menginginkan perkembangan gerai kedai kopi ,. Namun, pabrik kopi di garasi akan tetap dipertahankan sampai kapasitasnya tidak memungkinkan, barulah dipikirkan untuk mendapatkan tempat baru yang lebih baik dan moderen,” ucap alumni S2 Institut Pengembangan Indonesia ini.

Apalagi, menurutnya kedai kopi dan café berkembang pesat di Kota Medan sehingga permintaan kopi siap seduh menjadi berkembang. “Sebagai pemilik kedai kopi dengan brand lokal, saya tidak bias membeli dari orang lain (kopi racikan), karena merupakan prestise dan keunikan dari si pemilik kedai, sehingga saya harus menggonseng sendiri dengan cita rasa yang saya inginkan. Namun kalau hanya menjalankan pabrik kopi saja, pasarnya harus lebih,” pungkas pria yang memilih memiliki usaha sendiri daripada meneruskan usaha furnitur orangtuanya. (nina rialita/Majalah Inspirasi Usaha)

Djohan Coffee Corp
Owner : Salimin Djohan
Nomor HP : 08126071690
Alamat : Komplek Griya Riatur Indah, Medan (Rumah & Pabrik Kopi)
Jalan Dr Mansyur No.39, Medan (Resto Kopi Tiam Ong)
Jalan Setia Budi, Medan