Tas Kerajinan Fatma

Jika Anda belanja ke pasar akan menemui tas-tas yang dijual murah dengan desain yang sejatinya apik. Bisa jadi, tas tersebut hasil karya dari usaha rumahan. Seperti yang dilakoni Fatmawati, perempuan berusia 41 tahun bersama suaminya Ali Nasir Caniago (41 tahun). Tas buatan keduanya yang diproduksi di kediamannya Jalan Bajak IV, Gang Perjuangan 1, Kecamatan Medan Amplas ini tidak hanya menjadi langganan pedagang tas, tapi sudah merambah pasar luar provinsi bahkan acap kali menerima pesanan khusus dari instansi dan acara kepartaian.

Saat ditemui di rumahnya, Fatma menuturkan usaha Tas Kerajinan Fatma sudah dimulai lima tahun lalu dengan sangat sederhana dengan bermodalkan Rp500 ribu. Uang senilai itu, dibelikan mesin jahit kecil dan bahan-bahan baku. Fatma beruntung memiliki suami yang punya keahlian menjahit yang diterimanya dari kursus dan berhasil mentransfer ilmunya ke Fatma. Ali Nasir mengambil peran menjahit pola yang sudah dibentuk oleh sang istri dengan mesin jahit model lama. Semua masih dikerjakan dengan sangat manual.

Kerajinan Fatma (2)

Tas Kerajinan Fatma ini mulai dari tas kantor, sekolah, modis dan lainnya dengan bahan beraneka ragam, seperti metalic, kain ulos, kain lupin. Saat diperkenalkan ke publik, pasangan suam istri ini mengalami kendala, dan kadang terpaksa harus mengutang ke orang lain. “Kami pasarkan sampai ke Siantar (kota di Sumut). Awalnya laku hanya dua, kadang ngutang sebelum dapat langganan. Dan produksinya masih sanggup hanya dua lusin tas” ujarnya.

Kondisi seperti itu, mulai membaik setaun kemudian. Langganan mulai tertarik dengan hasil karya Fatma. Dari mulut ke mulut, tas Fatma mulai dikenal. Fatma sudah merasakan balik modal dan keuntungan bertahap. Dari keuntungan tersebut, Fatma dan suami membeli mesin jahit tambahan. “Lama-lama banyak orang instansi dan dinas tahu tas saya akhirnya mereka memesan. Begitu juga organisasi dan partai, kalau ada acara pelatihan atau kepartaian pesan tas ke saya,” tutur ibu dua anak ini.

Banjirnya pesanan tas, membuat keduanya memberanikan diri mempekerjakan karyawan untuk membantu. Itupun kadang kesulitan memenuhi permintaan pasar, terlebih banyak karyawannya yang mendalami tata cara membuat tas selama bersama Fatma dan suami, malah memilih hengkang dan membuka usaha sendiri. “Kalau permintaan pesanan dari pasar, seminggu mencapai 12 lusin untuk satu model, belum lagi pesanan dari dinas-dinas dan lainnya. Dulu karyawan ada lima, mesin ada enam. Tapi, karyawan sudah pandai buat sendiri ya mereka lepas dari kami dan buka usaha yang sama sendiri. Mau bagaimana lagi, itulah risikonya. Kami juga senang bisa menularkan skill ke orang lain agar mereka juga bisa membuka lapangan kerja. Jadinya memang terkesan seperti persaingan bisnis, tapi bagus juga untuk meningkatkan kreativitas kami. Kalau di Medan, saingan bisnis seperti ini sangat banyak. Ya untuk bisa bertahan harus terus berinovasi dalam membuat model dan padu padan bahan baku,” ungkapnya.

Produksi Fatma kian melonjak saat mengikuti berbagai pameran. Diapun mengaku hanya memproduksi sesuai pesanan dan tidak punya stok. Tas-tasnya yang dijual di pasaran dengan kode barang OB alias obral bahkan menarik simpati konsumen dari Malaysia. Para wisatawan ini sering belanja tas di Medan dan mendapati tas-tas Fatma dijual murah dengan desain yang bagus. Banyak konsumen dari Malaysia, Jakarta yang sudah jadi langganannya. “Konsumen kami sudah sampai ke Malaysia. Mereka belanja di toko, begitu juga dari Jakarta, Palembang yang suka beli barang OB, karena katanya kalau di sana (Jakarta) tidak ada tas OB seperti yang saya buat,” bebernya.

Meski sudah banyak pesanan, Fatma mengakui belum bisa menerapkan margin harga jual dan keuntungan yang besar. Harga tas Fatma mulai didrop ke pasar dengan harga Rp25 ribu hingga Rp150 ribu. Keuntungan bisa diraihnya besar tergantung banyaknya pesanan, khususnya dari instansi dan partai. Sedangkan untuk barang yang didrop sesuai pesanan ke pasar omset mencapai Rp6 jutaan. “Omset tergantung pesanan, bisa lebih besar kalau makin banyak yang pesan. Pelanggan dari instansi dan acara partai jika membludak akan sangat mempengaruhi omset,” ungkapnya.

Saat ini, tak banyak kendala yang dihadapi Fatma kecuali harus tetap berinovasi di tengah persaingan pasar, dan mencari bahan baku yang bagus untuk tas tas tersebut. Karena bahan baku tas kantor misalnya harus diimpor dari luar Medan. “Kualitas bahan baku yang ada di Medan kurang bagus, jadi harus cari ke kota lain. Tapi untuk tas-tas lainnya masih bisa menggunakan bahan baku di Medan,” ucapnya.

Fatma mengatakan tetap optimis dengan usahanya ini. Menurutnya, tak semua orang bisa membeli tas branded yang mahalnya dan harganya bisa mencapai ratusan ribu hingga puluhan juta. “Tingkat ekonomi orang berbeda-beda, orang masih bisa bergaya dengan tas-tas bagus dengan harga murah. Selama ini pelanggan saya juga ada yang dari kalangan menengah ke atas. Karena mereka bisa memesan tas sesuai maunya mereka, jadi hasilnya bisa unik,” pungkasnya. (nina rialita)

Tas Kerajinan Fatma
Alamat : Jalan Bajak IV, Gang Perjuangan 1, Kecamatan Medan Amplas
Nomor Telepon : 081264707831

Monang Siagian-Pemilik Rumah Boneka Barbie

Sabar dan kerja keras menjadi modal utama seorang Monang Siagian dalam membangun usaha Rumah Boneka Barbie. Di kawasan Jalan SMA 2, Polonia, Medan, nama usaha Monang sangat dikenal. Bahkan, Monang bisa disebut sebagai satu-satunya pengrajin rumah boneka Barbie yang bertahan di tengah gempuran persaingan mainan anak-anak dengan produksi moderen.

TOSHIBA CAMCORDER

Monang tidak hanya dikenal karena pilihan usahanya, namun juga karena optimismenya dalam menjalani hidup, meski dalam kondisi tidak sempurna. Sejak usia empat tahun, Monang kehilangan kaki kirinya, karena jatuh dari kereta api di Kisaran, Sumatera Utara.

Saat INSPIRASI USAHA menemuinya di tempat usahanya tersebut, Monang sedang duduk sambil mengemas kerupuk kulit. Tongkat yang biasa membantunya dalam beraktivitas diletak di samping kaki kirinya. “Ya beginilah usaha saya. Selain rumah Barbie, saya juga sambil membungkus kerupuk untuk dijual,” ujarnya. Kerupuk yang sudah dibungkus itu dijajakan di depan tempat usaha rumah boneka barbienya.

TOSHIBA CAMCORDER

Rumah boneka Barbie buatannya berbahan baku dari triplek. Dari bahan sederhana ini, Monang mengeluarkan ide kreatifnya dan menjadikan mainan anak-anak yang ekslusif. Warna rumah boneka ini didominasi merah jambu dengan campuran biru dan liris putih. Tidak bertumpu pada rumah boneka, Monang juga membuat perlengkapan rumahnya seperti miniatur kursi, juga tempat tidur dan ada beberapa miniatur bus.

Satu karyanya dihargai mulai Rp300 ribu hingga Rp800 ribu. Mahalnya harga tergantung tingkat kesulitan dalam membuatnya dan tingkat rumah boneka Barbie tersebut. Sedangkan, untuk perlengkapan rumah, satu setnya dijual Rp150 ribu.

TOSHIBA CAMCORDER

Dalam menjalankan roda bisnisnya, Monang dibantu istri dan tiga karyawannya. Produknya ini sudah merambah pasar di seluruh Indonesia dan punya pangsa pasar sendiri. Monang ogah menjajakan karyanya ke mal atau sejenisnya. “Kalau mau beli, langsung kemari saja. Karena kalau diletakkan ke mal biasanya akan dilunasi setelah barang laku, wah nunggu uangnya lama. Bagus seperti ini, beli langsung dan cash,” jelasnya.

Dalam sebulanya, Monangnya bisa memproduksi 30-40 unit. “Jumlah produksi kadang tergantung pesanan. Kalau masa liburan bisa laku lumayan banyak. Bahan bakunya tidak susah didapat, di Medan sangat banyak. Hanya untuk hiasan pinggiran rumah boneka yang masih didatangkan dari Jawa,” tukas bapak dua anak ini.

Monang menjelaskan, membuka rumah boneka Barbie sejak tahun 2002 dengan modal Rp10 jutaan. Kali pertama, Monang sampai membuka tiga cabang, fungsinya hanya untuk promosi. Dua cabang kemudiannya ditutup dan hanya fokus di Jalan SMA 2.

Ini setelah keputusannya pulang ke Medan, pasca-merantau ke daerah lain sejak tahun 1980-an. Pria kelahiran Kisaran 10 Oktober 1962 ini, sejak masih duduk di bangku sekolah dasar sudah merantau ke Pulau Jawa. Dia menyebut langkah tersebut nekat, lantaran masih kecil sangat nakal dan menolak sekolah.

Monang menetap di Cilandak hampir 20 tahun dan hidup dengan berbagai pekerjaan. Termasuk, menjadi ballboy (pemungut bola) cabang olahraga tenis. Siapa sangka, pekerjaan menjadi pemungut bola membawanya menjadi atlet andal. Selepas bekerja tiga shift dalam sehari, Monang membiasakan diri berlatih di lapangan dengan raket pinjaman. “Setelah itu, saya latihan dengan kursi roda. Dan mencoba ikut kejuaraan. Saya membela DKI Jakarta dan menang di Kejurnas Senayan tahun 1988,” kenangnya.

Dari sini, karirnya sebagai atlet terus melambung dan membawanya ke seluruh Indonesia, bahkan luar negeri. Tahun 1995, Monang terbang ke Belanda, setahun berikutnya ke Australia, Inggris, Jepang dan Korea. “Tahun 1997 saya gagal ke Amerika Serikat, karena gagal seleksi di Malaysia,” timpalnya.

Prestasinya tersebut membawa Monang mendapat perbekalan dari seorang temannya yang juga bisnis rumah boneka Barbie. Monang juga dapat pelatihan dari Yayasan Orang Cacat di Jakarta dan mulai membuka usaha rumah boneka Barbie.

Monang pulang kampung ke Medan, di tengah usahanya membangun bisnis ini, Monang mendapatkan tawaran menjadi atlet Sumut dari Gubernur Sumatera Utara, Almarhum Tengku Rizal Nurdin. “Saya dijanjikan bonus dan pekerjaan jika juara. Saya meraih emas di cabang tenis dan perunggu di balap kursi roda. Hanya bonus Rp30 juta yang saya terima, pekerjaan tidak,” tuturnya.

Selepas itu, Monang memutuskan menghentikan karirnya sebagai atlet dan fokus mengembangkan usahanya bermodal bonus dari atlet. Dalam usaha, Monang juga pernah melakoni pekerjaan lain seperti supir taksi. Dia juga mengalami masa terpuruk misalnya kehilangan seluruh barang dagangannya saat dilalap si jago merah. “Dulu bukan di sini lokasi jualan pertama kali (beberapa meter dari lokasinya sekarang). Terbakar, semuanya tak bersisa. Ya ikhlas saja, saya usaha lagi, bangun dari awal lagi dan bertahan sampai sekarang,” ucapnya.

Monang optimis usahanya ini bisa terus bertahan. Selain sudah balik modal, Monang bisa menghidupi keluarganya. Tak heran hampir setiap hari, keluarga Monang yang rumahnya di Pasar VII Marendal, Jalan Sejati, lebih banyak menghabiskan waktu di kawasan Polonia sejak buka pukul 07.00 WIB dan tutup pukul 18.00 WIB. “Saya optimis, karena apa yang saya jual tidak banyak dikerjakan orang lain di Medan. Namanya usaha, selain kerja keras, haruslah sabar. Sabar menanti konsumen dan sabar menunggu barang laku,” pungkasnya. (nina rialita/terbit di Majalah Inspirasi Usaha/Makassar, edisi November 2012)

Rumah Boneka Barbie
Alamat : Jalan SMA 2 (Samping Perumahan Malibu)
Telepon : 081397640232/0852753423

Srikandi Embroidery-Produknya Diminati Pasar Mumbai

Nina-ist-Srikandi-Pak Suwito dapat penghargaan dari Menteri.JPG

Bermodalkan kerja keras, Suwito pemilik CV Srikandi mampu menjawab cibiran teman dan keluarga terdekat tentang pilihan usahanya. Seorang alumni sarjana teknik yang sempat jadi asisten dosen malah memilih melakoni bisnis desain fashion dan bordir hingga produknya diminati pasar Mumbai, India.

Tidak hanya itu, Suwito juga baru saja menerima penghargaan Paramakarya 2012 dari Menteri Tenaga Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Suwito bersama enam lainnya masuk kategori usaha tujuh menengah di Indonesia. Suwito tidak hanya fokus pada pengembangan usaha berbasis profit di Srikandi Embroidery, tapi juga membangun Yayasan Srikandi yang melatih tenaga kerja menjadi terampil dan mampu berusaha sendiri.

Pria berusia 54 tahun ini memulai mandiri berkarir tahun 1985, sebuah masa di mana dia harus bekerja lantaran butuh biaya untuk kuliah. Semester dua kuliah, dia bekerja di kontruksi bangunan gedung dan semester enam menjadi asisten dosen teknik sipil di salah satu perguruan tinggi di Medan hingga tahun 1991.

Di tengah kesibukkannya, bersama sang istri yang juga kuliah sambil bekerja mengajar di sekolah-sekolah, Suwito mencoba melatih di daerah Sunggal. Ini didasari kemampuan istrinya yang memiliki teori ketrampilan namun urung mempraktekkannya. “Saya dan istri ingin bagaimana masyarakat bisa berlatih cepat tepat dalam ketrampilan. Setelah kami rangkum dan kami mengetahui metodenya, dan setelah istri saya melahirkan, dia berhenti bekerja. Dan tahun 1996 kami membangun CV Srikandi. Namun, dalam perjalanannya tidak maju, karena saya masih sibuk kerja di tempat lain. Akhirnya, tahun 1997 saya berhenti kerja total dan fokus di usaha ini,” ujarnya saat ditemui di tempat usahanya Jalan Pintu Air IV Gang Keluarga No 16 Kwala Bekala, Medan.

Nina-Srikandi Bordir (3)(1)

Awalnya, banyaknya pesanan, namun tidak berbuah manis, lantaran Suwito tidak bisa memenuhi orderan. Alhasil, dia membuka lembaga pelatihan gratis, di mana para alumninya di terima bekerja di tempatnya. Baru saja ingin menikmati hasil jerih payahnya, krisis moneter datang tahun 1998, Suwito sempat drop, dari membuka usaha di Cikal Universitas Sumatera Utara harus pasrah tidak di sana lagi. Namun, tidak sampai usahanya hancur, Suwito beruntung masih aktif ikut dalam kerja sama dengan pemerintah, satu diantaranya Program Penanggulangan Pekerja Terampil (P3T). “Sejak itu produk kita eksis. Lalu saya balik kemari (buka usaha di rumahnya). Banyak yang mencemooh dan kurang sreg. Misalnyam alumni sarjana kok usaha ini, apalagi saat itu sedang jatuh bangun,” timpalnya.

Namun, bapak satu putri ini menafikan semua cibiran. Dia tetap mengepakkan sayap, dengan membangun unit usaha lainnya selain CV Srikandi, Yayasan Srikandi, dia membuat koperasi dan asosiasi Srikandi yang ditujukan untuk para alumni yang ikut pelatihan. Untuk pelatihan, Suwito dan istri terus bekerja sama dengan pemerintah. Dia bahkan meminjamkan satu meskin jahit untuk pelatihan baik itu membordir dan sejenisnya di desa dengan target dalam setahun kelompok yang dilatih sudah bisa membeli mesin sendiri. Agar mesin-mesin lain bisa disalurkan ke lokasi lain untuk pelatihan. Total saat ini sudah ada 2000-an yang dilatih dan tersebar di Pulau Sumatera.

Ketrampilan Suwito dan istri dalam membuat bordir, payet, kaftan dan produk sejenis lainnya semakin terasah, apalagi tahun 1987 sudah belajar formal dan sempat mendapatkan pelatihan dari pemerintah ke Australia. Dan juga menerima kesempatan mengunjungi pusat usaha kecil menengah di negeri jiran, Malaysia, Thailand dengan sponsorship Kanwil Koperasi. “Kami melihat usaha kecil di Malaysia, Thailand,

Di lokasi usahanya ada tiga bangunan yang saling berdekatan digunakan dengan delapan pekerja yang membantu. Rata-rata dalam seminggu bisa menghasilkan 72 kebaya, 190 meter renda perhari baju, telekung, seprai, asesoris dan berbagai pesanan lainnya. Ada enam mesin kecil, satu mesin massal dan komputer. Tidak hanya untuk Sumatera, produknya juga diminati pasar Mumbai (dulu disebut Bombai) India. Melalui pihak ketiga, Suwito menerima berbagai orderan. “Bahan dari mereka (pihak ketiga). Pemesan ada keluarga di India yang punya usaha di sana. Jadi mereka rutin memesan ke kami. Rata-rata 200-300 potong bordiran dalam seminggu,” jelasnya.

Saking banyaknya pesananan, pria kelahiran 16 Maret ini tidak sempat memenuhi produksi usahanya. “Kita mengerjakan sampai 2014 sudah penuh orderan. Kami enggak produksi di luar pesanan, karena takut enggak bisa tersanggupi,” tegasnya.

Suwito sudah jatuh bangun dalam berusaha, dia memaparkan semua butuh tekad yang kuat. Dia mencontohkan, awalnya membeli alat jahit secara nyicil. Satu mesin jahit harganya Rp2 juta. “Awalnya kesulitan, karena peralatannya besar. Kami enggak beli sekaligus. Tapi menyicil. Untuk mesin saja Rp2 juta, untuk kain satu gulung ada yang Rp3-5 juta. Ya saya sempat jual aset untuk membangun ini dan pinjam ke bank. Untuk usaha ini banyak habis di gaji karyawan, karena mereka dibayar perminggu,” beber Suwito yang enggan membeberkan omset usahanya ini.

Nina-Srikandi Bordir (1)

Dari tahun 1996, Suwito dan istri baru merasakan usahanya dalam kategori sehat tahun 2006. “Ya sudah dapat tempat kerja atau lokasi usaha yang enak. “Selain sisi bisnis, saya sampai sekarang tetap eksis untuk pembinaan ke masyarakat. Paling enggak walau enggak banyak, tapi sudah bisa membantu masyarakat. Saya juga tanamkan ke anggota saha, kalaupun sarjana jangan berkecil hati untuk usaha ini. Makanya, ada juga yang S2 mau ikut pelatihan,” pungkasnya. (nina rialita/terbit di Majalah Inspirasi Usaha, Edisi Januari 2013)

Gudang Sepatu-Sepatu Anti Hujan

Membangun sebuah bisnis acapkali dilatarbelakangi dari pengalaman hidup. Ini juga yang diamini Wiwik Fitrianingsih, perempuan berusia 31 tahun yang menjadi owner Gudang Sepatu dengan produk Sepatu Kerja Anti Hujan.

Cuaca yang tak menentu dan lingkungan kerja sang suami di sebuah restoran yang selalu bersinggungan dengan minyak membuatnya kenalan dengan sepatu ini. “Sebenarnya ini pengalaman pribadi suami saya. Karena suami kerja di restoran, yang selalu kena minyak dan air. Kalau beli sepatu harga Rp200 ribu atau Rp300 ribu rusaknya tetap sama. Lekang dan patah bawah,” ujarnya saat ditemui di Jalan Puskesmas, Komplek Taman Asri, Kampung Lalang di lokasi Gudang Sepatu No 25-26.

Produk sepatu ini memang bukan buatan pribadinya, namun menemukan di pinggir jalan dijual bebas tanpa pangsa pasar yang jelas. Pada awalnya, Wiwik bersama suaminya menemukan sepatu tersebut dengan harga Rp50 ribu. Karena merasa murah, mereka akhirnya ambil dalam jumlah yang banyak dengan alasan ingin memberikan kepada karyawan di restoran. “Produk ini sudah lama, saat kami jumpa, sepatu ini berada ditumpukkan produk lainnya. Saya merasa, inilah yang dibutuhkan suami saya. Karena hampir dua bulan sekali pasti beli sepatu yang harganya bukan murah. Ketemu Rp50 ribu saya langsung ambil tiga awalnya, buat suami. Karena ditawarin sama kawan ada respon, lalu melihat ada peluang,” ungkapnya.

Maret 2012 menjadi titik balik kesuksesan Wiwik. Sepatu-sepatu tersebut ditawarkannya ke semua restoran dengan harga Rp35 ribu dan siapa sangka semua merespon dengan baik. Dengan harga terjangkau dan bahan senyawa dan tidak lekang saat terkena minyak, air dan bisa awet. Konsumen dari kalangan restoran cukup baik, bahkan grup Joko Solo, Wong Solo order untuk grupnya. “Di situ kami optimis dan menamain sepatu ini sepatu kerja anti hujan. Jadi sebenarnya sepatu kami ini sepatu sudah lama, pedagang sudah banyak yang jual, tapi kami yang mengambil pasarnya,” jelasnya.

Sepatu Kerja anti Hujann (2)

Untuk serius dengan usaha ini, Wiwik tidak lagi mengandalkan produk dari penjual pinggir jalan, namun langsung menghubungi ke Surabaya, pabrikan sepatu tersebut. Kemudian mendapatkan kontak marketing yang ada di Medan. “Kami order untuk sepatu karetnya saja. Pada awalnya kami mau menamainya sepatu karet dan sepatu motor. Karena kalau naik motor, kena hujan tidak lekang. Namun, bentuknya seperti sepatu kerja kemudian kami menamainya Sepatu Kerja Anti Hujan,” beber perempuan alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) ini.

Setelah itu, mereka membuka usaha dengan nama Gudang Sepatu. Tidak hanya sepatu kerja ada juga sepatu perempuan dan sepatu anak-anak. Namun, tetap fokus pada pemasaran untuk sepatu kerja anti hujan ini. Sebagai distributor sepatu tersebut, Wiwik mengaku hanya bisa menunggu apa yang dikirim pabrik, mengingat Wiwik bukan satu-satunya distributor. “Tapi, hanya kamilah yang menerima sepatu yang modelnya begini. Warnanya hitam. Dan pengalaman suami saya, sepatu ini tahan empat sampai lima bulan, itu bentuknya masih standar. Sepatu ini tersedia ukuran 39 sampai 43,” bebernya.

Lantaran inovasi menemukan spesifikasi sepatu tersebut, pabrikan yang ada di Surabaya merespon dengan baik bahkan memberikan respect, karena sangat terbantu mempromosikan sepatu ini. Pedagang-pedagang yang selama ini menjual juga mulai mengetahui fungsi sepatu tersebut dan lonjakan permintaan ke pabrik. “Alhamdulillahnya kita tetap bertahan, konsumen tetap balik lagi ke kami,” tegasnya.

Dalam sebulan, Gudang Sepatu bisa meminta tiga kali pengiriman sepatu. Di mana, satu kali pengiriman ada 18 karung yang satu karungnya isinya empat lusin pasang sepatu. Dalam memasarkan sepatu ini, Wiwik memperbanyak kerja sama dengan mitra. “Kami kerja sama dengan Daihatsu, jadi Gudang sepatu itu sebagai penjamin. Misalnya, ada yang mau beli mobil, gaji hanya Rp5 juta, leasing enggak akan kasih. Jadi Gudang Sepatu yang memberikan dukungan kepada orang Daihatsu, bahwa mobil yang akan dibeli dipakai untuk usaha, dengan jaminan jualan 15 pasang per hari itu bisa gratis angsuran. Sebenarnya jualan di mobil itu paling oke ya. Buka bentar 20 pasang laku,” tuturnya.

Wiwik punya pengalaman di masa sulit, terpaksa menjual dengan mobil di dekat kantor-kantor dinas. Tanpa disangka dalam waktu dua jam laku 90 pasang. “Itu saya sujud syukur sekali. Karena saat itu modal sudah tidak ada untuk diputar. Sempat ada rasa malu untuk jualan di pinggir jalan, tapi akhirnya saya optimis melihat antusias pembeli,” kenangnya.

Selain mitra, di Medan ada 12 unit counter penjualan sepatu ini. Meski belum terjangkau semua lokasi, namun counter yang dibuka di pinggir jalan sangat memantik reaksi pembeli. Selain itu, ada juga roadsale dengan dua unit beca yang bisa berpindah lokasi. Wiwik memperkejakan SPG sebanyak enam orang yang bekerja dua shift. Satu SPG target gaji terkecil 10 pasang sehari sepatu laku dijual. Namun, fakatnya sepatu yang dijual di atas itu. Selain di Medan, ada juga mitranya di i Rantauprapat, Sibolga dan Jambi.

Untuk kemitraan lain, Wiwik memberi kesempat pada pihak lain yang ingin menjual barangnya dengan deposit Rp4.850.000. “Dengan uang segitu, bisa dapat 12 lusin pasang sepatu, dapat counter dan pelatihan SPG. Dan kami menggaransi selama tiga bulan kalau mitra enggak profit, kami garansi uang kembali. Namanya, UKM kami mau berkembang dan majunya sama-sama. Kami akan membeli barang yang tidak laku terjual di mitra,” ucap ibu anak ini. Untuk mitra, Wiwik menekankan harus menjual sepatu dengan harga yang sama seperti dirinya dari harga Rp29.500 sampai Rp35 ribu tergantung jenis sepatunya. Karena pihaknya mendapatkan subsidi pabrik. Mitra hanya membeli satu lusin itiu harganya Rp330 ribu yang isinya 12, kalau dibagi sekira Rp27.500.

Tidak sampai setahun usaha berjalan, Wiwik sudah bisa membeli mobil sendiri dengan rata-rata omset Rp50 juta per bulan. Kalau di Medan, sedikit-dikitnya 600 sepatu terjual dan kalau lagi bagus pasar bisa habis 1000 pasang sepatu perbulan. Wiwik cukup lega, dan yakin dengan bisnis ini tetap bertahan ke depan. Apalagi, diakuinya modal awal hanya Rp1 juta yang diputar untuk membeli barang yang pada awalnya dijual by order. “Kalau sekarang niatnya enggak cari untung, karena dulu kita kan harus mengembalikan modal secepatnya. Sekarang lebih kepada profit sharing sama pegawai. Jualan sepuluh pasang saja per hari sudah cukup membantu saya memasarkan sepatu ini,” paparnya.

Sepatu ini, lanjutnya tidak hanya diperuntukkan di kala hujan tapi semua momen demi kenyamana. “Mau hujan atau enggak sebenarnya pengalaman kami tetap saja digunakan. Karena murah, yang kedua yang kami jual itu manfaat, bukan hanya beli Rp30 ribunya tapi sepatunya bagus,” pungkasnya. (nina rialita/terbit di Majalah Inspirasi Usaha/Makassar Edisi Februari 2013)

Wawancara dengan Andi Setiawan Perihal Dugaan Menerima Suap DU 2010/2011

—–Berita Lalu

ISU suap menyeruak usai kegagalan PSMS Medan melenggang ke babak semifinal 8
Besar Divisi Utama 2010/2011. Perkasa tampil dengan kemenangan 3-0, pada babak
pertama saat melawan Persiba, Rabu, pekan lalu, dan akhirnya imbang 3-3 di akhir
pertandingan, menjadi tanda tanya besar. Kenyataan pahit ini semakin miris,
karena nyatanya dugaan suap beberapa pemain di lini belakang dikambinghitamkan
atas kegagalan tim.

Satu nama yang ramai dibicarakan menerima uang haram dari
tim lawan itu adalah Andi Setiawan, kiper PSMS Medan. Sempat menolak
diwawancarai, Andi akhirnya memutuskan harus menghadapi tudingan yang terlanjur
menghancurkan namanya sejak pertandingan usai. Kepada Four33, Andi membeberkan
seperti apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang dirasakannya saat ini. Berikut
petikan wawancara yang dilakukan di kantor redaksi Four33, akhir pekan lalu.

Anda disebut-sebut satu diantara dua pemain PSMS yang diduga menerima suap dari
Persiba, agar bermain lepas di babak kedua. Seperti apa tanggapan Anda?

Sejujurnya, saya enggak ada dan enggak mengerti soal suap-suap itu. Saya kaget
dan terkejut, kenapa nama saya yang diduga banyak orang. Jangankan melakukan
(suap), berpikirpun saya enggak ada untuk kayak gituan. Saya merasa sudah
berjuang untuk tim ini, tapi kenapa kok bisa dibilang ada pengkhianat di tim.
Apa yang sudah saya dapat dari PSMS lebih dari cukup, enggak perlu saya
terima-terima dari tim lain.

Kapan Anda pertama kali mendengar nama Anda disebut sang pengkhianat?

Sehabis pertandingan, keluarga saya bilang facebook saya ramai diisi dengan
cacian. Dan setelah pertandingan saya juga menerima beberapa SMS ancaman dan
cacian, meski ada banyak juga yang memberikan semangat. Kemudian, setelah itu
ada pemberitaan di media harian soal suap itu, dan sepertinya menjurus ke nama
saya. Saya sempat stress juga mikirinnya, bukan soal apa-apa, kondisi keluarga
saya terguncang karena isu itu. Kakak saya menangis, bapak saya sedih, ibu saya
apalagi. Kok tegalah saya dibuat kayak gini.

Banyak yang melihat Anda sangat superior di babak pertama sebagai penjaga
gawang, lalu apa yang terjadi dengan gol-gol di babak kedua itu?

Kalau saya mau disuap, ngapain pula saya mati-matian di babak pertama. Kalau
semua pada lihat televisi, ada dua peluang Persiba yang wajib gol, saya
selamatkan di babak pertama. Saat kedudukan 3-2, sejujurnya ada sedikit
kepanikan di lini belakang, termasuk saya sendiri kenapa bisa terkejar.
Sedangkan untuk gol ketiga, saya sebenarnya sudah komunikasi dengan Vagner Luis.
Saat itu posisi bola sebenarnya bisa dibuang dengan tenang atau diberikan ke
saya dengan heading. Saya sudah meminta bola ke Vagner supaya diheading dan saya
bisa tangkap dengan gampang, dia sempat melihat ke saya. Tapi rupanya bola
enggak dikasih, sedangkan posisi saya sudah terlanjur ke depan. Saya enggak mau
berprasangka buruk terhadap kawan. Bahkan usai pertandingan pun enggak ada saya
prasangka apa-apa.

Lalu bagaimana menjelaskan soal kemungkinan Anda disuap di babak kedua?

Pertandingan ini disiarkan langsung di televisi. Mau diletak di mana harga diri
saya dan tim, kalau sampai disuap. Sepanjang istirahat babak pertama, saya hanya
di bangku cadangan duduk, enggak ada kemana-mana. Kawan-kawan lihat saya. Saya
juga enggak ada bawa hape, semua saya tinggal di hotel. Malam sebelum
pertandingan pun, saya enggak kemana-mana, saya hanya makan sama Acong (Ade
Chandra Kirana). Saya enggak ada disuap!

Pernahkah bertemu dengan manajemen Persiba sebelum pertandingan atau ditelepon?

Kalau ditelepon sama sekali enggak. Tapi kalau ketemuan saya sempat ketemu tapi
bukan kepada manajemen, tapi pemainnya, yakni kipernya Persiba, yang sudah saya
anggap saudara. Kami cuma ngobrol, beliau bilang selamat karena saya jadi kiper
inti. Itu saja, enggak ada bicara yang lain.

Selepas pertandingan, seperti apa kondisi tim?

Tim baik-baik saja. Hanya saya pelatih sempat bilang ke Vagner (Luis). Masih panjang
perjuangan di tim. Jaga sikap ya Vagner. Saya enggak ngerti kalimat itu
tujuannya apa. Setelah itu, kami masuk ke kamar masing-masing. Dan dua jam
sebelum pulang ke Medan, kami semua dikumpulkan di hotel. Pengurus bilang, ada
pengkhianat di tim, tapi belum tahu siapa orangnya, akan diselidiki dan Kami
tanggal 25 Mei akan dikumpulkan lagi semua. Setelah mendengar ini saya enggak
kepikir saya yang dituduh, tapi pas balik ke Medan, saya baca media baru tahu
tudingan itu seperti menjurus ke saya.

Anda siap jika nanti diselidiki?

Siap sekali, silahkan saja. Bahkan kalau mau hape saya dibawa ke graha
telekomunikasi kan bisa terlihat kemana saja aliran bicara saya. Kan semua bisa
terlihat jika hape pemain semua dibegitukan. Saya juga siap rekening saya
diperiksa. Rasanya kalau saya suap, enggak sebanding dengan apa yang sudah saya
dapatkan di tim ini. Saya sebagai pemain juga ingin jual diri dalam arti
positif, ketika dilihat di televisi pertandingan, saya ingin dilihat banyak klub
di luar dan bisa menaikkan harga saya. Tapi bukan dengan cara suap, ya Allah
enggak terpikir saya untuk itu. Dan bodoh kali saya harus mau disuap, sementara
begitu banyak masyarakat yang berdoa dan memberi semangat agar saya kelak jadi
pengganti Markus Horison di tim.

/strong>Andi Setiawan

Saat ini, nama Anda sudah terlanjur tercemar, apa yang Anda lakukan?

Enggak ada. Saya hanya berpikir ini cobaan terhadap mental saya untuk lebih
kuat. Dan secara perlahan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat. Saya juga
memahami ketika kita bagus kita disebut kayak pahlawan, tapi sekali saja berbuat
kesalahan seperti gagal tim, terus dihujat. Itu saya anggap biasa saja. Saya
juga belum mau membuka facebook, yang katanya penuh hujatan ke saya. Saya ingin
tenang dulu memikirkan keluarga saya.

Anda kesal dengan kondisi saat ini?

Saya enggak salah, enggak perlu takut. Kesal iya, karena awalnya saya enggak mau
memikirkan hal ini (isu suap). Tapi jadi kepikiran juga, jadi sepertinya
enggakpun saya melakukan, kayak dipaksa dan terpaksa harus mengakui aku disuap,
kayak dikambinghitamkan.

Sempat berpikir untuk hengkang dari tim ini?

Kondisi saat ini memang menyita pikiran saya, yang saya pikirkan ya kok tega
kali setelah perjuangan tim malah ada isu suap. Saya memang enggak dekat dengan
kawan-kawan di tim, tapi enggak pernah berpikir negatif soal pertandingan
kemarin. Soal bertahan, itu tergantung manajemen saja. Kalau dipertahankan ya
bertahan, kalau tidak ya angkat kaki. Nanti tanggal 25 Mei kan bisa dilihat.

Apa yang ingin Anda sampaikan ke masyarakat Medan?<
Saya sama seperti semuanya kecewa dan sedih tim ini gagal. Karena saya juga
mengharapkan tim ini bisa masuk ISL. Tapi saya juga berharap perjuangan kami
dihargai. Kalau tim gagal, ya harus diterima. Jangan dicari kambing hitamnya.
Tahun depan kita akan berusaha lagi.
*nina rialita

Wawancara dengan Psikolog Ibu Irna Minauli tentang Dampak psikologi dari kenaikan bahan bakar minyak tahun 2008.

——Berita Lalu22-5-SKETSAblakblakanBESOK

1. Sebagai langkah preventif jelang kenaikan BBM pola hidup seperti apa yang harus diimplementasikan oleh masyarakat?

Sebenarnya kalau dilihat dari pola hidup, sudah lama kita membiasakan menggunakan pola hidup sederhana. Rasanya slogan “kencangkan ikat pinggang” audah terkesan kuno karena saking sempitnya, jadi tidak tahu bagaimana harus mengencangkannya lagi.

Oleh karenanya, mengubah pola hidup yang sederhana menjadi lebih sederhana lagi tampaknya harus dicoba. Ada anjuran yang sangat bijak dimana kita diajak untuk lebih mengedepankan kelompok UKM (usaha kecil dan menengah). Hal ini dapat dilakukan dari hal-hal kecil, misalnya daripada beli minuman Aqua (misalnya) di supemarket kan mending beli sama para penjual di perempatan jalan.

Buat mereka yang diberi kelapangan rejeki, mestinya lebih dermawan dalam membelanjakan uangnya karena efek dari kenaikan harga ini seperti bola salju yang makin lama akan makin besar pengaruhnya. Seandainya kita misalnya biasa membeli minuman botol di toko-toko kecil atau di perempatan jalan, dan kemudian kita berhemat dengan membawa sendiri minuman dari rumah, maka hal ini tentunya akan mengurangi penghasilan para pengasong tersebut. Jadi, kuncinya adalah menggunakan dana secara lebih bijak.

2. Seberapa normal masyarakat mengalami kepanikan menghadapi lonjakan harga barang?

Normal saja kepanikan akan terjadi. Akan tetapi biasanya secara perlahan manusia akan beradaptasi. Mungkin masih lekat dalam ingatan ketika harga bensin masih Rp2.500 kemudian menjadi Rp5000-an (?) seperti sekarang, awalnya kita semua merasa bingung karena sebelumnya mengisi bensin cukup dengan Rp. 50.000, namun sekarang uang tersebut menjadi tidak ada nilainya. Sebagaimana diungkap oleh teori relativitasnya Einstein maka segala sesuatu mengandung nilai relatif.

Kepanikan biasa terjadi karena adanya perubahan. Setiap perubahan akan menimbulkan stres. Secara psikologis, bahkan kegiatan berlibur yang menyenangkan sekalipun ternyata memiliki derajat kepanikan tertentu, apalagi kalau perubahan ini disertai dengan ketidakjelasan apakah akan disertai kenaikan gaji, misalnya. Dengan kondisi seperti ini kita tidak melihat adanya peluang untuk mengkompensasi kekurangan tersebut. Perubahan membuat kita tidak yakin dengan apa yang akan dihadapi.

3. Secara psikologi, seberapa besar pengaruh kenaikan harga menjadi tekanan hidup?

Kenaikan harga membuat nilai uang yang dimiliki menjadi semakin tidak bernilai. Orang banyak yang mengasosiasikan uang dengan kekuasaan sehingga ketika uang yang dimiliki dirasa tidak lagi mencukupi kebutuhan. Dalam situasi ketika kita merasa bahwa keinginan atau tujuan kita tidak tercapai, maka frustrasi akan terbentuk. Jika seseorang tidak dapat mengarahkan secara tepat frustrasinya maka dapat mengarah ke agresi yaitu tindakan kemarahan atau pengrusakan akibat tidak tercapainya keinginan tersebut. Yang dikhawatirkan adalah selain semakin banyaknya pasien RSJ, maka kemungkinan angka perceraian akan semakin meningkat. Akan tetapi, untungnya daya tahan stres orang Sumatera Utara (khususnya suku Batak) itu jauh lebih besar. Kita lihat banyak istri yang tidak segan-segan turun tangan membantu suami dalam keadaan sulit tersebut.

Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta, angka bunuh diri terbesar ada pada etnis Tionghoa dan Jawa, dan yang paling rendah adalah suku Batak. Hal ini menunjukkan bahwa daya tahan terhadap stres pada suku Batak jauh lebih kuat dibandingkan suku lain.

4. Lalu bagaimana tekanan hidup menjadikan masyarakat bisa kehilangan kontrol jiwa?

Tekanan hidup menimbulkan stres yang mengarah ke frustrasi dan dapat menjadi agresi. Pada keadaan dikuasai kemarahan biasanya kontrol diri seseorang menjadi sangat berkurang. Dalam situasi tersebut orang dapat berbuat nekat. Mereka menjadi kurang mampu berpikir panjang karena hanya berorientasi pada pemuasan sesaat. Pada saat seperti itu, dirinya lebih banyak didorong oleh ID yang menguatamakan prinsip kesenangan (pleasure principle).

Ketika tekanan terjadi, reaksi yang muncul dapat diarahkan ke dalam atau ke luar dirinya. Pada agresi yang diarahkan ke dalam maka terjadilah bunuh diri. Agresi yang diarahkan ke luar menyebabkan seseorang menjadi brutal dan mengamuk yang dapat membahayakan diri maupun orang-orang di sekitarnya. Kontrol diri menjadi sangat kurang. Korupsi, mengambil hak orang lain atau melakukan pelacuran sering kemudian menjadi pembenaran sebagai jalan pinta atas apa yang dilakukannya.

5. Dalam hidup berumah tangga, kenaikan harga biasanya sering menjadi bahan pertengkaran. Terbukti tak jarang pasangan cerai karena tekanan ekonomi. Lalu bagaimana mengkomunikasikan hal ini agar tidak menjadi factor perceraian?

Dengan tidak terlalu banyak menuntut pada pasangan masing-masing. Mungkin kalau sebelumnya suami memberi uang belanja Rp. 50.000/hari sudah dapat makan dengan ayam, ikan, sayur dan buah, maka saat nanti mungkin standarnya akan jauh berkurang. Untuk itu, diperlukan kejelian dari setiap orang untuk mulai menanam sayuran misalnya di halaman rumah dengan menggunakan teknik hidrophonic atau dengan menanam di pot. Pokoknya harus lebih kreatif.

Kesulitan ekonomi memang menjadi salah satu faktor penyebab perceraian. Padahal, seringkali perceraian tidak menyelesaikan masalah. Kesulitan ekonomi lebih meningkat ketika mereka bercerai karena seringkali mereka harus menjadi “single parent”.

6. Dalam daftar tekanan psikologi, nomor berapakan tekanan hidup atau biaya hidup menjadi factor gangguan jiwa?

Tekanan yang paling besar secara psikologis adalah kematian pasangan, kemudian perceraian. Kesulitan ekonomi menduduki peringkat belasan, tapi penelitian ini dilakukan di Amerika. Saya belum membaca penelitian di Indonesia.

7. Untuk menghindari kepanikan, apa yang harus dilakukan masyarakat, umumnya menengah ke bawah?

Menjadi lebih kreatif dalam mengatasi masalah. Di daerah kita masih banyak lahan kosong yang ada di sekitar kita, mungkin kita bisa permisi sama pemiliknya dengan bagi hasil untuk menanam atau memelihara sesuatu. Memiliki kolam kecil untuk memelihara ikan, selain menjadi hiburan dan obat stres juga dapat dikonsumsi. Carilah nilai-nilai kreatif dalam diri kita. Biasanya justru dalam keadaan sulit dan “kepepet” kita menjadi lebih kreatif.

Selain itu, kita berusaha memahami kenapa hal tersebut harus terjadi. Kita harus belajar menjadi pengamat ekonomi dunia juga bahwa harga minyak dunia yang semakin melonjak membuat pemerintah tidak memiliki jalan lain. Seandainya kita juga berada pada posisi pemerintah, kita juga mungkin tidak punya pilihan. Secara psikologis, kalau kita merasa susah maka kita akan susah beneran. Oleh karenanya menanamkan optimisme akan mendatangkan harapan hidup yang lebih baik. Percayalah bahwa di balik setiap derita, pasti ada hikmahnya (blessing in disguise). Menurut Victor Frankl, bapak pendiri Logoterapi, kita sendiri yang menentukan apakah kita ingin bahagia atau tidak.

8. Dari pemerintah sendiri, ibu menganggap ini jalan terbaik menaikkan BBM? Alasannya?

Ya. Ini adalah kondisi “the best of the worst”. Tidak ada pilihan lain yang dapat diambil. Kita lihat di CNN, BBC atau siaran luar lainnya bahwa harga minyak dunia sudah melampaui rekor tertinggi.
Sebenarnya saya khawatir, jangan-jangan kita tuh sebenarnya seperti hidup di atas kapal Titanic yang hampir tenggelam, tapi kita malah tetap berpesta pora tanpa menyadari bencana yang sedang menghadang.

9. Untuk bisa hidup dalam kondisi cukup artinya menyesuaikan yang didapat dengan yang dikeluarkan, apa saja yang harus dilakukan?

Manusia pada dasarnya tidak pernah merasa cukup sehingga berapa pun dan bagaimana pun sering merasa tidak puas. Oleh karenanya menjadi manusia yang mampu bersyukur atas apa yang diraihnya akan membuat kita menjadi bahagia.

Secara agama, kita diajarkan bersedekah. Selain memiliki makna sosial, bersedekah membuat kita merasa ‘lebih mampu’ dari orang yang diberikan sedekah. Perasaan seperti ini akan menarik magnet rasa syukur yang membuat seseorang merasa beruntung. Tampaknya, pendekatan agama yang mengharuskan kita merasa cukup dengan apa yang telah dilimpahkan Allah kepada umatnya akan sangat membantu. Tentunya sambil tetap berdoa dan berusaha.

10. Salah satu factor manusia yang kehilangan kontrol jiwa diketahui bahwa keinginan ingin memiliki lebih besar daripada kesanggupan memenuhi. Apa yang mendasari ini bisa terjadi?

Salah satu keinginan dasar manusia yang buruk adalah keserakahan. Manusia ingin menjadi yang terbaik, terkaya dan terhebat agar ia mendapat penghargaan dari masyarakat sekitarnya. Akan tetapi, semuanya ini biasanya selalu dibandingkan dengan orang-orang yang ada di sekitar kita. Itu sebabnya, kita tidak terlalu cemburu pada Mbak Tutut misalnya, tapi kita menjadi mudah tersulut rasa irinya jika ada tetangga atau saudaranya yang lebih beruntung.

11. Apa yang harus dilakukan agar terhindar dari sikap di atas?

Secara psikologis kita diberi kebebasan untuk memilih apa yang kita pikirkan dan rasakan. Oleh karenanya pikirkanlah hal-hal yang dapat memberi ketenangan pikiran sambil tetap berupaya mencari jalan kreatif atas permasalahan yang ada. Sebagaimana dinyatakan oleh para ahli, kita adalah apa yang kita pikirkan. Pikiran dan ucapan pada dasarnya adalah doa. Oleh karenanya hati-hati dalam menggunakannya.

Pasir Pesisir & Tea Art

Pemanfaatan bahan baku yang tak biasa dalam pembuatan produk menjadi peluang usaha yang bermuara pada ladang bisnis menjanjikan. Inilah yang diterapkan oleh Marah Rusli, pemilik. Dia menjual karya lukisnya dari pasir dan bubuk teh. Pada awalnya, pria berusia 40 tahun ini mengaku kepiawaannya merangkai biji pasir dari pesisir tempat tinggalnya di Kawasan Belawan, Medan, karena hobi secara otodidak. Semua dipelajari secara perlahan hingga menjadikannya mahir.

Tea and Sand Art Rusli (5).

“Awalnya tahun 2009 ya hanya hobi, tapi begitu jadi kok malah banyak yang suka. Saya hanya berkarya, dan orang yang menilai ternyata responnya bagus. Banyak orang yang melukis dengan kanvas dan minyak. Saya berpikir bagaimana caranya nama pesisir di tempat tinggal saya di Belawan bisa mencuat karena kurang gaungnya. Ternyata cukup berhasil,” ujarnya.

Apalagi, saat itu bapak lima anak ini menghadapi kenyataan usaha sebelumnya di bidang percetakan papan reklame dan sablon yang sudah belasan tahun digelutinya jalan di tempat. Dengan keyakinan dan modal seadanya ribuan rupiah, dia berubah haluan. “Saya punya bakat melukis, makanya saya beranikan diri untuk mengekspresikan ke sesuatu yang beda dari yang lain seperti pasir ini. Modal di awal enggak banyak, karena pasir banyak ditemui di sekitar rumah,” kenangnya.

Tahun 2010, Rusli membuat 20-25 lukisan yang dibawanya ikut pameran. Dia membutuhkan tiga sampai empat hari untuk membuat satu lukisan. Dia menapaki bisnis yang secara perlahan kemudian dipasarkannya juga via online. Namanya juga sudah mulai dikenal sebagai pelukis pasir di Sumatera Utara. Karyanya pun memantik simpati konsumen dari luar negeri. “Alhamdulillahnya, peminatnya udah sampai Australia, Bali dan lainnya. Mereka membeli via internet. Seniman sebenarnya enggak kenal dengan bisnis tapi dengan berjalannya waktu setelah ikut pameran ternyata ini bisa menjadi peluang menjanjikan, sejak lukisan dibuat digemari dan langsung dibeli,” bebernya.

Setelah tersohor namanya sebagai pelukis pasir, Rusli melebarkan sayap dengan melukis berbahan baku lain, yakni bubuk teh sejak awal 2013. Apalagi, bersama enam teman-temannya seniman lainnya (Syafri Ali, Morris Alexander Siregar, Eno, Darwis, Reka Arya dan Yasin Ronasly), dia berhasil mencetak Rekor MURI melalui lukisan dengan menggunakan bubuk teh bekas sebesar 4 x 12 meter yang dipamerkan di Kantor PTPN 4, Jalan Suprapto, Medan, 18 Januari 2013.

Bahkan saat ini, Rusli lebih fokus pada lukisan bubuk tehnya dibanding pasir. Dari bubuk teh ini, dia melukis ikon-ikon Kota Medan, seperti Menara Tirtanadi, Istana Maimoon dan lainnya. “Saya meneruskan usaha ini dengan tambahan bahan baku bubuk teh dengan membuat lukisan dari ikon-ikon Kota Medan, karena di Medan kurang sekali yang seperti itu. Seperti Tirtanadi, Masjid Raya, Istana Maimoon, saya bergerak bermula dari ikon Medan ini dengan maksud dan tujuan, supaya ikon Kota Medan itu bisa dikenal di luar melalui lukisan bubuk teh ini,” ungkapnya.

Dia menegaskan tidak lagi memproduksi lukisan dari pasir secara rutin dan lebih memilih bubuk teh. Namun, dia memastikan tetap membuat lukisan pasir jika ada yang memesan. Dia tak menampik keputusannya beralih ke teh juga dilatarbelakangi minat konsumen yang lebih tertarik ke teh dibanding pasir. “Saya lebih suka bubuk teh karena dari daya warna dan aroma lukisan yang dikeluarkan bubuk teh lebih enak. Kalau pasir kan lain, tapi saya tetap membuat dari pasir kalau ada yang order. Konsumen sendiri lebih tertarik dengan bubuk teh, itu bisa dilihat sekali ikut pameran saja bisa laku tiga lukisan yang harganya Rp8jutaan,” ungkapnya.

Membuat lukisan dari bubuk teh memang bukan perkara gampang, diakuinya tingkat kesulitannya lebih sulit dibanding pasir yang bisa langsung jadi. Menurutnya, ada pantangan perihal kondisi angin saat melukis, karena bubuk teh akan berantakan apalagi dia masih menggunakan pengeringan alami. Untuk bahan baku teh, dia menggunakan teh yang baru dan bekas, tergantung warna lukisan yang ingin dibuat. “Untuk warna hitam tentu bubuk teh yang belum dipakai. Kalau untuk warna merah seperti batu bata, bubuk teh yang bekas atau ampas yang saya gunakan. Ini biasanya saya memanfaatkan warung-warung minuman teh tarik yang banyak bubuk teh bekasnya,” ucapnya.

Satu lukisan bubuk tehnya bisa dibeli dengan harga termurah Rp15-0 ribu hingga yang paling mahal Rp10 jutaan. Setiap bulan, Rusli bisa menjual lima sampai enam lukisan. “Hingga saat ini, saya masih kerja sendiri, untuk omset ya tidak bisa dikatakan ya. Karena lukisan bukan barang primer kebutuhan konsumen. Jadi, kadang bisa membludak, kadang juga tidak. Tapi rata-rata lima sampai enam sebulannya bisa terjual,” pungkasnya. (nina rialita/terbit di Majalah Pengusaha Indonesia (Jakarta), edisi Agustus 2013

99Travel, Tanpa Kantor Omsetnya hingga Puluhan Juta

99Travel-Diana2

Ciamiknya bisnis tiket pariwisata online yang sedang booming dimanfaatkan Mardiana. Perempuan berusia 28 tahun ini mengambil langkah jitu dengan memulai usaha berlabel 99Travel sejak 1 Desember 2011. Awalnya, Diana-begitu sapaan akrabnya, bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang Tour n Travel Umroh di Medan sebagai administrator. Sambil bekerja, dia menimba ilmu dan menjajaki peluang usaha dari beberapa teman satu kantor tentang ticketing.

99 Travel (1)

“Mulai dari nol, saya benar-benar buta memulai pekerjaan ini. Namun, berkat bantuan seorang teman, bernama Muhammad Arifin (Ridhz Travel) yang memang sudah punya basik ticketing dan cukup mahir dalam hal ini, saya benar-benar tertarik untuk menjalankan bisnis ini dan akhirnya resign dari pekerjaan saya,” ujarnya kepada Majalah Inspirasi Usaha (Makassar), beberapa hari lalu.

Di proses awal, Diana menjelaskan dirinya mendaftar ke dealer salah satu airlines untuk menjadi sub agent atau agent ticketing. “Bermodalkan laptop, modem dan pengetahuan tentang internet tentunya dan tidak lebih dari Rp5 juta modalnya, saya sudah bisa menjadi agent ticketing,” bebernya. Dan, lanjutnya, kurang dari satu bulan modal sudah bisa kembali setelah dipotong biaya operasional seperti pulsa modem. “Biar murah, modemnya dibuat paket dan pilih yang murah asal enggak lelet. Begitu juga dengan biaya operasional lainnya pulsa handphone buat paket telepon dan SMS yang banyak gratisnya, bensin jika tiket harus diantar ke tempat pelanggan, kertas dan tinta printer. Hanya ini saja perlengkapan bisnis ini,” ucapnya.

Dengan usaha yang tidak sukar ini, Diana meyakinkan kaum muda yang hobi travelling namun bisa menghasilkan uang banyak untuk mencoba dan serius di bisnis ini. “Cukup simpel dijalankan, karena semua serba online, tidak ribet dan Insya Allah incomenya bagi saya lebih dari cukup dan besar. Ditambah lagi jika kita syukuri setiap pekerjaan ini sebagai Nikmat dari Allah. Maka akan semakin bertambah pula rezeki kita,” sambungnya.

Produk 99 Travel dijelaskanya adalah menawarkan tiket penerbangan untuk domestik dan internasional. Dalam menerima orderan tiket biasanya pelanggan menghubungi via telephone, SMS, BBM, YM dan Facebook. Jadi sarana online memang harus benar-benar disediakan dulu, selain sebagai sarana marketing dan promosi ke orang banyak, juga agar lebih gampang buat orderan dan semakin banyak yang bisa pesan. Diana memaparkan, setelah itu dirinya mulai info harga tiket ke pelangan dengan mengetahui rute, tanggal berangkat (one way) dan tanggal pulang (jika return), kemudian pastikan pelanggan ingin menggunakan airline apa, dan biasanya pelanggan yang minta apa saja, mencari yang penting murah. “Jika cocok harga, kita mulai poses booking membooking. Nah untuk proses booking, pastinya beda airline beda pula caranya. Setelah proses booking, kita harus info ke pelanggan mengenai time limit booking-an tiket, hingga pelanggan tahu kapan harus melakukan pembayaran. Untuk pembayaran biasa melalui transferan ke nomor rekening si agen langsung atau ke bank atas nama travel nya (jika ada). Jika pelanggan sudah melakukan payment, biasanya mereka langsung konfirmasi ke agen. So, untuk agen, segeralah melakukan isued tiket. Agar tiket pelanggan tidak melewati batas booking (time limit), dan silahkan info reservasi tiket ke pelanggan, kemudian emailkan tiketnya ke pelanggan. Selesai, enggak sulit kan?,” paparnya.

Selama tiga tahun berkecimpung di usaha ini, Diana masih mengandalkan fasilitas online tanpa kantor. Baginya, tidak ada halangan yang berarti kerja tanpa kantor. “Alhamdulillah walaupun saya belum punya kantor, semua dapat berjalan lancar, malah saya bisa kasih fasilitas lebih ke penumpang, yaitu dengan mengantar tiketnya sampai ke rumah, jika masih terjangkau di sekitar Medan. Biasanya yang pengen diantarkan tiketnya adalah penumpang yang masih belum punya email, bagi yang sudah punya email apalagi orang kantoran, mereka lebih senang tikenya diemailkan langsung,” bebernya.

99 Travel (4)

Untuk bisa bertahan di bisnis ini, kata Diana harus bisa meyakinkan pelanggan dan pelanggan bisa senang dengan layanan yang diberikan. Apalagi, menurutnya, usaha berbasis online saat ini bukan hal yang sulit dan sudah bisa diterima masyarakat. Walau diakunya, tidak sedikit pula yang ragu dengan penggunaan jasa ticketing online ini dengan berbagai alasan. Diantaranya, takut tertipu dan lebih aman beli langsung ke counter. “Asumsi masyarakat seperti itu tidak boleh kita tepiskan, ya wajar-wajar sajalah mereka takut, apalagi pada agen yang tidak begitu dikenal. Jadi, langkah awal yang pertama kali kita lakukan adalah memberi pelayanan yang terbaik buat pelanggan, dan menjadi agen yang terpercaya, dan yakinlah. Karena pelanggan kita yang sudah puas dengan pelayanan kita dalam menjadi ticketing otomatis akan menjadi sales marketing kita. Percayalah,” tegasnya.

Saat ini, 99 Travel memiliki pelanggan dari berbagai kalangan, dari masyarakat awam, orang kantoran hingga pejabat, termasuk para ustadz yang ingin ceramah keluar kota jadi pelanggan tetapnya. Dalam sebulan omset 99 Travel ada di kisaran Rp45 juta sampai Rp70 juta. “Hasil yang cukup luar biasa buat orang seukuran saya. Saya juga bisa jalan-jalan keluar negeri, ke daerah-daerah di Indonesia dari bisnis ini. Saya jadi bisa sangat paham paket-paket promo pariwisata murah,” ujarnya tersenyum.

Untuk itu, dia yakin bisnis pariwisata online akan tetap punya peluang yang menjanjikan. “Insya Allah enggak akan hilang dimakan zaman, malah makin berkembang dan berkembang. Jadi perkembangan prospek usaha ini Insya Allah akan terus maju dengan pesat. Karena zaman sekarang kebutuhan akan tiket pesawat semakin hari semakin meningkat, terlebih dalam era globalisasi ini. Di mana setiap orang bepergian dari satu kota ke kota lainnya, dari satu negeri ke negeri lainnya untuk tujuan bekerja, liburan bahkan untuk ibadah. Itu sebabnya kenapa saya memilih usaha ini,” jelas Diana yang juga merupakan karyawan di Al Company.

99 Travel (2)

Keyakinan itu sejalan dengan penamaan usaha 99 Travel yang sejak awal digadangnya menjadi sebuah usaha yang diridhoi Allah SWT. “Atas dasar segala sifat dan nama baik Allah, Asmaul Husna yang 99 jumlahnya, maka terbentuklah nama 99Travel, sangat berharap 99Travel bisa diterima dan diingat dengan mudah di seluruh dunia, dan selalu dalam keberkahan naungan Asmaul Husna. Amin,” ungkapnya.

Dalam berbisnis, Diana memegang prinsip yang selalu dipegangnya yakni di balik usaha yang kita lakukan, ingatlah semua ada yang mengaturnya, ada yang mengendalikannya. “Seperti yang pernah saya dengar dari atasan saya sekaligus jadi sahabat saya, Ms Alween Ong, “Perlu adanya keseimbangan dalam hidup, balancing life yaitu peningkatan ibadah selaras dengan peningkatan Usaha. Kejar akhirat maka dunia akan mengikuti kita,” pungkasnya. (nina rialita)

Data Pemilik
99 Travel
Owner : Mardiana
Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 3 Juni 1985
Alamat : Jalan. Rawa No 22, Medan
Hp : 085297001333 / 085262080206
Email : dhi4na@yahoo.com – 99travel1211@gmail.com
Fb : Diana Zahar
YM : dhi4na@yahoo.com