Jika Anda belanja ke pasar akan menemui tas-tas yang dijual murah dengan desain yang sejatinya apik. Bisa jadi, tas tersebut hasil karya dari usaha rumahan. Seperti yang dilakoni Fatmawati, perempuan berusia 41 tahun bersama suaminya Ali Nasir Caniago (41 tahun). Tas buatan keduanya yang diproduksi di kediamannya Jalan Bajak IV, Gang Perjuangan 1, Kecamatan Medan Amplas ini tidak hanya menjadi langganan pedagang tas, tapi sudah merambah pasar luar provinsi bahkan acap kali menerima pesanan khusus dari instansi dan acara kepartaian.
Saat ditemui di rumahnya, Fatma menuturkan usaha Tas Kerajinan Fatma sudah dimulai lima tahun lalu dengan sangat sederhana dengan bermodalkan Rp500 ribu. Uang senilai itu, dibelikan mesin jahit kecil dan bahan-bahan baku. Fatma beruntung memiliki suami yang punya keahlian menjahit yang diterimanya dari kursus dan berhasil mentransfer ilmunya ke Fatma. Ali Nasir mengambil peran menjahit pola yang sudah dibentuk oleh sang istri dengan mesin jahit model lama. Semua masih dikerjakan dengan sangat manual.
Tas Kerajinan Fatma ini mulai dari tas kantor, sekolah, modis dan lainnya dengan bahan beraneka ragam, seperti metalic, kain ulos, kain lupin. Saat diperkenalkan ke publik, pasangan suam istri ini mengalami kendala, dan kadang terpaksa harus mengutang ke orang lain. “Kami pasarkan sampai ke Siantar (kota di Sumut). Awalnya laku hanya dua, kadang ngutang sebelum dapat langganan. Dan produksinya masih sanggup hanya dua lusin tas” ujarnya.
Kondisi seperti itu, mulai membaik setaun kemudian. Langganan mulai tertarik dengan hasil karya Fatma. Dari mulut ke mulut, tas Fatma mulai dikenal. Fatma sudah merasakan balik modal dan keuntungan bertahap. Dari keuntungan tersebut, Fatma dan suami membeli mesin jahit tambahan. “Lama-lama banyak orang instansi dan dinas tahu tas saya akhirnya mereka memesan. Begitu juga organisasi dan partai, kalau ada acara pelatihan atau kepartaian pesan tas ke saya,” tutur ibu dua anak ini.
Banjirnya pesanan tas, membuat keduanya memberanikan diri mempekerjakan karyawan untuk membantu. Itupun kadang kesulitan memenuhi permintaan pasar, terlebih banyak karyawannya yang mendalami tata cara membuat tas selama bersama Fatma dan suami, malah memilih hengkang dan membuka usaha sendiri. “Kalau permintaan pesanan dari pasar, seminggu mencapai 12 lusin untuk satu model, belum lagi pesanan dari dinas-dinas dan lainnya. Dulu karyawan ada lima, mesin ada enam. Tapi, karyawan sudah pandai buat sendiri ya mereka lepas dari kami dan buka usaha yang sama sendiri. Mau bagaimana lagi, itulah risikonya. Kami juga senang bisa menularkan skill ke orang lain agar mereka juga bisa membuka lapangan kerja. Jadinya memang terkesan seperti persaingan bisnis, tapi bagus juga untuk meningkatkan kreativitas kami. Kalau di Medan, saingan bisnis seperti ini sangat banyak. Ya untuk bisa bertahan harus terus berinovasi dalam membuat model dan padu padan bahan baku,” ungkapnya.
Produksi Fatma kian melonjak saat mengikuti berbagai pameran. Diapun mengaku hanya memproduksi sesuai pesanan dan tidak punya stok. Tas-tasnya yang dijual di pasaran dengan kode barang OB alias obral bahkan menarik simpati konsumen dari Malaysia. Para wisatawan ini sering belanja tas di Medan dan mendapati tas-tas Fatma dijual murah dengan desain yang bagus. Banyak konsumen dari Malaysia, Jakarta yang sudah jadi langganannya. “Konsumen kami sudah sampai ke Malaysia. Mereka belanja di toko, begitu juga dari Jakarta, Palembang yang suka beli barang OB, karena katanya kalau di sana (Jakarta) tidak ada tas OB seperti yang saya buat,” bebernya.
Meski sudah banyak pesanan, Fatma mengakui belum bisa menerapkan margin harga jual dan keuntungan yang besar. Harga tas Fatma mulai didrop ke pasar dengan harga Rp25 ribu hingga Rp150 ribu. Keuntungan bisa diraihnya besar tergantung banyaknya pesanan, khususnya dari instansi dan partai. Sedangkan untuk barang yang didrop sesuai pesanan ke pasar omset mencapai Rp6 jutaan. “Omset tergantung pesanan, bisa lebih besar kalau makin banyak yang pesan. Pelanggan dari instansi dan acara partai jika membludak akan sangat mempengaruhi omset,” ungkapnya.
Saat ini, tak banyak kendala yang dihadapi Fatma kecuali harus tetap berinovasi di tengah persaingan pasar, dan mencari bahan baku yang bagus untuk tas tas tersebut. Karena bahan baku tas kantor misalnya harus diimpor dari luar Medan. “Kualitas bahan baku yang ada di Medan kurang bagus, jadi harus cari ke kota lain. Tapi untuk tas-tas lainnya masih bisa menggunakan bahan baku di Medan,” ucapnya.
Fatma mengatakan tetap optimis dengan usahanya ini. Menurutnya, tak semua orang bisa membeli tas branded yang mahalnya dan harganya bisa mencapai ratusan ribu hingga puluhan juta. “Tingkat ekonomi orang berbeda-beda, orang masih bisa bergaya dengan tas-tas bagus dengan harga murah. Selama ini pelanggan saya juga ada yang dari kalangan menengah ke atas. Karena mereka bisa memesan tas sesuai maunya mereka, jadi hasilnya bisa unik,” pungkasnya. (nina rialita)
Tas Kerajinan Fatma
Alamat : Jalan Bajak IV, Gang Perjuangan 1, Kecamatan Medan Amplas
Nomor Telepon : 081264707831
You must be logged in to post a comment.