Pengurus PSMS versi Benny Sihotang ‘Ikat’ Donny Siregar dkk

Pengurus PSMS versi Benny Sihotang ‘Ikat’ Donny Siregar dkk

Pengurus PSMS Medan versi ketua umum Benny Sihotang telah mengikat enam pemain bidikannya untuk memperkuat tim musim 2012/2013. Mereka adalah Donny Fernando Siregar, Yuda Andika, Irwanto, Ari Yuganda, Romi Agustian dan eks gelandang PSMS ISL musim lalu Zulkarnain. Keenam pemain ini bersama pelatih, Abdul Rahman Gurning telah menerima uang tanda jadi sekira 10 persen dari nilai kontrak di Sekretariat PSMS Medan, Komplek Kebun Bunga, Senin (29/10).

Negosiasi para pemain ini terbilang sangat alot. Dimulai dari pukul 09.30 WIB hingga pukul 14.30 WIB, para pemain harus komunikasi berkali-kali sebelum menuntaskan kata sepakat. Dalam negosiasi ini, sejatinya ada tujuh pemain ditambah Jecky Pasarella, namun eks striker PSMS IPL ini belum juga menemukan titik temu nilai kontrak yang pas hingga menjelang sore dan negosiasi akan kembali dijalin Selasa. Ketujuh pemain ini, dua di antaranya merupakan pemain yang sudah dinyatakan lolos seleksi dari pihak PSMS versi Ketua Umum Indra Sakti Harahap, yakni Irwanto dan Jecky Pasarela.

Satu persatu pemain yang berkumpul di kantin PSMS dipanggil ke sekretariat untuk tawar menawar harga di depan beberapa pengurus dan ketua umum. Sesi pertama, hingga pemain ketujuh tidak juga satu kata sepakat terucap. Sesi kedua, pemain kembali dipanggil berturut dengan cara yang sama. Tercatat, masing-masing pemain ada yang harus mondar mandir dari kantin ke sekretariat sebanyak lima sampai tujuh kali untuk akhirnya deal harga. Setelah pemain, giliran Abdul Rahman Gurning yang prosesnya terbilang cepat, lantaran sudah menemukan kata sepakat soal nilai kontrak sebelum hari Senin.

Ketum PSMS Benny Sihotang kemudian memperkenalkan para pemain dan pelatih ke media yang masih secara simbolik dengan berfoto bersama sambil memegang satu kemeja hijau putih PSMS. Dirut PD Pasar Pemko Medan ini mengatakan akan segera meresmikan pemain lewat draf kontrak setelah kepengurusan dikukuhkan. “Kami sudah mengikat pemain, walaupun kepengurusan belum dikukuhkan. Kami semuanya terbuka, apa yang kami negosiasikan tadi dengan pemain semua pemain dengar. Ini yang mau kami bangun, keterbukaan. Jadi tidak ada istilah ada dusta di antara kita,” ungkapnya.

Benny mengakui, saat ini hanya bisa memberikan panjar. “Ini bukan kontrak, hanya panjar. Ini bukan DP (uang tanda jadi), kami belum teken kontrak, ini tanda jadi dan pemain menandatangani kwitansi bermaterai. Ada enam pemain, Jecky masih negosiasi. Apa yang disepakati bersama pemain, itu semua yang diberikan ke pemain dan tidak ada potongan, kami sudah sepakat dengan pemain seperti itu,” tegasnya.

Dia mengurai, alotnya proses negosiasi lantaran tawar menawar harga. “Inilah negosiasi namanya, kami terbuka dengan teman-teman pemain. Alot, tidak ada rekayasa. Soal berapa nilai kontrak, saya enggak etis mengungkapkan. Tapi kalau teman-teman pemain mau mengatakan ke publik silahkan, saya menghomati itu,” ungkapnya.
PSMS sendiri belum menemukan sponsor, dan Benny memastikan uang yang keluar untuk uang tanda jadi pemain adalah dari kantong pribadi pengurus. “Sponsorship belum ada masuk, tapi sudah ada beberapa yang didekati. Belum bisa deal dengan sponsor, karena kami belum ada komposisi pengurus. Ya mau tidak mau, kami bahu membahu sesama pengurus untuk membayar tanda jadi ini” ujarnya.

Untuk itulah, lanjutnya pihaknya belum menyusun angka pasti untuk rancangan anggaran keperluan untuk belanja pemain musim ini. “Seperti yang kita ketahui kepengurusan musim lalu tidak ada menyisakan satu rupiah pun. Jadi kami mencari sendiri kebutuhan kami. Kami belum buat budgetting (untuk belanja pemain). Walaupun secara perusahaan itu salah, namun inilah PSMS saat ini, harus diterima apa adanya dengan keterbatasannya. Tapi, kami percaya bisa mengatasinya dengan bahu membahu. Target kami hanya satu musim ini berada di divisi utama, musim depannya harus naik level,” tegasnya.

Setelah hari pertama mengikat enam pemain, Benny mempersilahkan proses selanjutnya ke pelatih untuk merekrut pemain. Rekomendasi pelatih akan diteruskan ke pengurus, kemudian dengan melihat track record musim-musim sebelumnya, sang pemain akan langsung dinegosiasi. “Soal pemain, termasuk pemain asing diserahkan saja pelatih. Karena kalau hanya dari pengurus, kemudian pelatih enggak sreg dengan pilihan tersebut, kan susah juga. Sebab sepakbola itu teamwork,” ucap pria berkacamata ini.

Persiapan tim yang mulai terlihat, lanjutnya akan diteruskan dengan latihan. Proses ini tentu akan sangat tergantung dengan dualisme PSMS saat ini. Mengingat PSMS versi ketua umum Indra Sakti Harahap menjalani seleksi lanjutan juga di Kebun Bunga. Benny memastikan akan membuat surat dan meminta wali kota Medan untuk menerbitkan sebuah surat untuk penguasaan lapangan. “Dualisme ini pengaruhnya pasti ada. Kami akan kukuhkan kepengurusan dalam minggu ini, kemudian nanti kami minta kepada pak Wali Kota untuk menerbitkan sebuah surat penguasaan lapangan. kami enggak mau memegang tempat tanpa pegangan, harus ada dasarnya sama kami,” ungkapnya.

Sementara itu, Abdul Rahman Gurning memastikan tidak akan seleksi pemain. Dia akan menggunakan formasi 4-4-2, sehingga dari pola ini dia cukup tahu berapa pemain yang dibutuhkannya selama satu musim sesuai posisi. “Idealnya 24 pemain, atau 26 dengan pemain asing. Dan kalau ada uang, tambah lima untuk pemain magang. Yang jelas dari pengurus diutamakan putra daerah. Termasuk untuk anak PON, ada juga yang sudah kami komunikasikan dengan pemain-pemain PON. Kalau untuk pemain asing, intinya skillnya harus di atas pemain lokal, karena dari penggajian mereka lebih tinggi,” ujar eks pelatih PSP Pekanbaru ini.

Gurning sendiri mengaku senang proses tahap awal uang tanda jadi ini selesai, karena statusnya yang sudah meningkat satu level tentang status sebagai pelatih PSMS. Sebagai pelatih dia senang bisa kembali ke Medan dan berkarir dekat dengan keluarga. “Sudah enam tahun saya di luar daerah terus. Saya juga ingin membesarkan PSMS yang sudah membesarkan saya,” tuturnya.

Sedangkan, dari pemain, Donny Fernando Siregar, mengakui alotnya negosiasi yang berjalan Senin pagi hingga siang, lantaran nilai yang ditawarkan pengurus terlalu rendah. “Mungkin pengurus baru belum tahu kali harga pemain. Jadi kami ditawar terlalu rendah, tapi setelah kami ngomong naik harga, akhirnya menemukan titik temu. Kalau saya pribadi, nilai yang cocok lebih rendah dari yang saya terima di klub sebelumnya (PSIS). Namun ini harganya setimpal karena sekarang saya enggak perlu merantau lagi dan bisa dekat dengan keluarga, apalagi istri sedang hamil,” jelas eks kapten PSIS ini.

Donny sendiri mengaku senang, pengurus PSMS bisa melakukan gebrakan dengan melakukan proses tanda jadi ke pemain dengan memberikan 10 persen dari kontrak. Proses ini juga yang membuatnya melepaskan tawaran dari beberapa klub lainnya saat ini yang sedang negosiasi berjalan, seperti Pro Duta. Juga dari PSMS versi Ketua Umum Indra Sakti Harahap. Pasalnya, pascadinyatakan tidak lolos ke seleksi tahap tes medis, banyak suara publik Medan mengecam keputusan tersebut. Donny akhirnya sempat dihubungi dan rencananya akan menjalani negosiasi oleh pengurus. “Iya sempat dilirik dan sore ini (Senin) katanya mau dinegosiasi dengan pihak PSMS versi Pak Indra Sakti. Tapi ya mungkin, saya kadung sakit hati. Sudah izin ikut TC di Jogja untuk Batik Cup di Solo (sehingga absen seleksi), malah ditolak. Yang di Pro Duta juga selepas ini harus dilepas, karena sebelumnya masih terus negosiasi berjalan,” pungkasnya. (nina)

Donny Siregar dkk berfoto bersama Benny Sihotang dan Abdul Rahman Gurning

Suimin Pasrah

Pelatih Kepala PSMS Medan versi ketua umum (ketum) Indra Sakti Harahap, Suimin Diharja tak bisa berbuat banyak, begitu mengetahui pemainnya beralih ke PSMS versi ketum Benny Sihotang. Irwanto, Jecky Pasarela mengikuti proses negosiasi bersama Benny Sihotang di Sekretariat PSMS, Kebun Bunga Senin (29/10). Irwanto sudah sepakat menjadi bagian dari PSMS yang dilatih Abdul Rahman Gurning itu dengan menerima uang tanda jadi dari sepuluh persen nilai kontrak yang disetujui. Sedangkan, Jecky akan melakukan negosiasi kembali pada hari Selasa.

Irwanto dan Jecky adalah dua dari 34 pemain Suimin yang sudah masuk seleksi tahap ketiga atau hanya menunggu tes medis. Langkah keduanya, diyakini bakal diikuti beberapa pemain lainnya, lantaran pemain-pemain yang diseleksi ini belum satupun menerima kepastian, meski sudah melakoni seleksi jauh hari. Bahkan hingga hari ini, tes medis yang dijadwalkan dilakukan di Universitas Negeri Medan (Unimed) kembali ditunda. Sebut saja, Saktiawan Sinaga, Fajar Andika, Wijay, Muhammad Antony juga Wiganda Pradika, nama-nama yang ramai dibicarakan bakal beralih ke tim Abdul Rahman Gurning.

Saktiawan Sinaga, Afan Lubis, Fajar Andika dan beberapa pemain lainnya, sejatinya sudah pernah bernegosiasi dengan pengurus dan ketua umum Indra Sakti Harahap. Namun, lanjutan dari negosiasi pemain-pemain yang direkomendasi Suimin tersebut agar menjalani negosiasi lebih cepat belum juga direalisasikan dalam bentuk apapun, melainkan hanya pertemuan di Hotel JW Mariot Medan.

Soal dua pemain Irwanto dan Jecky, Suimin tampak pasrah. Dijumpai di Gedung Mantan PSMS, lokasi yang bersebelahan dengan Mes PSMS, Suimin mencoba tenang. Menurutnya, sepakbola sudah menjadi pekerjaan, dia tidak bisa melarang pemain jika menerima tawaran yang lebih pasti. “Namanya kerja, ya enggak masalah. Dari sisi teknis, mereka (Irwanto dan Jecky) kami butuhkan. Tapi sekali lagi, sepakbola adalah pekerjaan. Jadi umpamannya mana yang lebih cepat dan punya kepastian, pemain pasti ke sana. Kita harus fair memandang hal ini,” ujarnya.

Dia mengurai, sejak tahun 1980-an sepakbola sudah menjadi batu loncatan untuk kerja bagi pesekabola. “Tahun 1995, sudah menjadi profesi. Jadi wajar saja, kalau situasinya seperti ini,” timpalnya.

Suimin mengaku masih punya banyak stok pemain untuk menutupi dua pemain yang hijrah ke tim PSMS lainnya. “Masih ada 32 pemain lagi. Tapi kalau nama-nama yang ramai dibincangkan itu juga pergi ke sana, itu yang akan sangat merusak skema tim yang sudah saya rancang. Tapi, kalau hanya dua pemain, tidak masalah. Bahkan kalau Novi Hendrawan (pemain yang tidak lolos ke tahap ketiga lantaran absen selama seleksi) mau bergabung kemari ya enggak apa-apa,” ujarnya.
Selain itu, Suimin masih punya 25 pemain lainnya yang tidak lolos ke tahap ketiga yang rencananya digabung untuk tim PSMS II (cadangan). “Makanya pemain yang tidak lolos seleksi ke tahap ketiga, tetap kami pakai untuk menjaga hal-hal seperti ini,” lanjutnya.

Mantan pelatih Sriwijaya FC ini berusaha tenang, sebab memori musim 2009/2010 terus menghantuinya. Saat itu, dia sudah merancang skuat dengan pemain-pemain yang ciamik, namun banyak pemain yang dibidiknya gagal menemukan kata sepakat hingga akhirnya memilih klub lain. Suimin pun hanya bisa memainkan tim dengan pemain cadangannya. “Kita enggak tahu besok, nanti malam, bahkan bentar lagi yang akan terjadi (pemainnya lari),” tegasnya.

Soal dualisme PSMS, Suimin juga tak ambil pusing. Menurutnya, penonton di Medan sudah kritis. Penonton, lanjutnya sudah pintar memilih tim untuk ditonton. “Penonton Medan kritis, sepakbola bukan hanya menang dan kalah. Kans seninya juga ada. Mereka (penonton) yang akan menentukan mau menonton yang (PSMS) mana soal dualisme ini,” jelasnya.

Suimin mengakui, pihaknya masih menunda tes medis dan akan mengalihkan agenda uji coba lewat turnamen di Lhoksewame mulai tanggl 4 November 2012. “Program rencana ke aceh, untuk conditioningnya tepat. Kami akan bermain pressing, bakal ada delapan tim di turnamen itu. Kami rencananya bawa 25 pemain, sisanya berlatih di Medan. Saya nanti ajukan ke pengurus agar pelatih dibagi dua, ada yang berangkat dan tinggal. Nanti di sana (Aceh), kami sekalian ingin melihat level fisik masing-masing pemain,” pungkasnya. (nina)

Sofian Simanjuntak Menggugah Petani Melalui Kompos

Simanjuntak
Menggugah Petani Melalui Kompos

“Keberhasilan dalam hidup bukan sebanyak apa harta yang kita kumpulkan, setinggi apa jabatan yang kita duduki atau setinggi apa ilmu yang kita capai, tapi sebanyak apa yang sudah kita perbuat untuk orang lain”

Kalimat dalam kutipan di atas sudah lama jadi pegangan hidup seorang Sofian Simanjutak, pembuat kompos asal Tarutung, Tapanuli Utara. Dalam kesehariannya, pria yang lahir 1 Februari 1964 silam ini selalu berpikir tentang sesuatu yang mampu digunakan untuk masyarakat banyak.

Satu terobosan penting dalam fase kehidupannya adalah saat memutuskan menggunakan kompos untuk tanaman dan mencoba memutus mata rantai ketergantungan petani Tarutung yang kecanduan memakai pupuk kimia.

Sofian menyebutkan ide pembuatan kompos sejatinya sudah lama terpikir dalam benaknya, tepatnya sejak mulai menekuni perkuliahan di Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo tahun 1982. “Kebetulan saya tergabung dalam kelompok mahasiswa pencinta alam ‘Kompos’ UNS Solo, namun cita-cita saya menjadi seorang insinyur pertanian kandas pada tahun 1984 karena sesuatu hal,” ujarnya.

Meski begitu, ide itu terus bermain dalam pikiran warga Jalan DI Panjaitan 145, Tarutung ini. Lantas, tahun 1984 Sofian melanjutkan perkuliahan di salah satu perguruan tinggi swasta di Medan pada Fakultaas Fisipol jurusan Pemerintahan. “Pada tahun 1993, saya mencoba melamar menjadi PNS dan diterima di Pemkab Tapanuli Utara sampai sekarang. Pada saat dipercayakan pimpinan bertugas sebagai camat di beberapa kecamatan di Tapanuli Utara, saya melihat ketergantungan masyarakat akan pemakaian pupuk dan pestisida kimia,” ungkapnya.

Melihat kondisi ini, Sofian merenungkan mengapa masyarakat tidak memanfaatkan potensi alam sekitar yang bisa digunakan sebagai alternatif pengganti pupuk dan pestisida kimia.

Pendapatnya pribadi, ketergantungan petani di Tarutung dalam penggunaan pupuk kimia adalah faktor kemalasan. Dia menilai pemakaian pupuk kimia dan pestisida lebih dipilih karena praktis dan petani juga takut mencoba hal-hal baru dan enggan mengambil risiko. “Di samping itu SDM petani kita juga turut mempengaruhi dan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkompeten dengan tidak mau mensosialisasikan pemakaian pupuk yang murah dan ramah lingkungan ini,” jelasnya.

Dan dia memutuskan, jika harus menggugah masyarakat, mungkin bisa dimulai dari dirinya sendiri. “Tahun 2008, ketika saya tidak diberi lagi ‘kepercayaan’ sebagai pejabat, akibat banyaknya waktu luang, saya memulai kegiatan untuk membuat kompos sendiri sejak Januari 2009 sampai sekarang,” tuturnya.

Sofian sama sekali tidak mengalami kesulitan memproduksi kompos, sebab secara teoritis pembuatan pupuk kompos sudah dipelajarinya di bangku kuliah. “Walaupun saya bukan dari keluarga petani, kebetulan orang tua saya memiliki lokasi pergudangan yang sudah puluhan tahun tidak pernah difungsikan. Di sinilah, saya mencoba membuat pembibitan pohon dan buah-buahan secara kecil-kecilan. Namun karena kebanyakan, bibitnya saya bagikan kepada masyarakat yang meminta, mau datang ke tempat saya dan mau menanam secara gratis,” jelasnya.

Tentunya, semua bibit tanaman media tanahnya dikomposkan dulu. Dia memanfaatkan limbah organik yang terbuang secara percuma dan mengganggu suasana pemukiman penduduk. “Saya mengumpulkan rumput, sampah pajak yang kebetulan lokasinya dekat dengan tempat pembibitan yang saya buat untuk dijadikan sebagai pupuk. Dan saya bagikan kepada masyarakat yang meminta secara gratis,” tuturnya.

Usaha ini kemudian bak gayung bersambut. Sofian yang memiliki teman-teman di perantauan mulai mengetahui kegiatannya, Sofian menyarankan rekan-rekannya kalau punya rezeki di perantauan agar mau membantu masyarakat di kampung yang tidak mampu membeli pupuk. Beruntung, beberapa temannya tertarik dan terpangil dengan program yang dibuatnya.

Niat baik Sofian dalam pembuatan kompos tak selamanya berjalan mulus. Pada tahap awal, dia membuat kompos padat, namun beberapa masyarakat sekitar mengeluh akibat bau yang ditimbulkan pada saat proses fermentasi. Sofia tak ingin usahanya jadi sia-sia, dan langsung mencoba membuat pupuk kompos dalam bentuk cairan yg diproses secara anaerob/pada ruang atau wadah tertutup sehingga baunya tidak mengganggu masyarakat sekitar lokasi pembuatan pupuk ini.

Di lokasi ini juga dia membuat kebun percontohan dan pengujian pemakaian kompos. Dimulai sejak dari benih sampai panen dia menggunakan pupuk yang dibuatnya sendiri dan sama sekali tidak mengandung unsur kimia sintetis. “Kondisi ini sudah berlangsung sejak Januari 2009 sampai hari ini, belum pernah ada masyarakat yang memakai pupuk yang saya buat ini mengeluh akan manfaat dan dampak pemakaiannya,” tegasnya.

Dari hasil ujicoba tanaman menggunakan kompos, Sofian mampu memanen hasilnya. Tapi, dia tak segan membagikannya ke masyarakat. Dia juga meminta rekan-rekannya yang tinggal di London, Amerika, Jepang dan Australia, kalau pulang ke kampung membawakannya oleh-oleh berupa bibit tanaman. “Seperti papaya California, berbagai jenis salad, lobak, bunga, dan tanaman holtikultura lainnya seperti cabe, sayuran. Itu juga saya tanam dengan menggunakan pupuk yang saya buat ini, hasilnya cukup baik dan menggembirakan,” timpalnya.

Hingga kini, kunjungan teman dan para petani ke lokasinya menanam tanaman dengan kompos dikunjungi kurang lebih 25 ribu kali. Di tempat tersebut terdapat bibit pohon kehutanan kelas I seperti merbau, sampinur, meranti, gaharu, suren, kapur dan lainnya yang dibagikan lebih kurang 200 ribu polibag. Juga ada bibit tanaman buah seperti coklat, anggur, apel, jeruk purut, pepaya, asam jawa, lengkeng, sirsak, terong Belanda kurang lebih 75 ribu polibag, ribuan. “Saya juga sudah bagikan brosur dan tulisan tentang tatacara pembuatan pupuk kompos padat dan pupuk organik cair. Sampai saat ini saya belum merasa memiliki prestasi, memang ada tawaran dari teman-teman untuk diusulkan mendapat penghargaan seperti Kalpataru, Pos Daya, bantuan dari luar negeri, tapi belum pernah terlintas dalam pikiran saya untuk hal-hal tersebut,” bebernya.

Berdasarkan pengalamannya yang mampu menggugah petani menggunakan kompos, Sofian masih terus berharap agar pemerintah juga peduli. “Saran saya tolonglah para aparat kita yang berlatar belakang pertanian mau membagi ilmunya ke petani kita tentang manfaat yang sangat besar, luas, komplit atas penggunaan pupuk kompos ini demi keberlangsungan masa depan generasi kita berikutnya,” tuturnya.

Kepada para politikus, bapak empat anak ini juga menyentil agar mengingat janji ketika masa kampanye dulu. “Berpihaklah kepada petani kita dan dibukalah nuraninya atas ketidak-adilan yang terjadi kepada para petani kita, jangan biarkan para produsen pupuk kimia dan pestisida menjajah dan membodoh-bodohi para petani kita hanya untuk pribadi dan keuntungannya sendiri,” ungkapnya.

Apalagi, menurut suami dari Elzas Lumbantobing ini, Sumatera Utara memiliki bahan baku pupuk kompos yang tidak terbatas. Dia yakin dengan pemakaian pupuk kompos, Sumatera Utara akan dapat menembus pasar pangan organik yang prospek sangat menjanjikan, akibat makin tingginya kesadaran masyarakat luar negeri akan kondisi bumi yang semakin mengkhawatirkan. (nina rialita)

*Terbit di Majalah Agronomic, 2011

Nastja Ceh dan Suharto AD Saling Puji

Natja Ceh adalah pemain kelas dunia dengan 48 caps bersama Timnas Slovenia. Namun, siapa sangka, pengalaman kali pertama membela klub Indonesia, PSMS Medan, membuatnya tak bisa lupa bagaimana riuhnya Stadion Teladan. Maka jangan heran, pemain berusia 34 tahun ini masih ingin kembali melanjutkan karirnya di Indonesia, walau masih punya kenangan buruk tentang gajinya selama membela PSMS belum dibayar hingga hari ini.

Selama di Medan, Ceh punya satu sosok yang sangat dikaguminya. Alasan yang juga membuatnya menghormati PSMS, meski dalam keadaan sulit sekalipun. Dia adalah Suharto AD, pelatih yang bertajuk caretaker selama mengarsiteki PSMS ISL. “Dia (Suharto) salah satu figur dan hal terbaik yang pernah terjadi selama saya berada di Indonesia. Dia tahu banyak tentang sepakbola dan kepribadiannya sangat luar biasa, sifat dan sikapnya sangat patut dicontoh,” tulisnya dalam email kepada saya beberapa hari lalu. Ceh acapkali menggunakan email untuk berkomunikasi dari Slovenia.

“Jika sepakbola Indonesia punya banyak sosok seperti dia sebagai pelatih. Tak perlu khawatir lagi tentang kondisi sepakbola di Indonesia. Dia sangat dekat dengan pemain. Saya sendiri sebagai pemain yang sudah main di Eropa, belum pernah bertemu pelatih seperti dia. Sangat ramah dan sangat mengerti kondisi saya selama di PSMS. Dia banyak membantu saya beradaptasi. Dua kata untuk dia. PRIA HEBAT,” begitulah Ceh, sangat emosional jika bicara tentang Coach Suharto.
Ceh, bagi saya bukan hanya sebagai narasumber yang baik. Dia pesepakbola yang pintar, karena mampu menjawab pertanyaan dengan bijak dan punya totalitas dalam karirnya. Ceh tidak pernah lupa bagaimana dia sangat menyesal PSMS bisa turun kasta ke divisi utama. Bahkan sampai hari ini, dalam beberapa kali email yang dikirimkannya ke saya, dia masih belum bisa melupakan memori pahit itu. “Saya kecewa, saya stres. Saya sangat sedih,” itulah kalimat dirangkai berulang kali kalau mengingat PSMS.

Soal karir, teman saya ini enggan bicara banyak. Meski banyak klub yang menawarinya, toh PSMS tak lekang dalam ingatannya. “Bagaimana kabar di Medan. Coach Suharto apa kabarnya? Kamu tolong sampaikan salam saya ke dia ya,” sebuah email masuk beberapa jam lalu.

Amanah seseorang harus disampaikan. Saya lalu mengirim sebuah SMS kepada Coach Suharto AD. Saya tulis begini, “Coach, Nastja Ceh kirim salam. Dia bilang, coach pelatih yang sangat baik,” SMS terkirim.
Sesaat kemudian, SMS balasan mampir ke handphone saya. “Tks ya Nina atas salamnya, salam kembali ke Ceh ya. Dia pemain hebat yang pernah saya latih, dengan loyalitas dan dedikasi tinggi serta kualitas bermain yang baik. Dia pemain terbaik di kompetisi Indonesia 2012,” balasan SMS coach ke saya.

Akh, terlarut saya dalam komunikasi jarak jauh sebagai perantara. Secara pribadi, coach Harto-begitu saya memanggilnya, memang sulit tidak disebut sebagai pria hebat. Dia single parent pasca-meninggal sang istri. Keenam anak-anaknya sangat dekat dengan sosoknya. Dia akrab dengan semua jurnalis olahraga terutama yang biasa di PSMS. Tak ada pilih kasih, semua diladeni. Banyak yang berharap suatu hari, coach bisa melanglang buana melatih klub lain di luar Sumatera. Namun, alasan ingin dekat dengan anak-anaknya, membuat haru kembali hadir. “Saya enggak bisa jauh dari anak-anak. Yang paling besar masih kuliah, yang kecil juga tidak mungkin saya tinggal. Saya bahagia melatih di PSMS, karena bisa memantau anak-anak,” ujarnya dalam kesempatan berbeda. (nina)
*Foto bersama Ceh usai wawancara di Hotel Danau Toba, setelah PSMS lawan Persib Bandung.

bola, bakat dan kepedulian terhadap kesehatan

Pesepakbola Indonesia dinilai punya tipikal pekerja keras. Hal ini diakui Carlos Luciano da Silva, mantan pemain timnas Brasil di Piala Dunia 2002 dan 2006 dalam rangkaian Tour of Hope bekerja sama dengan Football Plus di Medan, Kamis (30/8). Namun, pemain yang akrab disapa Mineiro ini menyarankan, jika timnas Indonesia mau berhasil ke depan, pesepakbola tidak cukup bekerja keras di lapangan tapi juga punya skill dasar yang baik.

Mineiro mengungkapkan penilaian tersebut usai ikut dalam pertandingan melawan Tim Riau Selection Plus yang diperkuat beberapa pemain timnas, seperti Oktovianus Maniani, Titus Bonai, Patrich Wanggai) di Stadion Kaharuddin Nasution, Selalu (28/8) lalu. “Pemain Indonesia pekerja keras, tapi itu saja tidak cukup. Semua timnas, termasuk Brasil mencari kesempurnaan. Di Indonesia, para pemain masih kurang pressing, shooting dan passing. Perlu memperbaiki itu kalau mau ke Piala Dunia. Tapi kalau mau berusaha terus, pasti bisa,” ujar mantan pemain Chelsea dan Schalke ini.

Pemain berusia 37 tahun ini juga menambahkan, pemain sepakbola profesional juga harus memperhatikan elemen lain selain skill dan bakat yang bagus. Hal yang penting dilakukan adalah punya disiplin dalam memperhatikan kesehatan. Satu diantaranya, jauhi merokok. “Kalau mau jadi pemain profesional, kamu tidak hanya harus punya skill. Kamu harus mau berpikir dan memilih yang bagus untuk karir. Tidak hanya untuk sepakbola, tapi juga olahraga lain. Kamu tidak bisa merokok. Menurut saya, olahraga tidak cocok dengan merokok, minuman keras atau obat-obatan,” jelas gelandang bertahan yang memperkuat Klub Tus Koblenz musim 2011/2012.

Mineiro meyakini mau ikut dalam Tour of Hope bersama FootballPlus adalah sebagai cara menyampaikan apa yang berguna untuk masyarakat. “Saya tahu dalam olahraga, ada kekuatan yang luar biasa yang bisa memberikan masa depan. Kami mau memotivasi anak-anak remaja, supaya bisa menjadi dan mencapai untuk menjadi pemain. Kamu mau mengajar anak-anak apa yang baik untuk jadi pesepakbola,”

Pemain Brasil lainnya, Elivelton, mantan pemain Sao Paulo mengatakan hal senada. Pria berusia 41 tahun ini mengamini pernyataan Mineiro. “Saya setuju dengan Mineiro, perlu diperbaiki (pressing, shooting). Pemain harus punya gaya main yang baik. Timnas Brasil juga terus memperbaiki kemampuan timnas kami. Ranking kami juga menurun saat ini, kami sempat di posisi pertama di FIFA,” ujarnya.

Elivelton menambahkan saat di Riau, Selasa lalu, Tim Brasil kesulitan menang lawan Tim Riau Selection Plus. Pertandingan dimenangkan tim Brasil dengan 2-1. “Kami main bertanding sedikit susah. Tim yang kami lawan sangat bagus, hebat. Walau kami Brasil, susah untuk menang. Kami menang 2-1 dengan tidak gampang. Apa yang saya lihat tim kemarin itu, tim yang disiplin. Saya kira, mereka sudah latihan yang keras dan sudah berada di jalan benar. Mungkin Indonesia bisa main di Piala Dunia juga,” ungkapnya.

Tour of Hope bekerja sama dengan Football Plus ini mendatangkan beberapa pemain Brasil ke Medan. Selain, Mineiro, Elivelton juga ada Lucas de Oliveira dan Luis Felipe Silvestre juga Ze Carlos. Di Medan, para pemain Brasil ini memberikan coaching clinic kepada 150 anak di Lapangan Sepakbola Universitas Sumatera Utara (USU) dari seluruh penjuru Sumatera Utara, Kamis sore. Datang ke Medan, pemain Brasil ini juga membawa replika tropi Piala Dunia.

Dalam coaching clinic yang dilaksanakan di tengah guyuran hujan ini, para anak-anak tidak hanya diberikan teknik dasar bermain bola, tapi juga tentang menggugah kesadaran akan bahaya rokok dan seks bebas agar terhindar dari HIV sejak dini.

CEO Football Plus, John Hamilton mengungkapkan, memberian HIV Awareness ini agar kewaspadaan bisa dimulai dari usia kanak-kanak. “Negara Indonesia HIV Awarenessnya sudah naik. Tapi banyak anak-anak yang tidak tahu, padahal kelompok risiko terkena HIV itu ada di usia 14-an. Sayang generasi kita ini, kalau kita tidak peduli,” ujar pria asal Inggris ini.

John menambahkan, ke 150 anak yang ikut coaching clinic merupakan lanjutan dari pelatihan kepelatihan yang dilakukan di Medan, Januarai 2012 lalu. “Ada pendidikan untuk pelatih di Medan, dan kami meminta pelatih-pelatih untuk membawa tiga pemainnya untuk ikut coaching clinic bersama pemain Brasil ini,” timpalnya.

Football Plus sendiri sudah ada di Indonesia sejak 2005 dan peduli dengan anak-anak Indonesia. “Visi FootballPlus adalah untuk menggunakan sepakbola sebagai media untuk memberi pesan yang bermanfaat bagi anak-anak muda, baik dalam maupun luar lapangan sepakbola. Pesan dari coaching clinic ini adalah mengenai bahaya merokok, waspada HIV/AIDS. Kami mengucapkan teman-teman pesepakbola Brasil yang sudah mau datang ke Indonesia dan menyediakan waktu dari tur mereka untuk membantu coaching clinic ini untuk membawa pesan positif,” tuturnya.

Pelatih pemilik lisensi A UEFA ini berharap, sepulang dari coaching clinic, anak-anak bisa ingat pesan yang disampaikan dalam pelatihan. “Kegiatan ini sudah jalan di Bandung dan sekarang sudah ada 1000 anak dan selalu dalam sesi latihan selalu memberikan nilai-nilai agar awareness HIV,” pungkasnya. (gk-38/nina)

* Terbit di GOAL.com Indonesia, Agustus 2012

Seleksi PSMS

59 Pemain Lolos Seleksi PSMS Tahap I

Tim Pelatih PSMS versi Ketua Umum Indra Sakti Harahap bersama pemandu bakat sepakat memilih 59 nama pemain yang lolos seleksi tahap awal. Jumlah ini menciut setengahnya dari ratusan yang ikut seleksi sejak Senin hingga Jumat kemarin.  Pemilihan pemain tersebut dilakukan secara terbuka di Hotel Garuda sekira pukul 10.00 WIB hingga 12.30 WIB, Sabtu. Tim pelatih dan pemandu bakat memaparkan pemain pilihannya di hadapan pengurus dan jurnalis yang juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi sehat atas nama pemain pilihan

Tidak banyak kejutan yang mencuat dari nama para pemain disebut. Untuk pemain profesional yang lolos sebanyak 30 dan tujuh kiper, sedangkan amatir 21 dan satu kiper.  Daftar pemain profesional nama seperti Saktiawan Sinaga, Markus Haris Maulana, Donny Siregar, Afan Lubis, Wijay, Novi Handriawan, Herman Batak dan lainnya sesuai prediksi lolos. Juga ada tiga nama pemain muda PSMS ISL, Muhammad Antoni, Wiganda dan Ary Pratama yang masuk daftar. Ke 59 pemain ini akan kembali diseleksi tahap kedua mulai Senin (15/10) hingga 20 Oktober di Stadion Kebun Bunga.

Ada beberapa nama dan jumlah yang berbeda dari paparan Tim Pelatih dan pemandu bakat yang diusung mantan pemain PSMS yang juga Ketua Mantan Pemain PSMS, Ismail Ruslan. Sempat terjadi perdebatan sehat dan dituangkan dengan alasan teknis tentang beberapa pemain. Ada delapan nama pemain profesional yang dinilai tim pemandu bakat  layak masuk ke seleksi tahap dua, tapi  tidak dalam daftar pelatih.  Akhirnya, setelah saling sepakat hanya  Yudha Tri Handoko dan Dedi Kibo akhirnya diberi kesempatan ke tahap berikutnya bergabung bersama pemain lainnya yang ada di daftar pelatih.

Hal yang sama terjadi dalam sesi pemilihan pemain amatir, tim pemandu bakat memilih 16 nama, sementara pelatih 15 nama. Dari 16 nama pilihan pemandu bakat hanya ada 11 pemain yang sama dengan penilaian pelatih dan ada empat nama beda di luar pilihan pemandu bakat. Namun, demi proses pembinaan, tim pemandu bakat dan pelatih sepakat meloloskan semua plus satu kiper pilihan pelatih kiper. Para pemain amatir ini nantinya akan diagendakan sebagai tim bayangan PSMS di beberapa event.

Pelatih Kepala PSMS, Suimin Diharja menjelaskan tidak akan menerima pemain seleksi lagi di hari berikut untuk seleksi tambahan yang mendaftar. Suimin menegaskan, pihaknya bertindak sesuai aturan yang diberikan pengurus. “Pendaftaran untuk pemain lokal sudah habis, dan tidak ada rekomendasi lagi. Pemain tambahan hanya bisa terjadi dari turnamen klub-klub PSMS yang memang dibuat untuk sebagai salah satu media seleksi. Kalau dari saya tidak ada penambahan, belum tahu kalau di perjalanan nanti,” jelasnya.

Dia menegaskan, kondisi musim ini haruslah beda dengan musim sebelumnya, saat dia juga melatih PSMS musim 2009. Suimin juga memberlakukan metode yang sama dalam proses penentuan pemain seleksi. Sayangnya, perdebatan sehat untuk mendapatkan gambaran untuk tahap kedua, dan tahap rekomendasi gagal total, lantaran negosiasi harga tidak cocok antarpemain dan manajemen.

Suimin tampaknya memang menjaga beberapa pemain bintang yang saat ini masuk tahap kedua. Saat ini, memang beberapa pemain seperti Saktiawan Sinaga, Markus Haris Maulana, Donny Siregar bisa saja belum menanggapi serius tawaran klub lain, lantaran kondisi sepakbola Indonesia saat ini.  Namun, dalam satu bulan ke depan, kalau pemain yang direkomendasikannya tidak juga mencapai kata sepakat dengan manajemen, bisa jadi pemain-pemain tersebut memilih klub lain dan skuat yang digadangnya jauh dari kata mumpuni.

Kepada pengurus yang datang saat penentuan pemain Sabtu tadi pagi, yaitu Ketua Umum Indra Sakti Harahap dan Sekum, Martius Latuperissa, Suimin menjamin bisa meraih hasil maksimal, jika pemain-pemain yang nanti direkomendasinya dari yang lolos seleksi ini, negonya  berjalan lancar. “Kalau ini skuat kita hari ini, saya jamin boleh kasih target dalam sepuluh pertandingan dengan 20 poin. Tapi kalau saya sanggup lebih dari 20 poin kompensasinya apa. Dan kalau enggak sanggup, saya juga bisa diberi sanksi misalnya dipecat  atau potong gaji,” tegasnya.

Sedangkan untuk paparan posisi kiper dituangkan langsung oleh Mardianto, pelatih kiper. Ada delapan nama yang lolos.  Nama-nama tersebut sesuai prediksi, kecuali Andi Setiawan yang tidak masuk daftar dan masuknya Edi Syahputra Daulay untuk kiper amatir. Ada Markus Haris Maulana, Herman Batak, Irwin Ramadhana, Zulham Syahputra, Ardhana, Bayu Anggara, juga Oki Rengga. Pelatih Kiper Mardianto menjelaskan, Andi Setiawan diprediksi akan dipertahankan Persiba Bantul. Meski sempat datang saat seleksi, Mardianto meyakini klub lamanya masih membutuhkan Andi.

 “Kami prediksi dia (Andi) akan bertahan di Persiba Bantul. Makanya kami tidak masukkan. Sedangkan, Edi Syahputra Daulay itu memang saya rekomendasi untuk masuk. Dia adalah kiper PON Sumut yang memperkuat PON Jambi selama gelaran PON di Riau. Saya tahu kualitasnya, karena bersama saya sejak awal PraPON. Tapi diiming-imingi oleh oknum untuk memperkuat PON Jambi. Selesai dari PON, dia kembali ke Labuhanbatu dan bekerja sebagai penyemprot hama tanaman di perkebunan. Hidupnya kasihan, dia tulang punggung keluarga. Sebagai pelatih PON Sumut, saya cukup tahu kualitasnya, sayang kalau dibiarkan. Makanya saya panggil dia ke Medan, Jumat kemarin datang. Dia dimasukkan dalam daftar pemain amatir,” ungkapnya.

* Belum Menentukan Pilihan
Sementara itu, Ketua Umum PSMS, Indra Sakti Harahap belum mau secara tegas menyatakan kemana tim ini akan berkompetisi divisi utama musim 2012/2013. Meski sempat beberapa kali menyiratkan langkah berada di bawah payung PT Liga.  “Untuk hari ini, kami belum bisa katakan akan mengikuti kompetisi yang mana. Saat ini, sudah ada tim yang berada di Jakarta, nanti dua atau tiga hari lagi, kami akan adakan konferensi pers lagi soal ini dan menjelaskan kemana kami akan ikut kompetisi PT Liga atau LPIS,” ujarnya. (gk-38/nina)

Daftar Nama Pemain Lolos Seleksi Tahap I
1. Profesional  (37)
KIPER : Markus Haris Maulana, Herman Batak, Irwin Ramadhana, Zulham Syahputra, Ardhana, Bayu Anggara, Oki Rengga

BEK : Novi Handriawan, Sugiono, Irwanto, Roni Fatahilla, Susanto, Erwinsyah Hasibuan, Novianto, Dodi Rahwana, Wiganda, Aun Carbiny

GELANDANG : Donny Fernando Siregar, Wijay, M Afan Lubis, Alamsyah Lubis, M Antoni, Fajar Andika, Dede Ariadi, Ade Candra Kirana, Tri Yudha, Ari Pratama, M Yusuf, Syamsul Bahri, Rudi Hartono, Fandi, Dedi Kibo

PENYERANG : Jecky Pasarela, Nico Susanto, Saktiawan Sinaga, Afandi Lubis, Rinaldo

2. Amatir (22)
KIPER : Edi Syahputra Daulay

BEK : Agus Mardika, Tommy Mariadi, Dede Rosadi, M Yusuf Agara, Andi Syafrizal, Andre Sitepu, Aprimansyah, Zulmanda, Hari Sandi

GELANDANG :  Dofer, Asrul, Hari Burnama, Rm Rizki, Jufri Lubis, Resmofu, Hasnul Rifan, Irfan Midin, Rico Simanjuntak, Tri Hardiansyah

PENYERANG : Patriz Khan, Edi Suhendra

SSB Patriot Goes to Malaysia

SSB Patriot Wakil Indonesia ke Champion of Champions Malaysia

Sekolah Sepak Bola (SSB) Patriot Medan, akan mewakili Indonesia dalam turnamen Champion of Champions U-12  di Kuala Terengganu, Terengganu, Malaysia.

Dalam event yang akan digelar 1-9 Desember 2012, selain SSB Patriot Medan juga ada SSB Aramura Papura Barat. Keduanya diundang oleh Majlis Sukan Negara Malaysia.

Manajer SSB Patriot, Fityan Hamdy menjelaskan, pihaknya bangga bisa ikut dalam ajang ini. Karena, bagi SSB yang berlokasi di Jalan Air Bersih No 114 Medan, ini kali pertama melakoni pertandingan di luar negeri.

Dia mengatakan undangan resmi diterima pihaknya dari Majlis Sukan Negara Malaysia tanggal 9 Oktober 2012. “Kami bangga bisa ikut serta dalam turnamen ini. Dan bagi kami ini merupakan hal yang sangat positif dari pihak Majlis Sukan Negara Malaysia yang sudah mengundang kami. Terlebih bisa mengikuti turnamen yang sepakbolanya saat ini lebih maju dari Indonesia,” ujarnya, Minggu sore.

Fityan menegaskan, pihaknya tidak akan sekadar ikut dan menambah pengalaman timnya. “Undangan ke kami ini, berarti kami dipercaya. Untuk itu kami tidak akan sekadar ikut tapi punya target untuk mencapai partai puncak, bagaimanapun kami juga akan membawa nama Indonesia,” ungkapnya mantan sekretaris tim PSMS di ISL 2011/2012 ini.

SSB Patriot yang merupakan semifinalis Danone Cup kualifikasi Medan 2012 ini, akan diperkuat 18 pemain. Muhammad Aryo dkk akan dilatih oleh Syahril WP dan pelatih kiper Rifo Buwono serta ‎​Chief de Mission, Hendra DS. “Selain 18 pemain, dua pelatih dan 4 ofisial, kami akan berangkat bersama beberapa orang tua anak-anak. Karena mereka (orang tua) ingin ikut untuk juga membantu menjaga anak-anak yang usianya masih sangat muda,” tuturnya.

Fityan menambah, sesuai hasil rapat manajemen SSB bersama orang tua, tim akan berangkat 29 November. “Agenda awal, kami harusnya berangkat 30 November atau sehari sebelum tanding di tanggal 1 Desember. Namun, ketua umum (Hendra DS)  inginkan anak-anak bisa punya recovery yang cukup sebelum tanding,” bebernya.

“Ini momen yang berharga buat anak-anak. Kami harapkan bisa bertanding dengan maksimal dan mencapai target,” pungkasnya. (gk-38/ninaGambar)

Love is bizzard, so prepare your self to understand it

03.10 WIB, huaaaaaaahhhhhh, tapi belum ngantuk

 Love can’t be blamed. It’s true. Even when you feel sucks, throw your anger. Love is bizzard. It comes and goes without any permission. It sometimes caused hurt and tears. But don’t forget to think many times, so many times you smiled. So many times you make it as a god.

Love isnot math. But, sometimes it has a pattern. “When you’re dare to fall in love, just prepare to break your heart”. Life is a journey, we can’t live smiley all the times. Life is roller coaster. Up and down, laugh and cry. Life is simple, don’t make it bother.

So, what does y

 

Novi Handriawan-Profil

Dari Pemain Kebon ke Investasi Sawit

Nama Novi Handriawan akrab di telinga penggemar PSMS Medan. Sejak tahun 2010, pemain berusia 25 tahun ini selalu menjadi pilihan utama di lini belakang Ayam Kinantan-julukan PSMS. Novi juga menjadi satu dari tiga pemain PSMS yang dipertahankan pengurus untuk memperkuat skuad musim ini. Novi terkenal tangguh dan kokoh di barisan pertahanan, perawakannya tegas dan punya karakter keras di lapangan. PSMS bukan klub pertama yang membesarkan namanya. PSDS Deliserdang bisa dikata menjadi klub pertama di tahun 2006 yang melecutkan nama hingga sempat berkostum klub kaya Semen Padang tahun 2007.

Di balik jalan sukses yang telah ditapaki saat ini, Novi mengaku sebagai anak kebon (perkebunan). Pasalnya, sejak kecil latihan di lapangan bola milik Perusahaan Perkebunan London Sumatera (Lonsum) Rambung Sialang, Serdangbedagai. Ayah Novi bernama Musirin merupakan karyawan Lonsum Rambung Sialang. “Jadi sejak kelas satu SD sampai kelas enam, saya latihan di lapangan perkebunan. Dari situ kemudian saya enggak bisa lepas dari bola, apalagi saat itu dilatih oleh Sunardi A (mantan pesepakbola perkebunan tahun 1970-an),” ujarnya kepada Agronomic, di Mess PSMS, Kebun Bunga.

Darah sepakbola memang mengalir di tubuhnya, ayahnya merupakan pemain kebon yang sering bertanding antar-kebon. Novi mulanya bercita-cita menjadi tentara, kemudian dia banting setir jadi pesepakbola. “Bapak juga masuk ke perusahaan Lonsum dari bola, karena berprestasi jadi dijadikan karyawan. Sebenarnya bapak enggak ada nyuruh anaknya suka bola, tapi semua berjalan sendirinya,” kenangnya.

Novi mengaku, fasilitas di perkebunan saat itu cukup walau tidak lengkap. Dia mengetahui kalau latihan anak-anak karyawan kebon bisa dilakukan lantaran tiap karyawan membayar iuran Rp3 ribu untuk operasional latihan. “Seperti minum, bola dan lainnya,” timpalnya.

Memasuki usia 13 tahun, latihan di kebon kemudian menjalar sampai keluar. Apalagi, orang tuanya memutuskan pindah dari komplek kebon dan membangun rumah sendiri di luar wilayah perkebunan. “Latihan tetap di sana (kebon), tapi tim kami sering melakukan uji coba sampai ke kota. Lalu, tahun 2000-an, saya disarankan SSB Rapel Perbaungan untuk seleksi di PSDS Junior, selama tiga kali seleksi saya dinyatakan lolos,” ungkapnya.

Dari PSDS Junior, karir Novi terus melonjak dan di sinilah dia mulai paham bahwa sepakbola bisa menjadi profesi yang menjanjikan. “Saat itu saya sudah bisa pegang uang dari bola,” lanjutnya. Hanya tiga tahun di junior, dia ditarik ke senior. Aksinya di lapangan hijau terus dipantau dan memantik simpati klub-klub besar Indonesia hingga sampai ke Semen Padang. Di ranah Minang ini, bisa dikata Novi mulai menikmati hasil kerja kerasnya dan mulai menabung. Sistem penggajian yang baik, dan manajemen yang profesional membuat Novi sangat nyaman. Tidak hanya itu, dia juga sempat dilirik untuk seleksi timnas junior. “Tapi pada saat itu saya tolak, karena saya harus fokus membela klub,” tukasnya.

Novi sangat paham, karir sebagai pesepakbola sangat rawan, terutama saat cedera mendera. Dia mendengarkan saran sang ayah untuk menginvestasikan penghasilan untuk masa depan. Ayahnya menyarankan Novi untuk membeli tanah. Awalnya, Novi sangat sulit merealisasikan, usianya yang masih muda dan masih ingin bersenang-senang. “Sempat sulit juga, karena usia saya masih muda, dan harus mengirit uang. Tapi, sekarang saya paham manfaatnya,” jelasnya pemain yang masih punya cita-cita ingin bermain di Persija dan timnas senior ini.

Pembelian tanah itu berlanjut menjadi kebon. “Investasinya jadi kebon sawit. Saat ini saya punya tiga hektar sawit yang sudah dioperasionalkan sejak tahun 2010. Apalagi, bapak sudah pensiun, jadi beliau yang mengelola itu. Ibaratnya bisa besar karena kebon kembali ke kebon,” ungkapnya soal pemilihan sawit sebagai investasi bisnisnya. Novi punya target ingin memiliki lahan kebon hingga 10 hektar. “Ini terus nabung, saya juga mau ketika pensiun dari sepakbola sudah tahu kemana dan mudah-mudahan bisa jadi pengusaha,” tegasnya.

Novi tak ingin lupa tempat kali pertama belajar bermain bola, di kebon Lonsum Rambung Sialang, akan dikenangnya menjadi awal jatuh cinta ke bola. Untuk itu, dia berpesan kepada calon pesepakbola dari daerah atau kebon untuk tetap latihan serius. “Jangan minder karena berasal dari daerah, semua kuncinya adalah kerja keras dan punya optimisme tinggi. Berlatih terus, dan kesempatan untuk bermain di klub besar akan datang,” pungkasnya. (nina)

Data Pribadi
Nama : Novi Handriawan
Tempat/Tanggal Lahir : Sei Rampah, 1 Januari 1986
Orang Tua : Musirin (ayah)
Tuminem (ibu)
Istri : Ivo Silvia
Anak : Queen Bilbina Handriawan (3 minggu)
Alamat : Jalan Karya Sari, Desa Pegajahan, Perbaungan, Sergai
Posisi : Back (pemain belakang)
Klub/Pemain Favorit : Chelsea/John Terry
Karir Sepakbola : 2002-2004 -PSDS Junior
2005-2006 -PSDS Senior
2007-2009 -Semen Padang
2009-2010 -PSDS Senior
2010-2012 -PSMS Medan

Ansyari Lubis-Profil

Ansyari Lubis

Uwak sang Gelandang Elegan

DI usia 40 tahun, pria yang satu ini masih mampu menunjukkan skillnya bermain sepak bola. Ansyari Lubis, satu diantara tak banyak pemain Indonesia yang masih aktif sebagai pemain dan kini memulai karir sebagai asisten pelatih sepakbola. Pria yang akrab disapa Uwak ini, dinilai sebagai gelandang terbaik di Indonesia. Namanya juga banyak menjadi idola pemain sepakbola muda masa kini di Sumatera Utara. Hingga saat ini, publik masih mencari-cari siapa generasi pengganti Ansyari Lubis yang memiliki teknik tinggi di lapangan tengah.

Di awal karirnya, bapak tiga anak ini menghabiskan kebanyakan waktu bermain bola di kebon, tepatnya Perpapi Paya Pinang, Tebingtinggi. Sejak kecil, pria kelahiran Tebingtinggi, 29 Juli 1970 silam ini, mengenal sepak bola dari orang-orang terdekatnya, seperti ayah, uwaknya, dan kedua abangnya. “Sejak SD saya sering melihat abang saya Taufik Lubis bermain bola, lalu abang saya Syamsul Bahri Lubis juga sempat membela PSMS Junior. Dari mereka, saya tak bisa lepas dari sepak bola. Awalnya saya sering main di kebon ya di Perpapi Paya Pinang itu,” ujarnya.

Impiannya menjadi pesepakbola, semakin serius saat memasuki klub Kartini Putra, sebuah wadah sepakbola yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat tinggalnya di Tebingtingi. Dari sana, Ansyari kemudian masuk PSKTS Tebingtinggi, klub yang sangat dikenal pada tahun 1980-an. Sejak bermain bola, Ansyari nyaman dengan posisinya sebagai gelandang. “Saya merasa posisi ideal saya sebagai gelandang, kalau posisi lain ya enggak proporsional dengan tubuh saya,” tukasnya tersenyum.

Takdirnya, sebagai pemain Indonesia andal semakin diperhitungkan begitu Medan Jaya mengontraknya selama lima musim dari tahun 1989 hingga 1993. Dewi fortuna terus menaunginya, termasuk kala semua klub berebut ingin merekrutnya pada tahun 1993. Ansyari saat itu ibarat mega bintang, dia sedikit bingung dengan banyaknya klub yang ingin meminangnya. Sebut saja PKT Bontang, Putra Kimia juga Pelita Jaya. “Saat itu, saya meminta tanggapan klub (Medan Jaya), hingga diusulkan terima pinangan Pelita Jaya, apalagi saat itu, kedua klub masih ada hubungan, makanya saya hijrah ke Pelita,” timpal suami Amelia Lestari ini.

Kepindahan Ansyari ke Pelita Jaya, mencatatkannya sebagai pemain nasional pertama dengan transfer termahal di kompetisi profesional dengan harga Rp25 juta. Uang senilai itu sangat banyak di tahun 1993. Dia mengaku sulit memanfaatkan uang hasil transfernya itu. “Saya enggak tahu mau beli apa, jadinya uangnya saya tabung dan sebagian saya gunakan untuk mamak saya naik haji,” jelasnya.

Sejak saat itu, Ansyari berganti-ganti klub, hingga kembali ke kampung halamannya di Sumatera Utara dengan membela panji PSDS Deliserdang, pada tahun 2003 hingga 2009. Di sini juga, Ansyari menemukan pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pemuda dan Olahraga sebagai hadiah bagi atlet yang membanggakan. Dan selama di Deliserdang juga, Ansyari menemukan cintanya, pasangan jiwa idealnya, Amelia Lestari, perempuan manis yang kini tepat setia mendampinginya. “Saya memang terlambat menikah, di usia 34 saya baru menikah,” bebernya.

Kini, bersama Pro Duta, klub milik pengusaha perkebunan, Sihar Sitorus, Uwak memiliki impian menelurkan prestasi. Apalagi di klub ini, dia juga bertanggung jawab sebagai asisten pelatih. Di klub ini juga, Ansyari menggapai impiannya ke luar negeri tepatnya ke Argentina, bulan lalu. Pro Duta menjalin kerja sama dengan Boca Juniors, klub Argentina, untuk membina pemain-pemain muda. “Saya senang bisa bertemu Batistuta (Gabriel), ke markas Boca Junior. Mereka profesional mengelola klub, akademi pemain mudanya juga bagus. Atmosfir di stadionnya luar biasa, mereka juga sangat memberikan penghargaan dan apresiasi untuk legenda klub mereka,” ungkapnya.

Dalam karir sepakbolanya, Ansyari juga benda dan kenangan yang sulit dilupakan. Sebut saja, sepatu emas yang diraih dari keberhasilannya menjadi top skor Galatama tahun 1993, ketika itu Ansyari baru saja pindah dari Medan Jaya ke Pelita dengan rekor transfer termahal saat itu. Selain itu, juga ada jersey Lazio yang didapatnya setelah bertukar kostum dengan pesepakbola Giuseppe Signori. “Saat itu, Lazio tampil di Indonesia tahun 1996, dia kapten dan saya juga, jadi kami tukar kostum, dia pemain hebat dan saya masih simpan bajunya, itu jersey kedua yang saya simpan selain kostum Sampdoria,” kenangnya.

Soal kondisi persepakbolaan Indonesia saat ini, Ansyari bilang terjadi karena kurangnya rasa memiliki untuk membangun sepak bola Indonesia. “Hanya ego saja yang ditonjolkan. Saat ini ada dua kompetisi yang sebenarnya sama-sama baik, dan idenya sama bagusnyya. Namun keduanya enggak mau duduk bareng untuk menyatukan konsep, jadi akhirnya seperti saat ini. Padahal ya kalau mau duduk sama, semua bisa diatasi. Banyaknya kompetisi sangat membantu pesepakbola untuk bisa lebih berkompetitif dan punya pilihan klub yang banyak,” pungkasnya. (nina)

Data Pribadi

Nama : Ansyari Lubis
Tempat/Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 29 Juli 1970
Status : Menikah
Tinggi : 160 CM
Istri : Amelia Lestari
Anak : 3 (Tiga)
1. Syakira Anselia Lubis (6 tahun)
2. M Alif Fahrussy Lubis (3,5 tahun)
3. Hafiz Fadillah Lubis (2 tahun)
Alamat :Jalan Medan No 2 Gang BRI, Lubukpakam, Deliserdang
Klub :1989-PSKTS Tebing Tinggi
1989-1993 Medan Jaya
1993-1999 Pelita Jaya
2000-2001 Pelita Solo
2002 Persib Bandung
2003-2010 PSDS Deliserdang
2010-2011 PSGL-Aceh
2011 Protitan
2011-2012 Pro Duta (Asisten Pelatih)
Klub Favorit :Barcelona dan Manchester United
Prestasi :- Top skor Galatama dengan 14 gol saat membela Pelita Jaya tahun 1993
– Pemain Terbaik Galatama tahun 1993
– Kapten Timnas Indonesia di Olimpiade tahun 1990
– Pesepakbola nasional dengan transfer termahal di Indonesia dengan nilai Rp25 juta di kompetisi profesional pertama kali tahun 1993 dari Medan Jaya ke Pelita Jaya
– Tampil 29 kali bersama Timnas Indonesia sejak tahun 1995 hingga 1997.