Suka Duka Penyiar

Lika Liku Menekuni Profesi Sebagai Penyiar (Dibuat Tahun 2005)

Tolak Dekat Secara Personal, Biarkan Fans Berkhayal

Broadcaster adalah salah satu pekerjaan yang penuh tantangan. Tak perlu kesempurnaan fisik, sebab wajah menjadi faktor kesekian. Otak serta suara khas dan unik sangat diperlukan untuk menghibur pendengar setia radio yang anteng selama berjam-jam. Dengan wajah yang tak terlihat, memang terkadang menjadi penyiar akan menemui hal-hal yang menarik. Terutama soal fans. Bagaimana mereka menjalani dan menikmati professi ini?

UDARA dingin di dalam ruangan siaran Prapanca FM, seakan menusuk tulang. Namun se-sosok perempuan manis tampak anteng saja mengutak-atik alat elektronik Radio Computing System (RCS) berada didepannya. Dua buah pengeras suara berwarna oranye berada di atas meja berwarna kuning. Plus dua headset yang tergeletak di samping mike.

“Masuk dan silakan duduk, kita ngobrolnya sambil saya siaran aja ya. Kebetulan ini lagi program news hour 9,51 FM,” ujar Hana Pangaribuan, penyiar Pranpanca FM Trijaya Network petang kemarin (17/3). Dengan dandan alami no make up, bahkan terkesan tomboy dengan balutan kemeja longgar, perempuan yang sempat mengenyam bangku kuliah di Fakultas USU ini punya suara yang patut diacungi jempol. Susah memang dilukiskan, suaranya sedikit berat tapi nyaman kalau terdengar di telinga.

Selanjutnya perempuan yang kocak dan sedikit subur ini mengatakan menjadi penyiar adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan walau ada kalanya setiap penyiar dituntut menjadi orang sempurna. “Karena kita pintar di depan mike, orang berpikiran kita sempurna secara fisik. Menganggap kalau perempuan selalu cantik,” tukasnya.

Untuk itu, kata Hana, dirinya juga penyiar Prapanca lainnya berusaha untuk tidak terlalu dekat secara personal dengan pendengar atau fans. “Makanya, aku itu lebih baik membiarkan mereka berkhayal tentang penyiar yang sempurna. Dan kalau bisa menolak untuk tidak bertemu. Karena, tidak enak mengecewakan pendengar kalau ketemu dengan kita yang lain dengan gambarannya,” jelasnya.

Ada satu pengalaman unik Hana dua tahun lalu. Seorang pendengar radio yang penasaran dengan dirinya. “Ada seorang bapak umur 60 tahunan, dia pelukis katanya dia sangat ingin ketemu saya. Katanya dia sangat ingin melukis saya yang digambarannya adalah wanita anggun. Tapi tahu gak apa yang terjadi? Waktu dia datang dan saya dengan apa adanya menemui dia. Eh bapak itu tadi tidak sampai lima menit pun pulang. Dan gak jadi melukis juga,” kenangnya. Itu juga, sambung wanita yang sudah menikah tersebut menjadi pengalaman yang membuatnya untuk tidak mau terlalu dekat dengan fans.

Hana sendiri menceritakan awal menjadi penyiar memang sudah menjadi keingin lama. “Saya ini pendengar maniak radio, sekaligus juga pemburu kuis (quiz hunter). Dan lucunya saya sering menang. Akhirnya timbul keinginan untuk ikut siaran. Kayak mana siaran dan enak kali kayaknya jadi penyiar,” ceritanya.

Tahun 1996, Hana melamar di Prapanca. Baru satu tahun berikutnya, tepat tanggal 5 April 1997 dirinya siaran. Itu pun Hana melamar saat penutupan lowongan kerja tinggal hitungan hari. Bersama 300 pelamar, Hana lolos menjadi 8 penyiar yang diterima. “Ada hal yang lucu, karena ujian atau tes untuk lulus sangat memakan waktu yang lama, mulai dari tes suara, tes pengetahuan musik, psikotes. Hingga akhirnya tes terakhir, tim penguji bertanya apa ada yang ingin ditanyakan? Aku langsung katakan, kapan ujian lagi?,” ujarnya sambil tertawa mengingat wajah penanya yang kebingungan.

“Di sini (Prapanca, Red) kita memang di-tranning untuk mengenal banyak hal dan benar-benar mengerti tentang siaran. Dan siaran saya pertama adalah bersama Ebet Kadarusman hubungan langsung dari Jakarta. Setelah itu bisa ditebak ini memang dunia saya dan saya memang menjiwai ini dan pekerjaan ini saya lakukan dengan sepenuh hati dan jiwa saya memang ada disini,” papar anak kelima dari enam bersaudara tersebut.

Sebagai perempuan, pulang pagi atau dini hari bahkan tidak pernah libur adalah hal yang biasa. “Gak masalah, pulang pagi dan masuk jam 5 pagi. Hal yang biasa. Ya itu tadi, karena jiwa kita sudah ada di pekerjaan ini,” tandas perempuan yang juga punya profesi menjadi dubber dan MC di luar kepenyiarannya itu.

Soal gaji, Hana pun punya kenangan sendiri. Gaji pertamanya sebesar Rp100 ribu, didapat dari Rp80 ribu gaji plus Rp20 ribu bonus operator dan ditambah dengan teh manis dingin. “Gaji pertama saya itu, percaya atau gak langsung saya belikan tali pinggang seharga Rp98 ribu. Sisa dua ribu, saya dan teman-teman belikan donut. Tapi tau gak yang buat saya kesel. Beberapa waktu kemudian, saya temukan tali pinggang yang sama mulai dari bahan, warna dan merek, dijual hanya Rp35 ribu, itu pun belum ditawar. Sangking keselnya tali pinggang itu saya buang, dan sekarang ntah ada dimana,” beber perempuan yang hobbi travelling. Hingga karena hobinya tersebut, kulitnya rela berubah sawo matang dari yang putih bersih.

Gaji sebesar Rp100 ribu tersebut, adalah cerita lama. Kini, Hana punya gaji yang dihitung dalam jumlah jutaan. “Gaji sih aman-aman saja. Kalau sekarang sudah jutaan. Gak banyak sih, tapi memang sangat lumayan,” tukasnya tersenyum.

Selain Hana, Elly Suryanti yang berada dalam satu gruop dengan Prapanca yaitu di radio Dangdut TPI Cas 96,7 FM mengatakan yang hampir sama dengan Hana. Yang berbeda adalah dari tampilan. Elly memang terlihat lebih anggun dan feminin. Dengan kerudung hitam, baju kuning panjang dan celana lea hitam membalut tubuh kurusnya.
“Orang memang lebih sering tertipu suara kita. Saya sendiri sering dikirain punya tubuh besar. Fans yang datang ke studio sering kali bilang, eh badannya ternyata kecil ya. Padahal suaranya besar,” ujar Alumni Fisip UMSU tersebut.

Sedikit berbeda dengan Hana, Elly mengakui kalau keinginan untuk menjadi Penyiar memang sudah tertanam sejak kecil. “Ketika ada peluang untuk melamar jadi penyiar langsung saya coba. Saat kecil dulu rasanya penyiar enak, karena bisa mengatakan apa yang mau dikatakan dan bebas bercuap-cuap,” kata pemilik kulit kuning langsat ini.

Walau sempat ada rasa minder, karena radio yang dilamar tersebut berhubungan dengan danggut. Aliran musik yang memang selalu dianak-tirikan. “Keinginan untuk jadi penyiar lebih besar, jadinya cuek aja. Lagi pula sekarang danggut sudah tidak dipandang sebelah mata lagi kan,” tambah gadis periang ini.

Namun, tetap saja sebagai penyiar radio, harus dituntut untuk senang selalu. “Kadang saat gak mood untuk siaran. Kita mau tidak mau ceria agar pendengar mendengar kita yang sedang senang juga, makanya enjoy aja,” jelasnya.
Jauh berbeda dengan Hana, Elly memanfaatkan gaji pertamanya total hanya untuk ongkos. “Gaji pertama sebesar Rp75 ribu, itu hanya cukup untuk ongkos, gak bisa beli apa-apa.Karena gaji itu juga orang tua saya menyarankan untuk berhenti. Tapi karena saya benar-benar mau jadi penyiar, saran itu tidak terlalu diambil pusing,” tandasnya.

“Bayangkan kadang harus tidur di kantor kalau tugas malam, itu sama sekali bukan beban dan nikmati dengan hati,” pungkasnya. (nina)

Lirik Incubus

Incubus
(I Miss You)

To see you when I wake up
Is a gift I didn’t think could be real.
To know that you feel the same as I do
Is a three-fold, utopian dream.
You do something to me that I can’t explain.
So would I be out of line if i said
I miss you.
I see your picture,
I smell your skin on the empty pillow, next to mine.
You have only been gone ten days
But already I’m wasting away.
I know I’ll see you again
Whether far or soon.
But I need you to know that I care
And, I miss You.

Lirik Ten2Five

Ten to Five (You)

You did it again
You did hurt my heart
I don’t know how many times

You… I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
and now you let me down

You said you’d never lie again
You said this time would be so right
But then I found you were lying there by her side

You.. You turn my whole life so blue
Drowning me so deep, I just can reach myself again
You.. Successfully tore my heart
Now it’s only pieces
Nothing left but pieces of you

You frustated me with this love
I’ve been trying to understand
You know i’m trying i’m trying

You.. I don’t know what to say
You’ve made me so desperately in love
And now you let me down