00.41 WIB
3 Januari 2008
Resolusi kedua…
Kau adalah rasa yang tak pernah usai. Kau adalah raga yang selalu ada saat aku membutuhkanmu. Tapi, maaf sekali maaf, aku harus melupakanmu. Kau adalah air yang mengalir saat dahagaku tak tertahankan. Namun, maaf sekali lagi maaf, aku harus mencoba menutup kisah ini. Bukan karena ingin membohongi hati, toh aku sedang berdamai dengan hati. Tapi sejauh langkah yang ku ayun, aku tak mendapatimu di masa depanku. Haruskah aku menyalakan api asa agar tetap membara, jika akhirnya aku tersadar hanya menyakiti jiwa.
Aku harus berhenti egois, harus belajar ikhlas dan mengerti kata rela. Harus berani kehilanganmu, harus tegar jika kau berlalu, harus kuat jika kau bersamanya. Kita sedang hidup dan berdamai dengan kenyataan, bukan mimpi. Maka aku harus tetap terjaga untuk mengawasi hati agar tidak selalu bergantung padamu.
Tahun 2008, perlahan aku harus bisa memisahkan diriku dengan dirimu. Jika kau pernah bilang, kau ingin selalu menjagaku, menjadi seperti mentari yang menyinari tanpa pamrih, maka aku akan mengijinkanmu. Tapi ijinkan juga, aku untuk menolak sinar mentarimu. Kau tahu mengapa? Hmm, sangat sulit untuk bicara pada hati, bahwa apa yang kau lakukan adalah tanda bahwa kau hanya sayang padaku bukan inginkanku.
Hidup adalah soal pilihan. Dan aku akui, pilihan ini sangat berat. Yakinlah, aku melalukannya dengan pelan dan sangat berat juga. Jika, kau dapati aku kadang mengacuhkanmu, ini demi kebaikan kita. Dan jika kau dapati juga aku menolak sesekali perhatianmu, ini juga karena aku tak ingin sayangku padamu semakin besar. Hingga aku lupa bahwa saat ini aku sendiri. Aku harus tetap tersadar dengan kesendirianku, agar aku tetap membuka hati untuk lelaki lain yang mungkin jodohku di masa depan. Toh, hingga saat ini, aku lupa untuk itu.
Jadi kesimpulannya, resolusi kedua tahun 2008 adalah menolak sinarmu yang menyinari hariku tanpa pamrih. Dunia, kita bukan pasangan yang baik. Kebersamaan kita hanya akan membuat banyak orang terluka. Maaf juga, jika di masa depan kau tak ditakdirkan bersamanya, aku menolak untuk bersamamu. Kau tahu kenapa. Jadi cukuplah, aku tahu perasaanku padamu dan perasaanmu padaku. Bantu aku agar aku bisa menahan hati untuk menginginkanmu…