Bersama Radja Nainggolan

IMG_9658

Semangat untuk terus meliput masih membara di dada, ahai. Meski harus menemui narasumber seperti Radja Nainggolan di hotel tempatnya menginap yang datang ke Medan tanpa agenda resmi. Banyak pesepakbola yang ramah, ini satu diantaranya. Bersama teman-teman yang punya semangat sama, liputan ini tercipta. Bukan liputan yang wah, tapi kelak akan jadi kenangan buat calon bayi yang ada di dalam perut ini, bahwa ibunya sangat menyukai pekerjaan menjadi jurnalis. Banyak rintangan selama mengandung untuk kali pertama ini, sakit-sakitan, malas dan ingin di rumah selalu, kadang menghambat kerja. Tapi, tetap di dalam hati ada asa yang terus terjaga dan terpatri,”I love this job, so much, whatever it takes”

http://www.goal.com/id-ID/news/1387/nasional/2013/06/22/4066382/wawancara-radja-nainggolan-tawaran-tertinggi-dari

http://www.goal.com/id-ID/news/1387/nasional/2013/06/22/4066429/radja-nainggolan-berbagi-pengalaman-di-medan?ICID=HP_BN_4

Tharraya Farm & King Milk

Kreasi Es Krim dan Yogurt dari Susu Kambing EtawaKambing Etawa (1)

Meminum susu kambing tak semudah yang dibayangkan. Kesan pertama adalah amis. Tapi di tangan Wiwik Handayani, perahan susu kambing bisa diolahnya menjadi susu kemasan yang siap minum, serta cemilan es krim dan yogurt. Wiwik bersama suaminya Suryono mengembangkan kambing etawa yang diternak di belakang rumahnya di kawasan Lorong Gelap Jalan Mesjid Binjai, KM 10,5, Sumatera Utara.

Awalnya, sang suami Suryono yang hobi beternak memiliki 200 ratus kambing jenis biasa dengan nama usaha Tharraya Farm tahun 2010. Usaha jual beli kambing ini, bergerak lambat dan pesanan hanya musiman seperti hari raya dan aqeqahan. Kemudian, seorang teman mengenalkan kambing etawa ke keluarga ini. Suryono dan Wiwik memutuskan menjual kambing biasa dan membeli kambing etawa empat ekor. “Kami tertarik karena ternyata manfaatnya banyak, susunya kalau diperah lebih banyak dibanding kambing biasa. Secara kesehatan juga lebih bagus baik susu dan dagingnya terutama prospeknya yang besar,” ujar Wiwik saat ditemui dalam pameran UKM di Medan beberapa waktu lalu.

Kambing Etawa (8)

Wiwik kemudian memulai mengembangkan hasil susu kambing etawa agar bisa dinikmati banyak orang. Karena khasiat susu kambing etawa, menurutnya sangat baik dan membuka merek sendiri King Milk. Usaha King Milk berdiri dengan subsidi dari Tharraya Farm kala itu. Dia kemudian memerah susu dan dipasturisasi secara manual dan mengemasnya tanpa ada tambahan bahan lain, murni susu. Kemasannya tersedia ukuran 280 ml dengan harga Rp13 ribu, ukuran 100 ml Rp7 ribu. Perempuan berusia 31 ini mengaku cukup sulit di awal memperkenal susu ini, karena pengetahuan yang awam dari masyarakat. “Jadi saya harus detail menjelaskan. Awalnya saya pasarkan ke tetangga, keluarga dan teman-teman. Setelah itu, baru semuanya paham dan jadi langganan,” ungkap ibu dua anak ini.

Kambing Etawa (9)

Setelah hampir tiga tahun di 2013, Wiwik dan suami baru merasakan usaha ini mendapatkan posisi yang baik. Produk susunya sudah sampai ke Aceh dan beberapa daerah di Sumatera Utara. Daya tahan susu kemasannya sekira tiga hari jika dalam suhu dingin, sebulan dalam lemari pembeku atau frezer namun hanya tiga jam dalam suhu biasa. “Di frezer bisa tahan sebulan dengan rasa yang enggak berubah. Susu murni bisa dikenali begitu dibekukan akan berubah menjadi warna kuning gading dan begitu dicairkan akan berubah putih lagi. Bisa langsung diminum termasuk untuk anak bayi di usia enam bulan ke atas, karena manfaatnya setara ASI,” jelasnya. Untuk konsumen yang tidak suka dengan susu putih, Wiwik mengatakan bisa ditambah madu dan kopi

Usaha peternakannya kini dipenuhi kambing etawa dan hanya lima persen diisi kambing biasa. Selain jual daging, juga bibit dan indukkan. Sedangkan usaha King Milknya tidak lagi hanya mengembangkan susu kemasan tapi juga merambah yogurt dan es krim berbahan baku dari susu kambing etawa. Untuk yogurt dan es krim produksinya dimulai April 2013 dengan respon yang bagus. Produk King Milk ini juga sudah merambah hotel dan tempat fitnes. Dalam sebulan bisa laku 300 liter susu, dan susu segar 40 botol perminggu serta dengan omset puluhan juta sebulan.

Kambing Etawa (12)

Inovasi Wiwik ini dalam produk dari susu kambing etawa ternyata memantik simpati dari pihak Konsul Amerika Serikat di Medan. Wiwik ditantang membuat keju dari susu kambing etawa. Wiwik yang mengaku belum pandai mengolah keju, akan mendapatkan pelatihan langsung dari pihak konsul. “Katanya saya mau diajari. Ini karena keju dari susu kambing etawa katanya sangat enak dan belum ada di sini diproduksi. Saya target akhir tahun ini bisa merambah ke sana,” lanjut Wiwik yang kini acapkali ikut dalam pameran UKM di Medan dan Sumatera Utara.

Dalam pengoperasian usahanya ini, Wiwik mengaku biaya terbesar adalah pada pakan ternak kambing etawa. Meski makanannya rumput, kadang kesulitan mencari rumput apalagi lahan banyak yang sudah dijadikan perumahan. Wiwik memang mencari rumput dengan menugaskan pekerja khusus pencari rumput. “Susah cari rumputnya, semua lahan kosong sudah jadi rumah. Tapi masih bisa dipenuhi sembari kami buat pakan ternak sendiri dari limbah pakan yang terbuang kami olah untuk mengurangi biaya produksi. Ini kami lakukan, agar saat cuaca buruk untuk mencari rumput terhambat,” pungkasnya. (nina rialita/telah terbit di Majalah Insiprasi Usaha Makassar, edisi Juni 2013)

Tharraya Farm & King Milk
Pemilik : Wiwik Handayani dan Suryono
Alamat : Lorong Gelap Jalan Mesjid Binjai, KM 10,5, Sumatera Utara
Nomor Hp/PIN : 081264777422/2977431E

Tas Kristal, Bisnis Rumahan yang Menguntungkan

Eka Riviera Chrystal Bag Collection

Memulai usaha dari rumah dan memasarkannya dengan orang-orang terdekat menjadi kunci langgengnya Eka Riviera Chrystal Bag Collection. Adalah Kuswardani pemiliknya yang mengembangkan bisnis produk-produk cantik nan elegan berbahan kristal dan acrylic. Barang fashion ini mampu memenuhi keinginan konsumen yang ingin tampil beda.

Eka melebarkan usaha ini sejak setahun belakangan. Meski diakuinya, sudah sejak lama tas dan asesoris kristal ini dibuat berdasarkan pesanan atau made by order. “Ternyata peminatnya lumayan, jadi saya produksi banyak,” ujarnya.

Tas Aklirik dan kristal (7)

Kemampuannya membuat kerajinan ini berasal dari ibunda tercinta, Warsutji. Sang ibu yang tinggal di Jombang sudah menekuni banyak keterampilan dan kemudian menurunkan bakat tersebut ke Eka. “Ayah saya kerja di Dinas Pekerjaan Umum di Jombang, Jawa Timur. Sedangkan, ibu saya dengan perkumpulan Dharmawanita suka merangkai bunga, membuat gelang, kerajinan lainnya. Bahkan, ibu sering juara saat ikut lomba Adibusono. Saat itu, bakat ibu hanya digunakan untuk acara lomba dan kerajinan di rumah tidak untuk bisnis,” kenangnya.

Pemikiran untuk menjadikan kerajinan kristal muncul pada tahun 2005, saat Eka pindah ke Dumai. Awalnya, perempuan kelahiran, Jombang, 20 Juni 1973 ini, sering mengenakan produk hanya untuk dirinya sendiri ketika pergi arisan. “Eh, tahunya teman-teman arisan banyak yang tanya dan pesan. Ya, saya buat bersama ibu. Intinya masih menyenangkan teman-teman saja. Perlahan pesanan terus ada saja, lalu saya mikir kenapa enggak buat banyak saja, ya terserah mau laku atau enggak. Ternyata laku,” kenang Eka.

Seiring perkembangannya, Eka kemudian pindah ke Medan tahun 2008. Masa itu, dia masih sibuk mengajar dan menjadi ketua jurusan sekretaris di Politeknik Unggul LP3M Medan. Meski di tengah kesibukkannya menjadi dosen, Eka tetap melangsungkan bisnisnya. Ketika pesanan semakin banyak, Eka memilih resign sebagai ketua jurusan di LP3M dan fokus menjadi dosen. Ini dilakukannya, agar peluang untuk memiliki banyak waktu untuk mengurusi bisnisnya. “Saya resign tahun lalu, karena jadi ketua jurusan sangat sibuk. Saya banyak menghabiskan waktu di kampus. Begitu resign saya punya banyak waktu di rumah, karena saya hanya fokus menjadi dosen. Jadi, bisa membagi waktu antara mengajar dan mengembangkan bisnis ini,” ungkapnya.

Dalam memasarkan produknya, selain melalui relasi teman-teman terdekat, Eka juga memanfaatkan media online seperti facebook. Selain itu, dia juga sudah berhasil membuka counter di Plaza Medan Fair Lantai 3. “Biasanya yang membeli teman sendiri. Tetangga, juga saat perwiridan. Saya juga gunakan facebook. Awalnya, facebook bagi saya hanya sebagai tempat berbagi info pribadi. Belakangan, suami komplain, dia bilang harusnya facebook itu menjadi media promo produk bukan memajang foto-foto pribadi. Suami saya bilang, kayak artis saja mau nampang di facebook. Akhirnya, semua isi album facebook isinya produk tas. Dan alhamdulillahnya, sangat membantu pemasaran,” bebernya sambil tersenyum. Dengan media online ini juga, Eka masih bisa tetap menjadi hubungan bisnis dengan teman-temannya, meski sudah berada di daerah bahkan negara lain. “Produknya ada yang sudah sampai ke Bali, Kalimantan, dan teman yang di negeri Belanda. Mereka caranya pesan dan saya kirim ke mereka. Tinggal mereka cek bentuknya di facebook,” jelasnya.

Di tengah persaingan produk fashion sejenis, Eka yakin karyanya bisa bertahan. “Kalau tas branded itu sudah umum. Beda dengan tas kristal. Kami bisa buat 300 jenis dengan beragam warna yang dipastikan pembelinya tidak memakai produk massal. Dengan bentuk dan harga yang pantas, tas kristal ini terkesan lebih bagus. Daripada beli tas KW (palsu) dari barang branded belum tentu sesuai busana,” bebernya.

Di rumahnya, di Komplek Taman Riviera Blok CL No 156, Jalan SM Raja Km 11,5 Tanjung Morawa-Medan, Eka tidak hanya membuat tas, tapi juga asesoris seperti bros, cincin, bunga dan lainnya. Dalam pembuatan produknya Eka memang dibantu sang ibu, belum semua detail pembuatannya dikuasai Eka. Ibunya yang menetap di Jombang, sering juga membuat tas pesanan dan langsung mengirimkan, jika ada pelanggan di Pulau Jawa.

Untuk satu produk dihargai beragam harga, mulai puluhan hingga ratusan. Semua tergantung tingkat kesulitan merangkai dan bahan yang dipakai. “Jika bahannya kristal semua tentu mahal, ada yang Rp400-an ribu. Tapi kalau acrylic (bahan plastik) bisa lebih murah,” timpalnya.

Pelanggan Eka biasanya banyak dari menengah ke atas. Eka juga sering kali mendapati komentar tentang barang yang mahal. Namun, setelah mengetahui tingkat kesulitannya, banyak pelanggan yang akhirnya mengerti. Eka dan ibunya yang sering juga ke Medan memang memberikan pelatihan gratis pembuatan ini untuk siapapun. “Ini membuatnya tidak mudah, harus penuh ketekunan. Kalau salah, bisa sepuluh kali bongkar. Biasanya banyak yang bilang mahal, begitu mereka belajar dan tahu bagaimana sukarnya, akhirnya ya mengerti kenapa bisa harganya segitu,” ucap ibu satu putra ini.

Perempuan berusia 39 ini, memulai usaha dengan modal dari tabungan dan didukung oleh sang suami. “Awalnya ya mengambil tabungan sekitar Rp500 ribu untuk beli bahan sekitar Rp200-an dan lain-lainnya,” lanjutnya.

Dalam sehari, Eka bisa membuat dua buah tas. Bisa lebih tergantung tingkat kesulitannya. Dan, setiap tiga bulan sekali pasti ada model baru. Dalam sebulannya bisa sepuluh atau lebih yang laku terjual. Meski sudah balik modal, namun Eka belum mendapatkan untung besar. “Istilahnya masih by order belum by volume hitungan. Tapi peluang pasarnya besar. Dan di Medan kabarnya belum ada. Jadi saya optimis untuk tetap melakoni bisnis ini,” jelasnya. (nina rialita)

Eka Riviera, Crystal Bag Collection
Alamat : Komplek Taman Riviera Blok CL No 156, Jalan SM Raja Km 11,5 Tanjung Morawa-Medan
Nomor Handphone : 0811658084
Pin BB : 21B8E1CC
Facebook : Eka Riviera

Bolu Pisang Barangan, Panganan Enak dan Sehat

Pisang Barangan (3)

Jika Anda pernah menginjakkan kaki di Medan, mungkin sudah teramat akrab dengan oleh-oleh khas Medan seperti bika ambon, bolu gulung, lapis legit atau bahkan pancake durian. Nah, koleksi dan alternatif kuliner lain yang tak kalah pamor serta bisa dibawa pulang adalah bolu pisang barangan.

Panganan ini sudah ada di Medan sejak Juni 2012. Dengan mengandalkan buah pisang yang sarat vitamin, bolu ini lahir dengan menawarkan rasa lezat, tekstur lembut dan tentunya beda dengan bolu pisang lainnya. Karena, bolu ini tidak menggunakan pisang jenis lain dan khusus pisang barangan yang merupakan salah satu buah khas asal Sumatera Utara. Bolu ini hadir dengan kemasan kotak berwarna merah dengan sepuluh varian rasa, di antaranya rasa original, strawberry, keju, blueberry juga ada muffin pisang.

Pengelola usaha Bolu Pisang Barangan, Finanda Sarah Siregar mengatakan tertarik terjun ke bisnis kuliner berbahan baku pisang, lantaran buah pisang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Bisnis ini dibangun dengan dukungan suaminya seorang karyawan, namun ingin punya usaha sendiri dan menyerahkannya kepada Finanda untuk mengelola. “Saya dan suami melihat pisang secara enggak sadar sudah dikonsumsi orang banyak sejak dari kecil. Bahkan sejak bayi sudah diberikan pisang. Jadi, kami mulai memikirkan bagaimana di Medan punya produk kuliner yang bisa dikenal sama publik dengan target pasarnya wisatawan. Karena saya juga suka masak, kami kreasikan pisang menjadi bolu. Danm ternyata pisang barangan merupakan tumbuhan berasal dari Sumatera Utara dan Indonesia merupakan penghasil pisang terbesar nomor empat di dunia,” ujarnyaa di sela-sela roadshow daganganya dengan mobil di Jalan Mojopahit, Medan.

Pisang Barangan (5)

Finanda membuat racikan bolu dalam beberapa tahap, hingga akhirnya menemukan formula yang pas, yakni bolu pisang yang mengenyangkan perut tapi juga menyehatkan dan enak di lidah. “Jadi kami buat dengan mengombinasikan tepung dan pisang yang seimbang dan alhamdulillahnya diterima masyarakat. Terutama kami menerima komentar dari pembeli yang sangat positif dan menjadi semangat untuk terus menciptakan produk berkualitas. Konsumen suka karena rasanya tidak enek (membosankan),” ungkapnya.

Perempuan berusia 27 tahun ini membuat bolu tanpa pengawet dengan dominan pisangnya. Lantaran hal ini juga, daya tahan bolu tidak bisa terlalu lama. Untuk bolu yang disimpan di luar ruangan hanya bertahan dua sampai tiga hari, sedangkan di pendingin bisa empat hari. “Jadi walaupun bolu tidak habis sekali makan, bisa disimpan di kulkas dan rasa serta tekstur tidak akan berubah. Tetap lembut,” tegasnya.

Sejauh ini, pelanggan bolu pisang barangan tidak hanya dari sekitar Medan dan Sumatera Utara, tapi juga Jakarta dan Surabaya. Meski di luar Medan belum begitu banyak, Finanda paham, karena ini terkendala sistem daya tahan produknya. “Kalau produk campuran buah kan mengandung air jadi kalau tanpa pengawet hanya tahan beberapa hari. Selama ini masih Surabaya dan Jakarta yang memesan langsung ke kami. Itupun terjadi setelah jaminan deliverynya bisa sampai ke konsumen satu hari, kalau tidak bisa menjamin sampai satu hari kami tidak mau mengirim. Karena nantinya bolu rusak di jalan dan tidak sesuai keinginan konsumen, sebagai produsen saya juga kecewa,” jelas Finanda yang membuka tokonya di Jalan Kapten Muslim, Komplek Millenium Square No R-9 Medan.

Untuk membuat bolu yang dijual dengan harga mulai Rp35 ribu hingga Rp50-an ribu ini, Finanda mengambil pisang barangan yang ada di pasar tradisional di Medan. Dalam seharinya, sepuluh sisir pisang barangan habis digunakan dan sepuluh hingga dua puluh bolu laku terjual setiap hari. “Kami produksi setiap hari dan biasanya langsung habis dengan pelanggan terbanyak kaum ibu-ibu. Untuk bahan baku tidak ada kesulitan, karena banyak di pasar tradisional. Karena produksi kami juga enggak terlalu banyak, kan masih tahap merintis jadi ketersediaan bahan baku masih teratasi,” tuturnya.

Hampir sembilan bulan usahanya berjalan, Finanda mengaku belum mencapai tahapan balik modal. Sebab di awal, sejatinya modal untuk bahan baku tidaknya banyak. “Tapi biaya terbesar ada di aset yakni gedung, peralatan masak itu yang mahal. Jadi ya masih tahap balik modal sekarang. Rata-rata perbulan omset sekitar Rp15 juta,” ucapnya.

Pun demikian, dia yakin peluang usaha ini masih terang ke depan. Menurutnya, dari penilaian respon masyarakat, bolu pisang barangan ini akan bisa bersanding dengan oleh-oleh khas Medan lainnya yang sudah punya nama. “Ya saya optimis, kami akan terus memperbanyak promosi salah satunya dengan roadshow dengan mobil di Jalan Mojopahit (kawasan oleh-oleh khas Medan). Dengan ini, konsumen dan wisatawan akan tahu ada makanan baru yang juga bisa dijadikan oleh-oleh,” bebernya.

Ke depan, Finanda menargetkan ingin membuka tempat outlet cabang lainnya. “Semakin banyak cabang, akan semakin mudah mengenalkan produk ini ke masyarakat. Ini target kami ke depan,” pungkasnya. (nina rialita)

Bolu Pisang Barangan
Pemilik : Finanda Sarah Siregar
Alamat : Jalan Kapten Muslim, Komplek Millenium Square No R-9 Medan
No Telepon/HP : 061-7510991/081370143996

King Bumbu Rujak

Rambah Pasar Supermarket dan Negeri Jiran

Anda penggemar rujak? Sekarang tak perlu repot membeli rujak beserta bumbunya setiap saat. Atau harus capek mengulek bumbu rujak di rumah. Saat ini, sudah ada bumbu rujak kemasan yang bisa tahan berbulan bahkan satu tahun dan bisa dijadikan stok kapan saja. Produk ini merupakan hasil buah tangan Nuraidawati, perempuan 45 tahun pemilik King Bumbu Rujak.

Bumbu Rujak (2)

Dia menjawab tantangan pasar yang ingin tetap praktis dalam melahap rujak, tapi tetap mengedepankan sisi kesehatan. Maka, racikan bumbu rujak perempuan yang akrab disapa Ida ini beda dengan yang lainnya. Dia mengemas bahan baku buah sirsak dengan gula aren, cabai rawit untuk rasa orginial dan menambahkan sedikit terasi untuk para penyukanya. Dua varian rasa original dan terasi ini dirintisnya dua tahun lalu. Inovasi bumbu rujak kemasan ini tak disangka mampu mendobrak pasar.

“Saya terinspirasi ingin buat bumbu rujak sendiri yang beda, sehat dan bisa dinikmati banyak orang dari semua kalangan usia dan ekonomi. Selama ini, bumbu rujak hanya dipadukan kacang tanah atau pisang saja. Saya tes, kemudian saya tahu bahwa buah sirsak ternyata banyak manfaatnya. Saya coba rasanya enak, dan saya suruh teman coba juga suka,” ujarnya saat ditemui di sela-sela pameran UKM di Lapangan Merdeka, Medan, beberapa waktu lalu.

Ida mendapat respon baik dari orang-orang terdekatnya dan semakin terpacu begitu ditantang ikut pameran produknya. Ida membuat bumbu rujak dalam kemasan botol ukuran 330 ml. “Saya kemudian membuat produk ini untuk bisnis. Saya ramu sendiri di rumah, dengan bahan-bahan kualitas tinggi. Misalnya, gula aren saya ambil dari Jawa, sirsak pilihan karena kalau buahnya asal-asalan akan menimbulkan rasa pahit, kemudian dicampur dengan cabai rawit serta garam. Tanpa bahan pengawet, kalau di lemari pendingin bisa sampai setahun,” jelasnya.

Tanpa disangka saat ikut pameran, peminatnya luar biasa. Banyak pembeli apalagi yang tahu manfaat buah sirsak, yang dalam normalnya jarang jadi campuran rujak. Dia menyebutkan, beberapa manfaat buah sirsak bisa untuk melancarkan peredaran darah, dan meredakan darah tinggi. Setelah mulai dikenal, Ida yang hanya menamatkan pendidikannya sampai SMP ini mengaku mampu menembus pasar modern seperti carefour dan supermarket lainnya termasuk swalayan Rezeki di Jakarta. “Ada juga pelanggan dari Malaysia dan Singapura yang mereka beli di sini dan dibawa ke sana rutin. Memang paling banyak pelanggannya kaum ibu-ibu,” jelasnya. Namun, untuk rasa original tanpa terasi, lanjutnya biasanya menjadi pilihan konsumen untuk vegetarian.

Dalam sebulan, Ida membutuhkan 500 kilo buah sirsak untuk memenuhi permintaan pasar. Dia mengaku tak banyak kesulitan mendapatkan bahan baku, hanya saja untuk kemasan botolnya dia harus belanja ke Jakarta. Menurutnya, kualitas botol hanya ada di Jakarta. “Saya sudah cari di Medan tapi tidak dapat yang kualitas kemasannya bagus, makanya harus beli di Jakarta. Kemasan sangat penting mendukung produk di dalamnya,” ungkapnya.

Bumbu Rujak (1)

Dengan modal awal ratusan ribu dua tahun ini, kini Ida yang membuka usahanya di Jalan Brigjend Katamso No 40 Medan ini sudah bisa menjual 2400 botol dalam sebulan dengan harga satu botol Rp25 ribu. Rata-rata omset sebulannya bisa mencapai Rp60 juta. Ida mengatakan dalam pemasaran produknya, Ida sangat bersyukur pasar modern rutin memesan. Dari tersebarnya produknya tersebut, Ida mengaku persentase pembelian di supermarket mencapai 70 persen. “Banyak yang laku dari supermarket. Kalau yang datang langsung ke rumah tempat jual dan produksi hanya 30 persen,” ucap perempuan yang sangat sederhana ini.

Lantaran hal tersebut juga, Ida mengaku menjadi motivasi buatnya untuk mempertahankan kualitas produk. “Usaha ini bisa sampai tahap ini karena terus berusaha. Laporan penjualan dari supermarket, carefour dan lainnya lumayan lancar. Sehingga, saya termovitasi menjaga pelanggan. Lidah mereka sudah mulai akrab dengan bumbu rujak saya. Sebagai pegadang ini tantangan. Saya akan terus mempertahankan rasa dan bahan baku pilihan,” pungkasnya. (nina rialita/terbit di Majalah Pengusaha Indonesia, edisi Juni 2013)