Kios Cemilan Asahan

Tidak selamanya kuliner tradisional identik dengan kuno. Saat ini, makanan yang biasanya hanya dijumpai di pedalaman suatu daerah bisa unjuk gigi dan go international. Inilah yang dirintis Sury Ramadhani Syamsuddin Putri, seorang mahasiswi jurusan ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dengan menaikkan pamor camilan khas daerah kelahirannya, Kisaran. Kelanting, begitu jajanan ini dinamakan. Terbuat dari ubi yang berbentuk seperti angka delapan. Di daerah provinsi lain sejatinya ada juga camilan menyerupai ini, dan di Sumatera Utara, panganan ini sudah sangat dikenal.

​Gadis kelahiran 26 Februari 1993 ini membuka usaha ini sejak 10 November 2013 dengan nama Kios Cemilan Asahan. Dia menyebutnya, kios ini menjadi media memasarkan panganan asli buatan tangan warga Asahan, seperti dianya dan keluarga. Ini bukan usaha pertamanya, Yuri-sapaan akrabnya lebih dulu merambah bisnis fashion. Namun ada dorongan kuat untuk menambah usaha lain di bidang kuliner. “Lalu tercetuslah usaha ini, memang saya tidak usaha sendiri di awal usaha. Ada keluarga terutama orangtua yang mendukung, baik dalam penyediaan bahan baku, pembuatan dan pemasaran,” ujarnya kepada Majalah Inspirasi Usaha.

Kelanting Asahan-Produk-Produk (4)

Modal pertama kali memulai usaha ini hanya Rp500 ribu. Ini digunakan untuk membeli bahan bakunya yaitu ubi kayu atau singkong dan keperluan packing. Sedangkan, resepnya masih asli dari leluhur. “Kendala di awal adalah pemilihan bahan baku yang bagus. Karena, orang kenal kelanting itu sebagai camilan yang enak tapi keras. Makanya, mencari bahan baku yang tepat dengan kualitas ubi kayu yang baik sangat kami perhatikan. Memang susah gampang mencari ubi kayu yang punya tekstur baik. Ini demi mengubah mindset masyarakat tentang kelanting. Bahwa, bisa tetap enak dan nyaman dikunyah,” lanjutnya.

Kelanting Asahan-Produk-Produk (8)

Dengan pengerjaan yang masih tradisional, produksi awal belum terlalu banyak. Tapi, Yuri kian semangat lantaran pelanggan pertamanya saat itu yaitu pamannya mengakui kelanting yang diproduksi enak. Sang paman langsung memborong sepuluh bungkus. “Saat itu senang sekali, dan Yuri semakin semangat dan kemudian langsung promosi dari mulut ke mulut sambil berdoa agar diberikan kelancaran,” timpalnya.

Yuri pun tak menyiakan fungsi media sosial. Sebagai anak kuliahan, dia langsung memanfaatkan akun twitter, instagram, serta facebook untuk jualan saat launching produk 10 November. Hasilnya, perlahan permintaan kelanting terus naik dan bahkan dikenal hinga Singapura dan Thailand. Selain itu, dia juga membuka peluang bagi kawan kampusnya untuk menjadi reseller. Yuri memperkenalkan kelanting dengan tujuh varian rasa, yakni original, ayam bawang, barbeque, balado, pedas manis, jagung manis dan jagung bakar dengan harga Rp12 ribu untuk ukuran 250 gram. Kini, dalam seminggunya bisa terjual hingga 50 Kg kelanting. Selain kelanting, di Kios Cemilan Asahan ini, Yuri juga menjual kudapan tradiosional lain yaitu untir-untir dengan harga Rp13 ribu per 250 gram.

Dari pemasaran yang getol via akun media sosial, Yuri mengaku usahanya sudah pada tahap break even point alias balik modal dan bahkan untung. Namun, dia menyadari harus tetap berinovasi agar camilan ini tidak tergerus persaingan pasar. Kini, Yuri dibantu dua orang dalam proses produksi, sedangkan pemasaran masih mengandalkan dirinya sendiri. “Kualitas produk menjadi fokus saya, karena saya target saya kelanting harus bisa benar-benar go international. Saat ini, pelanggan yang di luar negeri adalah konsumen lokal yang kebetulan ada di luar negeri. Saya targetkan, kelanting bisa diekspor ke luar negeri, paling tidak ada di toko-toko negara tetangga,” tuturnya.

Kelanting sendiri bisa bertahan satu bulan. Yuri berharap kelanting bisa dinikmati semua kalangan karena harga kelanting menurutnya masih nyaman di kantong, apalagi mayoritas konsumennya adalah anak muda. Untuk itu, Yuri bekerja sama dengan toko kue dekat kampusnya untuk menjajakan kelanting. Sementara ini kerja sama dengan Nazwa Bakery di Jalan Muchtar Basri depan kampus UMSU. Kelanting juga sudah masuk di salah satu toko oleh-oleh khas Sumatera Utara, Toko Nusantara di Jalan Amir Hamzah No 17, Medan. “Kalau soal harga saya masih menyesuaikan dengan kantong mahasiswa..maklum toke nya sendiri masih mahasiswa,” ujarnya mahasiswi berusia 21 tahun ini.

Kelanting Asahan-Yuri-Owner (2)

Meski disibukkan dengan jadwal perkuliahan, Yuri yakin pilihannya menjadi pengusaha muda. Ini tak terlepas dari pikirannya yang tak ingin lagi dibuat bingung ketika tamat kuliah dengan pertanyaan mau kerja di mana. “Saya selalu berpikir apa yang akan dilakukan nantinya jika sarjana dan menyandang S1? Sedangkan sekarang mencari kerja itu susah kalau kita tidak punya keterampilan. Jika selama ini banyak orangtua bertanya setelah si anak menjadi sarjana, perusahaan atau instansi mana yang sudah kamu masukan lamaran kerja, nak? Maka kata kata tersebut akan saya ganti menjadi lapangan kerja apa yang sudah kamu ciptakan, nak? Selain mengurangi pengangguran, saya yakin seorang wirausaha adalah pekerjaan yang penuh tantangan dan kreativitas, karena harus berpikir berpikir untuk menciptakan inovasi baru. Mudah-mudahan terus diberikan kelancaran menjalankan usaha dan mengikuti jadwal kuliah,” paparnya. (nina rialita/terbit di Majalah Inspirasi Usaha Makassar, edisi April 2014)

Kelanting/Kios Cemilan Asahan
Owner : Sury Ramadhani Syamsuddin Putri
Alamat Usaha : Jalan Seriti 2 No 24D, Gambir Baru, Kisaran Timur, Kabupaten, Sumatera Utara
Instagram : @kioscemilan_asahan
Twitter :@kios_asahan
Akun sosial : media jualan
No hp : 0812 62936063

Risolasol

Acapkali bisnis sukses berawal dari hobi dan kegemaran terhadap sesuatu. Mirza Irfan Sumantri satu diantaranya, sang owner Risolasol. Pemuda kelahiran Medan 19 Oktober 1988 ini mampu meraup keuntungan dalam usaha makanan yang sudah sangat dikenal seantero Indonesia, yaitu risol. Dia mengubah risol yang biasanya hanya bisa dibeli dalam keadaan panas dan siap santap menjadi bisa dibeli dalam kondisi mentah dan konsumen bisa menggoreng kapanpun momennnya.

Reza-sapaan akrabnya, memulai usaha ini sejak tahun 2009, tepatnya saat masih duduk di bangku perkuliahan semester tiga fakultas ekonomi di sebuah universitas di Medan dengan modal Rp100 ribu. Dia mengakui sangat menyukai risol, bahkan seluruh keluarganya begitu. Ini juga yang mengilhaminya untuk berani bersaing di bisnis kuliner yang sangat pesat di Medan dan banting setir dari pekerjaannya dahulu di airlines dan travel. “Karena batin saya tidak puas dengan yang saya dapat setiap bulan, saya memutuskan buka usaha sendiri. Pilihannya jatuh ke risol, karena makanan itu memang kesukaan saya,” ujarnya kepada Majalah Inspirasi Usaha.

Risolasol-4

Bermodalkan Rp100 ribu dari sisa gaji pascaberhenti kerja, Reza mulai mencari resep membuat risol terbaik dari buku resep yang ada di toko buku hingga google. “Uang seratus ribu tersebut, Rp50 ribunya saya gunakan untuk ongkos ke toko buku dan sisanya saya gunakan untuk membeli bahan baku. Setelah dapat banyak referensi lalu saya kombinasikan dan mendapatkan risol terbaik, saya uji dengan memberikan tester kepada teman-teman yang saya rasa lidahnya teruji. Alhamdulilahnya, mereka semua bilang enak,” kenangnya.

Kemudian, Reza beranikan diri menjual risol ke khalayak ramai. Dengan modal pas-pasan, dia pun hanya punya satu pilihan dengan memasarkannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Dia memulai dari lingkungan terdekatnya di kampus hingga rumah sakit umum. Reza harus kerja keras karena respon di awal para konsumen adalah menolak, lantaran risol buatannya terbilang mahal, karena dijual Rp5 ribu untuk dua potong. “Tapi saya tetap semangat, karena didorong juga kebutuhan harus punya uang untuk bulan depannya bayar uang kuliah,” tegasnya.

Risolasol-owner-Rizal Sumantri

Konsumen yang awalnya menolak mulai luluh, mendapati Reza yang memastikan risol buatannya bukan risol biasa. Dalam risol buatannya berisi ayam suir yang nikmat, juga berisi sosis keju mozarella serta ada juga sejenis risol yaitu lumpia pisang coklat. Lama kelamaan pelanggan yang sudah tahu rasanya, makin penasaran dan ketagihan. “Dan alhamdulillahnya ada saja jalannya. Di rumah sakit umum saja, di tiga bulan pertama omset per hari mencapai satu juta dengan waktu tiga jam jualan,” ungkapnya.

Mulai percaya diri dengan produk yang dijual, Reza merambah media sosial melalui online fanpage, twitter, instagram dan dalam proses pembuatan website. Dengan ini, Risolasol kemudian punya konsumen di luar daerah dan luar provinsi. Di luar daerah memilih risol beku alias frozen yang bisa bertahan selama satu bulan tanpa bahan pengawet. Seperti di daerah Aceh, Pekanbaru, Riau, Jambi, Jakarta, Bandung juga Malang.

Risolasol-9

Berjalan dengan waktu, Reza yang dulunya kerja sendiri, mulai kewalahan dan merekruit sepuluh karyawan untuk membantunya. Apalagi, risolasol sudah memiliki enam outlet di Medan dengan sistem franchise. Kini, Reza bisa menjual 1000 risol dalam sehari dengan omset rata-rata Rp80 juta. “Dengan pemasaran menyebar seperti franchise dan dengan media sosial, alhamdulillahnya risolasol bisa dinikmati semua kalangan dari orang tua hingga anak-anak,” bebernya.

Konsumennya pun tetap setia meski ada kenaikan harga dari awal berdiri seiring kenaikan harga bahan baku. Seperti risol dijual Rp3 ribu per satuannya dan Rp20 ribu/pack untuk yang beku. Risol sosis dengan Rp5 ribu perpotong dan Rp30 ribu/pack untuk risol bekunya, dan lumpia banan coklat dengan Rp5 ribu per satuannya. “Ke depannya, strategi saya ingin memasarkan risol frozen (mentah) ke ritel atau pasar moderen seperti supermarket yang tersebar di seluruh Indonesia.‎ Juga, ​membuat kafe yang menunya menonjolkan risol sebagai menjadi menu utamanya,” pungkas pengusaha yang ikut dalam ajang Medan Youth Enterpreneur 2014 ini. (nina rialita/terbit di Majalah Inspirasi Usaha Makassar edisi April 2014)

Risolasol
Owner : Mirza Irfan Sumantri
Alamat : Jalan Teratai No 33, Medan
Nomor HP : 085275423469 / 08116191088
Facebook : Risolasol
Pin BB : 74D611E2