Lebih Dekat dengan dr Surjit Singh, SPH, DFM, Ahli Forensik (1)
//Dari Crime Scene Investigation hingga Tangani Kasus Dukun AS//
Dokter Spesialis Forensik tak banyak seperti bidang lainya. Di Sumatera Utarapun jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Satu diantaranya, dr Surjit Singh, SPH, DFM, Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Mediko-Legal Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Pirngadi Medan. Seperti apa geliat dunia kerjanya? —
DI ruangan yang akrab disebut sebagai kamar mayat itu, dr Surjit, sangat terbiasa dengan aroma jenazah. Sejak tahun 2002, bapak tiga anak ini sudah menjabat sebagai Kepala Instalasi Kedokteran Forensik. Kurun waktu 10 tahun ini, dia telah turut serta dalam berbagai pengidentifikasian jenazah untuk pengungkapan kasus yang berujung kematian. Sebut saja kasus Dukun AS. Dari 42 korban, warga Jalan Setia Budi kebagian tiga jenazah. “Itu salah satu kasus yang cukup berkesan. Mengingat peristiwanya menjadi isu nasional juga fenomenal,” ujarnya kepada SINDO di ruangan, kemarin.
Selain, kasus pembunuhan, Surjit juga sering menyumbangkan tenaga untuk kasus bencana alam. Tahun 2009 lalu, dia juga erbang ke Padang, Sumatera Barat, saat terjadi gempa. “Bersama dengan Polda Sumut, di sana kita ikut juga mengidentifikasi jenazah. Meski harus menempuh jarak, namun kasus bencana seperti ini membuat kita tidak hanya bergelut dengan identifikasi mayat tapi juga bercampur rasa iba melihat keluarga yang ditinggal,” bebernya.
Penyandang gelar Dosen Luar Biasa Universitas Sumatera Utara (USU) ini mengaku sangat menyatu dengan dunia forensik. Meski diakuinya, di usia mudanya, dia awalnya hanya ingin menjadi dokter. “Tak ada niat saya menjadi dokter forensik saat itu, saya memang ingin menjadi dokter umum. Namun saat itu, semakin saya belajar rasa ingin tahu saya semakin besar, dan tahun 1993 saya masuk spesialis sentra pendidikan forensik di Fakultas Kedokteran USU. Hingga sekarang saya sangat menikmatinya,” ungkap pria kelahiran tahun 1951 ini.
Terlebih, keponakan Ahli Forensik Prof Amar Singh ini, melihat saat itu, jumlah ahli forensik sangat minim dibanding dokter spesialis lainnya. Dia tak menampik kalau pertama kali sempat merasakan hal yang tak mengenakkan saat menginjakkan kaki ke Kamat Mayat. “Saat menjadi co-asst, mau enggak mau ya harus dijalan. Awalnya masuk ke kamar mayat dan menanganinya timbul rasa aneh dan agak takut, tapi belakangn karena sudah terbiasa, jadinya seperti enggak ada masalah,” paparnya. Surjit menjelaskan rasa nyaman bergelut di dunia forensik, juga karena hobinya menonton film bergenre horor. “Bisa dibilang saya penggemar crime scene investigation. Film yang mengungkap tentang kehajatan. Ini juga yang membuat saja semakin teguh menjadi ahli forensik,” tegas pria yang juga mengajar di Bagian Forensik Rumah Sakit Umum Pusat (RSUPHAM) ini.
Pria bertubuh besar ini mengatakan, saat ini dua dari tiga anaknya juga mengemban ilmu di Fakultas Kedokteran USU. Dia mengaku, sangat senang jika nanti anaknya menjadi ahli forensik. Namun sebagai orang tua, Surjit tak mau memaksakan kehendak. “Saat ini mereka masih belajar di tahap awal. Kalau nanti memlih seperti saya ya saya senang, tapi saya tak boleh memaksa. Tergantung bakat mereka dimana dan mau jadi dokter spesialis apa, kami orang tuanya mendukung saja,” jelasnya. (nina rialita)
Lebih Dekat dengan dr Surjit Singh, SpF, DFM, Ahli Forensik (2/habis)
//Mengonsumsi Air Hujan saat Menjabat Kepala Puskesmas di Kalimantan Barat//
Sukses menjadi Ahli Forensik ternama di Sumatera Utara, tak diraih dengan mudah oleh dr Surjit Singh. Bahkan, sebelum menikmati indahnya jabatan Kepala Instalasi Kedokteran Forensik dan Mediko-Legal RSUD dr Pirngadi Medan, pria berusia 59 tahun ini harus merasakan pahitnya hidup di desa terpencil di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
—
Pria yang menamatkan Dipploma Forensic Medicine di Belanda ini, menuturkan, karirnya diawali saat mengajukan diri menjadi pegawai negeri tahun 1987 di Jakarta, usai menamatkan kuliah di FK USU. Saat itu, menurut Surjit, setiap tenaga medis yang ingin menjadi pegawai negeri, harus mau ditempatkan di desa. “Dan saya memilih Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Waktu itu, kondisi daerah sangat minim fasilitas. Saya di sana ditunjuk menjadi Kepala Puskesmas juga Kepala Sekolah swasta. Karena kebutuhan air tidak sesuai dengan yang tersedia, saya bersama istri, saat itu harus menggunakan air hujan untuk minum,” ungkapnya.
Sanggau, dijelaskannya ibarat desa yang tak sentuh. Air bersih yang tak sedia, membuat pilihan minum air hujan adalah alternatif terbaik. “Desanya memang jauh. Untuk menjangkaunya, kita harus naik pesawat ke Pontianak dulu, lalu naik bis dan naik perahu satu harian,” tukasnya.
Pria yang juga mengikuti kuliah di Punjab University, India tahun 1985 ini, mengatakan meski jauh dari hiruk pikuk suasana ibu kota, dia mengaku puas. “Ada rasa kepuasan tersendiri. Karena saya dapat membantu dan mengabdikan disiplin ilmu dalam kesehatan untuk masyarakat sekitar yang membutuhkan,” ujar warga Setia Budi ini.
Surjit berada di Kabupaten Sanggau tak lama. Tahun 1990, dia hijrah ke Pontianak. Dia diberi tanggung jawab sebagai Kepala Seksi Ibu di Dinas Kesehatan Tingkat I. “Dan tahun 1992 saya diangkat jadi Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Pontianak,” timpal bapak tiga anak ini.
Petualangannya usai saat tahun 1993, dia memilih mengabdi kembali ke Medan dan memperdalam ilmu forensiknya. “Sejak saat itu, saja terus berada di USU mengambil spesialis, dan setelah tamat baru diangkat jadi Kepala Instalasi Forensik di RSUD dr Pirngadi Medan,” tukas dosen luar biasa di USU ini.
Keseriusannya, di bidang forensic, membuat Surjit sering dipanggil mengikuti pelatihan forensic, termasuk menjadi fasilitator. Diantaranya, Disaster Victim Identification (DVI) di Surabaya. “Juga kadang sampai Singapura. Ini sangat penting untuk terus menambah ilmu dan berbagi ilmu,” timpalnya.
Pria sebagian rambutnya mulai memutih ini sejatinya telah dilirik oleh Kementrian Kesehatan untuk bekerja di Pusat. Hal itu dikatakan Direktur RSUD dr Pirngadi Medan beberapa waktu lalu, saat pertemuan dengan Tim Kementrian Pendidikan saat meninjau rumah sakit dengan label pendidikan.
“Dokter Surjit sudah diminta ke Jakarta, tapi kita enggak kasih, karena kita masih butuh beliau di sini,” ungkap Dewi Fauziah Syahnan di Ruang Rapat I.
Surjit hanya tersenyum saat ditanya tentang ‘pinangan’ Kementrian Kesehatan itu. Dia menegaskan belum ada pinangan resmi. “Sampai saat ini belum ada yang menyampaikan langsung ke saya. Namun saya rasa memang masih butuh berada di sini (Pirngadi). Karena nanti kalau saya pergi, siapa yang mengajar para dokter muda ini, Mereka bibit-bibit kita juga,” bebernya tersenyum.
Surjit mengakui, saat ini kebutuhan dokter ahli forensic terus ditingkatkan. Sejalan dengan program pemerintah pusat. “Pemerintah saat ini telah memiliki program khusus, agar PPDS yang mengikuti forensik di seluruh Indonesia bisa meningkat. Kementrian Pendidikan Nasional menyadari hal itu,” pungkasnya. (nina rialita)